Sabtu, 16 Oktober 2010

Mukhtar. 2010. Penerapan Strategi Pembelajaran Problem Based Learning dengan Menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Dalam Pokok Bahasan Garis Singgung Lingkaran Siswa Kelas VIII B MTs Hasyim Asy’ari Pakis Tahun Pelajaran 2009-2010.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang begitu cepat sehingga roda pendidikan juga ikut berotasi. Di era globalisasi merupakan era modernisasi di segala bidang ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dan teknologi ikut berperan dalam mewarnai dunia pendidikan dewasa ini. Dunia pendidikan merupakan hal yang utama dalam penentu kualitas kehidupan suatu bangsa. Menurut Dimyati (2006:7), pendidikan adalah proses interaksi yang mendorong terjadinya belajar. Oleh karena itu pendidikan harus selalu berkembang dan ditata dengan baik untuk meningkatkan kualitas kehidupan suatu bangsa.
Pembelajaran matematika memiliki peran yang sangat penting untuk mendukung penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi saat ini. Pembelajaran matematika diarahkan ke suatu tujuan agar siswa dapat memfungsikan matematika sebagai cara memecahkan masalah. Untuk mencapai tujuan tersebut, bukan hanya bahan materi yang harus dikuasai oleh seorang guru akan tetapi juga keterampilan emosional dan sosial dalam menggunakan strategi dan pendekatan belajar.
Menurut Suherman (2001:83), pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa di mungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta ketrampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Namun demikian, kenyataan di lapangan menunjukan bahwa kegiatan pemecahan masalah dalam proses pembelajaran matematika belum dijadikan sebagai kegiatan utama. Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang kegitan tersebut dapat dikatan merupakan inti dari kegiatan pembelajaran matematika sekolah. Selain itu, Suryadi (dalam Suherman, 2001:83) dalam surveinya tentang ”Curent situation on mathematics and science education in Bandung” antara lain menemukan bahwa pemecahan masalah matematika merupakan kegiatan matematik yang di anggap baik oleh para guru maupun siswa di semua tingkatan mulai dari sekolah Dasar sampai SMU.
Menurut Shadiq (2009:11), sesungguhnya inti dari belajar memecahkan masalah adalah para siswa hendaknya terbiasa mengerjakan soal-soal yang tidak hanya memerlukan ingatan yang baik saja. Karenanya, disamping diberi masalah-masalah yang menantang, selama di kelas, seorang guru matematika dapat saja memulai proses pembelajarannya dengan mengajukan masalah kontekstual yang cukup menantang dan menarik bagi para siswa. Siswa dan guru lalu bersama-sama memecahkan masalahnya tadi sambil membahas teori-teori, definisi maupun rumus-rumus matematikanya. Menurut Cooney (dalam Shadiq, 2009:3), ”the action by which a teacher encourages students to accept a challenging question and guides them in their resolution”. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran pemecahan masalah adalah suatu tindakan (action) yang dilakukan guru agar para siswanya termotivasi untuk menerima tantangan yang ada pada pertanyaan (soal) dan mengarahkan para siswa dalam proses pemecahannya. Keterampilan serta kemampuan berpikir yang didapat ketika seseorang memecahkan masalah diyakini dapat ditransfer atau digunakan orang tersebut ketika menghadapi masalah di dalam kehidupan sehari-hari.
Kemampuan pemecahan masalah sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama digunakan oleh siswa. Menurut Suherman (2001:85), untuk mengembangkan kemampuan dalam berbagai teknik dan strategi pemecahan masalah, pengetahuan, ketrampilan, dan pemahaman, merupakan elemen-elemen penting dalam belajar matematika. Dalam pemecahan masalah siswa dituntut memiliki kemampuan mensintesis elemen-elemen tersebut sehingga ahirnya dapat menyelesaikan masalah yang di hadapi dengan baik.
Gagne (dalam Tegeh, 2009:29), pemecahan masalah dapat dipandang sebagai sebuah proses di mana pebelajar menemukan kombinasi aturan yang telah di pelajari sebelumnya dan aplikasi mereka, sehingga mencapai solusi bagi situasi masalah baru. Dalam melakukan proses berpikir, pebelajar mungkin mencoba sejumlah hipotesis dan mengetes kemampuan dapat diterapkannya. Ketika mereka menemukan aturan kombinasi baru yang cocok, mereka tidak hanya ”memecahkan masalah”, tetapi juga belajar sesuatu yang baru. Mayer dan Wittrock (dalam Tegeh, 2009:29), pemecahan masalah berarti menemukan atau menciptakan solusi baru bagi masalah atau menerapkan aturan baru pada apa yang dipelajari.
Namun, pembelajaran matematika di kelas VIII B MTs Hasyim Asy’Ari Pakis masih banyak menggunakan pembelajaran konvensional di mana pembelajaran ini lebih didominasi dengan metode ceramah. Sanjaya (2007:147), metode ceramah merupakan metode yang sampai saat ini sering digunakan oleh setiap guru. Pembelajaran ini dilakukan hanya pada penjelasan materi atau pemberian rumus, pemberian contoh soal, dan pemberian latihan soal yang semua itu dilakukan oleh guru tanpa berusaha mengajak siswa untuk berpikir dan terlibat aktif dalam proses pembelajaran serta memecahkan masalah.
Dalam penelitian ini telah dilakukan observasi di tempat penelitian yaitu MTs Hasyim Asy’ari Pakis. Observasi ini dilakukan melalui wawancara dengan guru mata pelajaran matematika kelas VIII B Perempuan. Hasil yang diperoleh dalam observasi ini adalah menetapkan kelas VIII B Perempuan sebagai subyek penelitian. Penetapan kelas VIII B sebagai subyek penelitian ini didasari oleh beberapa hal antara lain: (1) Kurang tepatnya metode yang di gunakan seorang guru matematika dalam menyampaikan pokok bahasan tertentu akan mempengaruhi prestasi belajar siswa, (2) siswa lebih pasif dalam proses pembelajaran berlangsung, dikarenakan guru masih menggunakan strategi pembelajaran konvensional, (3) kemampuan siswa heterogen, sehingga di dalam kelas hanya di dominasi oleh beberapa siswa sedangkan siswa lain merasa minder, dan (4) Siswa tidak merasa malu dalam membuat keramaian, di sebabkan oleh semua berjenis kelamin perempuan tanpa ada rasa sungkan dalam bertingkah. Secara umum, guru dalam proses pembelajaran menggunakan metode ceramah dan tidak pernah menantang siswa untuk berpikir bagaimana caranya memecahkan suatu permasalahan.
Masalah merupakan sebuah kata yang sering terdengar oleh setiap orang. Namun sesuatu menjadi masalah tergantung bagaimana seseorang mendapatkan masalah tersebut sesuai kemampuannya.Terkadang dalam pendidikan matematika ada masalah bagi kelas rendah namun bukan masalah bagi kelas tinggi. Masalah merupakan suatu konflik, hambatan bagi siswa dalam menyelesaikan tugas belajar di kelas. Namun masalah harus diselesaikan agar proses berpikir siswa terus berkembang. Wahidin (2009:3), semakin banyak siswa dapat menyelesaikan setiap permasalahan matematika, maka siswa akan bervariasi dalam menyelesaikan soal-soal matematika dalam bentuk apapun, bentuk soal matematika berbentuk rutin ataupun tidak rutin. Pemecahan masalah memerlukan strategi dalam menyelesaikannya. Kebenaran, ketepatan, keuletan dan kecepatan adalah suatu hal yang diperlukan dalam penyelesaian masalah. Keterampilan siswa dalam menyusun suatu strategi adalah suatu kemampuan yang harus dilihat oleh guru. Jawaban benar bukan standar ukur mutlak, namun proses yang lebih penting dari mana siswa dapat mendapatkan jawaban tersebut.Variasi strategi yang diharapkan muncul dalam pembelajaran siswa.
Dari banyak strategi pembelajaran matematika yang ada, problem based learning sangat potensial untuk diterapkan dalam upaya peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa. Problem based learning dikembangkan dari pemikiran nilai-nilai demokrasi, belajar efektif, perilaku kerja sama dan menghargai keanekaragaman di masyarakat. Dalam pembelajaran, guru harus dapat menciptakan lingkungan belajar sebagai suatu sistem sosial yang memiliki proses demokrasi dan proses ilmiah. Problem based learning merupakan jawaban terhadap praktik pembelajaran kompetensi serta merespon perkembangan dinamika sosial masyarakat.
Dengan demikian, problem based learning mempunyai ciri khas, menurut Amir (2009:32), yaitu (1) punya keaslian seperti di dunia kerja, (2) dibangun dengan memperhitungkan pengetahuan sebelumnya, (3) membangun pemikiran yang metakognitif dan konstruktif, (4) meningkatkan motivasi dalam pembelajaran, dan (5) satuan acara pembelajaran yang seharusnya menjadi sasaran mata pelajaran tetap dapat terliputi dengan baik.
Salah satu strategi pembelajaran yang sesuai dengan kondisi tersebut adalah strategi pemebelajaran problem based learning. Karena pada prinsipnya PBL sangat bagus dalam menantang siswa MTs Hasyim Asy’ari pada kelas VIII B Perempuan Pakis agar belajar dan bekerja sama dalam kelompok untuk mencari solusi bagi masalah yang nyata, dan dibantu oleh lembar kerja siswa dimana siswa yang mendapat kesulitan akan dibantu oleh guru sebagai fasilitator untuk memecahkan masalah. Menurut Ahmad (2008:3), LKS merupakan lembar kerja siswa yang dibuat oleh guru untuk mengarahkan siswa agar menguasai konsep tertentu agar tujuan pencapaian penguasaan konsep lebih tertanam/tidak cepat lupa, karena anak mengkontruksikan sendiri sehingga mempermudah pelaksanaan pembelajaran. Oleh karena itu, menurut Ahmad (2008:4), bahwa manfaat yang diperoleh dari penggunaan LKS adalah (1) Kegiatan belajar mengajar menjadi lebih mudah, dan (2) KBM lebih terarah.
Untuk mencapai hal itu, disamping memiliki pengetahuan dan keterampilan matematis, para siswa sudah seharunya memiliki kemampuan untuk belajar mandiri dan belajar memecahkan masalah. Proses pembelajaran yang terjadi selama siswa duduk dibangku sekolah dengan sendirinya sangat menentukan keberhasilan mereka di masa yang akan datang. Untuk mencapai hal-hal yang disebutkan di atas pembelajaran matematika di MTs juga harus mencerminkan pembelajaran yang aktif, efektif, kreatif dan menyenangkan (PAKEM). Arends (dalam Trianto, 2007:68), pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan kemampuan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri.
Pembelajaran seperti ini dapat menjadi pendekatan yang efektif untuk pembelajaran proses berpikir tingkat tinggi seperti kemampuan pemecahan masalah matematika. Dalam pembelajaran ini, siswa dibantu memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusunnya menjadi pengetahuan mereka sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “Penerapan strategi pembelajaran problem based learning dengan menggunakan lembar kerja siswa untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa dalam pokok bahasan garis singgung lingkaran siswa kelas VIII B Perempuan Hasyim Asy’Ari Pakis tahun pelajaran 2009-2010 “.

1.2 Fokus Penelitian dan Masalah Penelitian
Berdasarkan konteks penelitian di atas, maka fokus penelitian yang dapat diambil adalah “strategi pembelajaran problem based learning yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah materi garis singgung lingkaran siswa kelas VIII B Perempuan MTs Hasyim Asy’ari Pakis tahun pelajaran 2009-2010 “.
Dengan berdasar pada fokus penelitian tersebut, maka masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan strategi pembelajaran problem based learning dengan menggunakan lembar kerja siswa untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa dalam pokok bahasan garis singgung lingkaran siswa kelas VIII B Perempuan MTs Hasyim Asy’ari Pakis tahun pelajaran 2009-2010.

1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan fokus penelitian dan masalah penelitian di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penerapan strategi pembelajaran problem based learning dengan menggunakan lembar kerja siswa untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa dalam pokok bahasan garis singgung lingkaran siswa kelas VIII B Perempuan MTs Hasyim Asy’ari Pakis tahun pelajaran 2009-2010.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
1. Bagi Peneliti
Sebagai tambahan pengetahuan sekaligus referensi untuk pengembangan pembelajaran di kelas dalam berbagai materi pelajaran.
2. Bagi Siswa
Menambah minat belajar siswa dan menjadi salah satu faktor solusi mengatasi permasalahan siswa dalam belajar yang ahirnya dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.
3. Bagi Guru
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi guru agar dalam proses pembelajaran selanjutnya mampu menerapkan strategi pembelajaran yang tidak monoton.
4. Bagi Sekolah
Sebagai bahan pertimbangan dalam memperhatikan dan mengembangkan strategi pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa dalam belajar matematika.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Agar permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini tidak terlalu meluas serta dapat mengarahkan jalannya penelitian, maka peneliti memberikan ruang lingkup penelitian, yaitu:
1. Penelitian ini dilakukan di kelas VIII B Perempuan MTs Hasyim Asy’ari Pakis yang terletak di Kecamatan Pakis dengan subjek penelitian terbatas pada siswa kelas VIII B yang berjumlah 30 siswa.
2. Materi pelajaran yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah lingkaran dalam dan lingkaran luar segitiga.

1.6 Definisi Operasional
Agar tidak terjadi kesalahan penafsiran dalam penelitian ini, maka perlu dijelaskan beberapa hal sebagai berikut:
1. Penerapan adalah kemampuan menggunakan hal-hal yang telah dipelajari untuk menghadapi situasi-situasi baru dan nyata.
Penerapan yang dimaksud adalah perbuatan menerapkan strategi pembelajaran problem based learning dengan menggunakan lembar kerja siswa untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah materi garis singgung lingkaran siswa kelas VIII B Perempuan MTs Hasyim Asy’ari Pakis tahun pelajaran 2009-2010 “.
2. Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
3. Problem Based Learning
Menurut Amir (2009:21), problem based learning adalah merupakan strategi instruksional yang menantang siswa agar “belajar untuk belajar,” bekerja sama dalam kelompok untuk mencari solusi bagi masalah yang nyata. Masalah ini digunakan untuk mengaitkan rasa keingintahuan serta kemampuan analisis siswa dan inisiatif atas materi pelajaran. Problem based learning digunakan untuk mempersiapkan siswa agar berpikir kritis, analitis, dan untuk mencari serta menggunakan sumber pembelajaran yang sesuai.
4. Langkah-langkah Problem Based Learning
Woods (dalam Tegeh, 2009:30), problem based learning mempunyai beberapa langkah, antara lain:
a. Menentukan kelompok: mengenalkan anggota, menyusun aturan dasar, mendefinisakan peran guru dan siswa.
b. Identifikasi masalah: menyajikan masalah, identifikasi dan klarifikasi masalah, menjelaskan masalah.Pembagian ide: menyelidiki masalah, curah pikir kemungkinan penyebab dan efek, menghasilkan ide.
c. Menyusun isu-isu belajar: menentukan apa yang siswa butuhkan untuk dicari agar masalah terpecahkan. Menghasilkan isu belajar dan rencana kegiatan, merangkum isu-isu belajar.
d. Belajar mandiri: mencari informasi.
e. Sintesis dan aplikasi: mengevaluasi sumber informasi untuk kredebilitas dan releabilitas, menerapkan pengetahuan penelitian yang relevan untuk masalah, melakukan berbagai informasi dengan teman sejawat, mengkritik pengetahuan, membangun lagi isu belajar jika di perlukan, diskusi dan menyusun solusi dan penjelasan.
f. Refleksi dan umpan balik: umpan balik sendiri dan teman sejawat pada fungsi kelompok, proses pemecahan masalah individu, belajar pengetahuan, belajar mandiri.
5. Kemampuan pemecahan masalah adalah proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal.
6. Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah
Menurut Polya (dalam Suherman, 1957:84), bahwa solusi soal memuat 4 (empat) langkah penyelesaian adalah sebagai berikut:
a. Memahami masalah
b. Merencanakan pemecahannya
c. Menyelesaikan masalah sesuai rencana
d. Melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan.
7. Lembar kerja siswa adalah lembar kerja siswa yang dibuat oleh guru untuk mengarahkan siswa agar menguasai konsep tertentu agar tujuan pencapaian penguasaan konsep lebih tertanam/tidak cepat lupa, karena anak mengkonstruksikan sendiri sehingga mempermudah pembelajaran.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Hakikat Matematika
Matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang logika berpikir dan bernalar (Farida dan Oetami, 2008:3), karena itu matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi kemajuan iptek, sehingga matematika dibekalkan dalam setiap jenjang pendidikan.
Menurut Hollands (2008:81), matematika adalah suatu sistem yang rumit tetapi tersusun sangat baik yang mempunyai banyak cabang. sampai saat ini belum ada definisi tunggal tentang matematika. Hal ini terbukti adanya puluhan definisi matematika belum mendapat kesepakatan diantara para matematikawan.
Secara epistimologi, matematika berarti ”ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar”. Hal ini dimaksudkan bukan berarti ilmu lain bukan diperoleh dari bernalar akan tetapi dalam matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran), sedangkan ilmu lain lebih menekankan hasil observasi atau eksperimen disamping penalaran.
Menurut Sumardyono (2004:4-5), matematika merupakan buah pikir manusia. Matematika seringkali dikatakan sebagai suatu kumpulan sistem matematika yang setiap dari sistem itu mempunyai struktur yang tersendiri yang bersifat deduktif. Oleh karena matematika merupakan sistem yang hirarkis, maka seseorang tidak dapat mempelajari suatu konsep sebelum ia memahami atau mempelajari konsep sebelumnya, karena materi atau konsep sebelumnya akan mendasari materi atau konsep berikutnya. Dengan demikian dalam mempelajari matematika harus berurutan tidak bisa dilakukan secara acak.
Menurut Johnson dan Rising (dalam Athar, 2009:3), matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide dari pada mengenai bunyi. Sedangkan matematika menurut Mustangin (2002:4), adalah ilmu yang berkenaan dengan ide-ide atau konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hirarkis dan penerapannya deduktif.
Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan bahwa matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur dan hubungan-hubungannya diatur menurut urutan yang logis. Secara singkat dikatakan bahwa matematika berkenaan dengan ide-ide/konsep-konsep abstrak yang kebenarannya dikembangkan berdasarkan alasan logis.

2.2 Belajar dan Pembelajaran Matematika
2.2.1 Pengertian Belajar
Menurut Gintings (2007:11), belajar adalah proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, ketrampilan, dan sikap. Menurut Piaget (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006:13), belajar merupakan bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi terus-menerus dengan lingkungan, lingkungan tersebut mengalami perubahan.
Menurut Suprayekti (2004:11), belajar adalah proses perubahan dari belum mampu menjadi mampu dan terjadi dalam jangka waktu tertentu. Perubahan itu harus secara relatif (permanent) dan tidak hanya terjadi pada perilaku yang saat ini nampak (immediate behavior) tetapi juga pada perilaku yang mungkin terjadi dimasa mendatang (potential behavior).
Gagne (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006:12), menyatakan bahwa belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Setelah belajar orang akan mendapatkan ketrampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai.
Menurut Usman (2009:5), belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu, dan individu dengan lingkungannya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan untuk mendapatkan pengetahuan melalui latihan sehingga terjadi perubahan pemahaman dan tingkah laku dalam diri siswa.
Tabel 1.1 Hubungan antara Fase Belajar dan Acara Pembelajaran
Pemberian Aspek Belajar Fase Belajar Acara Pembelajaran
Persiapan untuk belajar 1. Mengarahkan perhatian


2. Ekspektasi
3. Retrival (informasi dan keterampilan yang relevan untuk memori kerja) Menarik perhatian siswa dengan kejadian yang tidak seperti biasa, pertanyaan atau perubahan stimulus.
Memberitahu siswa mengenai tujuan belajar
Merangsang siswa agar mengingat kembali hasil belajar (apa yang telah dipelajari) sebelumnya
Pemerolehan dan unjuk perbuatan 4. Persepsi selektifitas sifat stimulus
5. Sandi simantik
6. Retrival dan respon
7. Penguatan Menyiapkan stimulus yang jelas sifatnya

Memberikan bimbingan belajar
Memunculkan perbuatan siswa
Memberikan balikan informatif
Retrival dan Alih belajar 8. Pengisyaratan
9. Pemberlakuan secara umum Menilai perbuatan siswa
Meningkatkan resensi dan alih belajar

Sumber Gredler (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006:13).




2.2.2 Tipe-tipe dalam belajar
Menurut Soetomo (1993:126), tipe-tipe belajar antara lain:
1. Belajar oleh tanda (signal learning)
Belajar oleh tanda ini merupakan bentuk yang sangat sederhana, dimana unsur penting dalam belajar ini adalah adanya gerakan reflek.
2. Belajar rangsangan jawaban (stimulus respon learning)
Belajar rangsangan-jawaban pada dasarnya sama dengan belajar oleh tanda. Perbedaan nya terletak pada ciri-ciri belajarnya, dan sifat-sifatnya.
3. Belajar merangkaikan
Belajar merangkaikan terjadi dengan jalan menghubungkan rangsangan yang menghasilkan reaksi yang menjadi rangsangan dan diikuti dengan respon berikutnya lagi.
4. Belajar asosiasi verbal (verbal associaion learning)
Belajar asosiasi verbal ini sebenarnya termasuk belajar verbal, hanya saja pada belajar asosiasi peristiwa belajarnya terjadi pada ungkapan verbal atau kata-kata.
5. Belajar membedakan (discrimination learning)
Tipe belajar membedakan ini mengharuskan siswa mempelajari berbagai respon dari berbgaia ragam stimulus, siswa dituntut untuk membuat respon baru yang khusus sehingga benar-benar berbeda dengan respon sebelumnya.
6. Belajar konsep (concept learning)
Belajar dengan tipe ini anak diharapkan memperoleh suatu pemahan atau pengertian, misalnya tentang kubus, segitiga, luas rumah, sekolah dan lai-lain.

7. Balajar aturan (rule learning)
Belajar suatu prinsip atau aturan berarti kita menghubungkan dua atau lebih dari konsep itu dapat dinyatakan dalam bentuk kalau X maka akan Y, misalnya kalau besi di panaskan maka akan memuai.
8. Belajar memecahkan masalah (problem solving)
Belajar memecahkan masalah ini merupakan belajar tingkat terakhirdari delapan tipe yang telah ada, dan merupakan tipe yang paling tingi.

2.2.3 Pengertian Pembelajaran
Menurut Gintings (2008:5), pembelajaran adalah memotivasi dan memberikan fasilitas kepada siswa agar dapat belajar sendiri. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid.
Pembelajaran menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:297) adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan terhadap materi pelajaran.

Makna pembelajaran di atas mengisyaratkan bahwa dalam proses ini siswa dijadikan sebagai pusat dari kegiatan. Hal ini dimaksudkan untuk membentuk watak, peradaban, dan meningkatkan mutu kehidupan peserta didik. Pembelajaran perlu memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan. Dalam implementasinya, pembelajaran tidak sama sekali berarti memperbesar peranan siswa di satu pihak dan memperkecil peranan guru di lain pihak. Dalam proses pembelajaran, guru tetap berperan secara optimal demikian juga dengan siswa. Perbedaan dominasi dan aktivitas kegiatan, hanya menunjukkan kepada perbedaan tugas atau perlakuan guru dan siswa terhadap materi dan proses pembelajaran tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran dapat diartikan sebagai proses yang dilakukan oleh guru untuk menciptakan kondisi dan situasi yang memungkinkan siswa untuk belajar sesuai dengan potensi yang dimiliki.

2.2.4 Pembelajaran Matematika
Pembelajaran adalah upaya pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar (Sudjana, 2005:6). Sedangkan menurut Sanjaya (2006:99), pembelajaran merupakan pola umum yang berisi tentang rentetan kegiatan yang harus dilakukan guru dalam menciptakan suatu sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses mengajar untuk mencapai kompetensi secara optimal.
Menurut Nickson (dalam Hudoyo, 2005:20), pembelajaran matematika menurut pandangan konstruktivistik adalah membantu siswa untuk membangun konsep-konsep/prinsip-prinsip matematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep/prisip itu terbangun kembali, transformasi informasi yang diperoleh menjadi konsep/prinsip baru.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan pembelajaran matematika ialah upaya guru untuk membantu siswa dengan berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh guru untuk menciptakan suatu lingkungan belajar matematika yang memungkinkan sehingga membangun konsep-konsep/prinsip-prinsip matematika melalui proses internalisasi sehingga gabungan konsep/prinsip yang sudah terbangun akan membentuk konsep/prinsip yang baru.

2.2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran Matematika
Menurut Mustangin (2002:7), mengajar harus diarahkan agar peristiwa belajar terjadi. Belajar matematika akan berhasil bila proses belajarnya baik yaitu melibatkan intelektual siswa secara optimal. Peristiwa belajar yang dikehendaki bisa tercapai bila faktor-faktor berikut ini dapat dikelola sebaik-baiknya.
1. Siswa
Kegagalan atau keberhasilan belajar sangatlah tergantung kepada siswa. Misalnya saja, bagaimana kemampuan dan kesiapan siswa untuk mengikuti kegiatan belajar matematika, bagaimana sikap dan minat siswa terhadap matematika. Di samping jasmaninya siswa sehat atau tidak. Kondisi psikologinya, seperti perhatian, pengamatan, ingatan berpengaruh terhadap kegiatan belajar siswa. Intelegensi siswa juga berpengaruh terhadap kelancaran belajarnya.

2. Guru
Kemampuan guru dalam menyampaikan matematika dan sekaligus menguasai materi yang telah diajarkan sangat mempengaruhi terjadinya proses belajar. Kepribadian, pengalaman dan motivasi guru dalam mengajar matematika juga mempengaruhi terhadap efektivitas proses belajar. Penguasaan materi matematika dan cara penyampaiannya merupakan syarat yang tidak dapat ditawar lagi bagi guru matematika.
3. Prasarana dan Sarana
Prasarana yang mapan seperti ruangan yang sejuk dan bersih dengan tempat duduk yang nyaman biasanya lebih memperlancar terjadinya proses belajar. Demikian pula sarana buku teks dan alat bantu belajar merupakan fasilitas belajar yang penting. Majalah tentang pengajaran matematika, labolatorium matematika dan lain-lain akan meningkatkan kualitas belajar siswa.
4. Penilaian
Penilaian di samping digunakan untuk melihat bagaimana suatu hasil belajar, juga untuk melihat bagaimana berlangsungnya interaksi antara guru dan siswa. Fungsi penilaian dapat meningkatkan kegiatan belajar sehingga dapat diharapkan memperbaiki hasil belajar.

2.3 Strategi Pembelajaran
Menurut Daryanto (2005:1092), menjelaskan strategi adalah ilmu dan seni menggunakan semua sumber daya bangsa (bangsa) untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu dalam perang dan damai. Menurut Sanjaya (2007:125), strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan Ahmadi dan Prasetya (2005:11) menyatakan bahwa strategi pembelajaran adalah sebagai suatu garis besar haluan dalam bertindak untuk mencapai sasaran yang telah di tentukan.
Menurut Suherman, dkk (2003:5) mengemukakan pengertian strategi dalam kaitannya dengan pembelajaran (matematika) adalah siasat atau kiat yang sengaja direncanakan oleh guru, berkenaan dengan segala persiapan pembelajaran agar pelaksanaan pembelajaran berjalan dengan lancar dan tujuannya yang berupa hasil belajar bisa tercapai secara optimal.
Secara umum, tidak semua strategi pembelajaran cocok (tepat) digunakan untuk mencapai semua tujuan dalam setiap keadaan, karena setiap strategi memiliki kekhasan sendiri-sendiri. Untuk itu guru dituntut memiliki profesionalitas yang tinggi dalam proses pembelajaran. Selain memiliki kecakapan menyampaikan materi pelajaran dan mengelola kelas, guru juga harus memiliki kecakapan dalam menentukan strategi apa yang akan digunakan agar semua tujuan pembelajaran tercapai secara efektif dan efisien.
Newman dan Logan (dalam Ahmadi dan Prasetyo, 2005:12-13), menyebutkan empat strategi dasar dalam pembelajaran yang harus dipahami oleh guru, antara lain:
1. Mengidentifikasikan serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian peserta didik sebagaimana yang di harapkan.
2. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat.
3. Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang di anggap paling tepat dan efektif sehingga dapat di jadikan pegangan oleh para guru dalam kegiatan mengajarnya.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria dan standar keberhasilan sehingga dapat di jadikan pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar, yang selanjutnya menjadi umpan balik bagi penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu siasat yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang harus dikerjakan oleh guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan efisien.

2.4 Problem Based Learning
2.4.1 Pengertian Problem Based Learning
Menurut Amir (2009:21), problem based learning adalah merupakan strategi instruksional yang menantang siswa agar “belajar untuk belajar,” bekerja sama dalam kelompok untuk mencari solusi bagi masalah yang nyata. Masalah ini digunakan untuk mengaitkan rasa keingintahuan serta kemampuan analisis siswa dan inisiatif atas materi pelajaran. Problem based learning digunakan untuk mempersiapkan siswa agar berpikir kritis dan analitis, dan untuk mencari serta menggunakan sumber pembelajaran yang sesuai seperti LKS
Menurut Arends (2009:41), bahwa problem based learning adalah melibatkan presentasi situasi-situasi yang autentik dan bermakna, yang berfungsi sebagai landasan bagi investigasi dan penyelidikan siswa. Problem based learning merupakan suatu strategi pembelajaran dengan menggunakan masalah yang signifikan, kontekstual, dan menyediakan sumber, petunjuk, serta instruksi kepada siswa supaya mereka dapat memperoleh pengetahuan yang bermakna dan kemampuan pemecahan masalah.
Killen (dalam Sanjaya, 2007:131) mengemukakan: “No teaching strategy is better than others in all circumtance, so you have to be able to use a variety of teaching strategies, and make rational desisions about when each of the teaching strategies is likely to most effective”. Tidak ada strategi pembelajaran yang baik untuk diterapkan dalam semua kurikulum, maka kamu harus mampu menggunakan berbagai strategi pembelajaran dan mengetahui kapan menerapkan salah satu strategi pembelajaran yang paling efektif.
Dengan demikian, masalah merupakan hal pertama yang dihadapi dalam proses belajar dan disajikan sebagai fokus atau pendorong penggunaan kemampuan pemecahan masalah. Problem based learning merupakan suatu strategi pembelajaran yang mengatur pembelajaran dengan aktivitas penalaran dan memberi kesempatan bagi siswa untuk memecahkan masalah, menyampaikan ide kreatif mereka, dan mengkomunikasikannya secara matematis.
Problem based learning dalam matematika mendiskripsikan suatu lingkungan pembelajaran dimana masalah sebagai pengontrol pembelajaran tersebut. Pembelajaran dimulai dengan suatu permasalahan yang dibuat sedemikian hingga siswa perlu memperoleh pengetahuan baru dalam pemecahan masalah tersebut. Lebih dari sekedar mencari satu jawaban yang tepat, siswa memahami soal, mengumpulkan berbagai informasi yang dibutuhkan, mengidentifikasi jawaban yang mungkin, mengevaluasi pilihan, dan menyampaikan kesimpulan.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa problem based learning merupakan strategi pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks belajar untuk melatih siswa menyelesaikan suatu masalah dan memperoleh pengetahuan baru.

2.4.2 Karakteristik yang tercakup dalam proses PBL
Menurut Tan (2003:30), problem based learning terdiri dari tujuh karakteristik, antara lain:
1. Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran.
2. Biasanya, masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang di sajikan secara mengambang.
3. Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk (multiple perspective). Solusinya menuntut pembelajaran menggunakan dan mendapatkan konsep dari beberapa bab pembelajaran (lintas ilmu kebidang lainnya).
4. Masalah membuat pembelajar tertantang untuk mendapatkan pembelajaran di ranah pembelajaran yang baru.
5. Sangat mengutamakan belajar mandiri (self direct learning).
6. Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak dari satu sumber saja. Pencarian, evaluasi serta pengguanaan pengetahuan ini menjadi kunci penting.
7. Pembelajarannya kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif. Pemelajar bekerja dalam kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan (peer teaching), dan melakukan presentasi.

2.4.3 Langkah-langkah Problem Based Learning
Menurut Arends (2009:57), problem based learning terdiri dari lima fase, antara lain:
1. Fase 1
Memberikan orientasi tentang permaslahannya kepada siswa. Pada awal pembelajaran PBL, seperti semua tipe pelajaran lainnya, guru seharusnya mengkomunikasikan dengan jelas maksud pelajaran, membangun sikap positif terhadap pelajaran itu, dan mendeskripsikan sesuatu yang di harapkan untuk dilakukan oleh siswa.
2. Fase 2
Mengorganisasikan siswa untuk meneliti. PBL mengharuskan guru untuk mengembangkan ketrampilan kolaborasi diantara siswa dan membantu mereka untuk mengidentifikasi masalah secara bersama-sama.
3. Fase 3
Membantu investigasi mandiri dan kelompok. Investigasi yang dilakukan secara mandiri, berpasangan, atau dalam tim-tim studi kecil adalah inti PBL.
4. Fase 4
Mengembangkan dan mempresentasikan Artefak dan Exhibits. Fase investigasi diikuti dengan pembuatan artefak dan exhibits. Artefak lebih dari sekedar laporan tertulis. Artefak seperti hal-hal rekaman vidio yang memperlihatkan situasi yang bermasalah dan solusi yang di usulkan. Exhibits dapt berupa pekan ilmu pengetahuan tradisional, yang masing-masing siswanya memamerkan hasil karia untuk diobservasi dan dinilai orang lain.
5. Fase 5
Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah. Fase terakhir PBL melibatkan kegiatan-kegiatan yang dimksudkan untuk membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikirnya sendiri maupun ketrampilan investigasi dan ketrampilan intelektual yang mereka gunakan.
Kelima fase diatas, sesuai dengan prinsip dan karakteristik pembelajaran, yaitu mengaitkan pembelajaran realita dan mendorong siswa untuk aktif belajar dalam proses pembelajaran.

2.4.4 Fokus pendidik dalam PBL
Menurut Tan (dalm Amir, 2003:43-44), menyebutkan beberapa fokus pendidik yang harus di perhatikan antara lain:
1. Memfasilitasi proses pembelajaran PBL, mulai dari mengubah kerangka pikir pemelajar, mengembangkan kemampuan bertanya, membuat pemelajar terlibat dalam pembelajaran kelompok.
2. Menuntut pemelajar dalam mendapatkan strategi pemecahan masalah, mulai dari pemecahan masalah yang mendalam (deep reasoning), serta berpikir kritis.
3. Memediasi proses mendapatkan informasi, mulai dengan mencari sumber informasi, membuat hubungan antara satu sumber dengan sumber yang lain, dan memberikan isyarat.

2.4.5 Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)
Menurut Novanhadi (dalam Tegeh, 2009:33), problem based learning mempunyai beberapa tujuan, antara lain:
1. Mampu memecahkan masalah secara efektif, terintegrasi, fleksibel dan berdasarkan pada pemanfaatan ilmu pengetahuan.
2. Mampu menghadapi problem dalam aktivitas kerja dan karir mereka dengan penuh inisiatif dan dan antusiasme.
3. Mampu mengarahkan kemampuan belajarnya secara mandiri untuk selalu belajar sebagai “habit” dalam hidupnya.
4. Mampu secara kontinyu memonitor dan mengukur ilmu pengetahuannya, kemampuan pemecahan masalah, dan tahu memanfaatkan kemampuan belajarnya sendiri.
5. Mampu berkolaborasi secara efektif sebagai anggota sebuah tim.

2.4.6 Sintaks pembelajaran dengan strategi PBL
Tahap Prosedur Pembelajaran Perilaku guru
1 Memberikan orientasi tentang permsalahannya kepada siswa Guru membahas tujuan pelajaran, mendiskripsikan barbagai kebutuhan logistik penting, dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah.
2 Mengorganisasikan siswa untuk meneliti Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang berhubungan dengan masalah
3 Membantu penyelidikan sendiri dan kelompok Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi
4 Menghasilkan dan menyajikan hasil karya dan memamerkan Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil karya yang sesuai seperti: laporan, vidio-vidio, model-model, dan membantu mereka berbagai tugas mereka dengan yang lainnya
5 Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah Guru membantu siswa untuk merefleksi dan mengadakan evaluasi terhadap penyelidikan dan proses-proses belajar yang mereka pergunakan
(Sumber: Arends, 2009:57)
2.4.7 Manfaat Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)
Menurut Smith (dalam Amir, 2009:26), ada 6 (enam) manfaat PBL antara lain:
a. Menjadi lebih ingat dan meningkat pemahamannya atas materi ajar,
b. Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan,
Banyak kritik pada dunia pendidikan kita, bahwa apa yang diajarkan di kelas-kelas sama sekali jauh dari apa yang terjadi di dunia praktik,
c. Mendorong untuk berpikir,
Dengan proses yangh mendorong pembelajar untuk mempertanyakan, kritis reflektif, maka manfaat ini bisa berpeluang terjadi.
d. Membangun kerja tim, kepemimpinan, dan ketrampilan sosial
Karena di kerjakan dalam kelompok-kelompok kecil, maka PBL yang baik dapat mendorong terjadinya pengembangan kecakapan kerja tim dan kecakapan sosial.
e. Membangun kerja tim, kepemimpinan, dan ketrampilan sosial, membangun kecakapan belajar (life-long learning skills)
Pembelajar perlu dibiasakan untuk mampu belajar terus-menerus. Ilmu, ketrampilan yang mereka butuhkan nanti akan terus berkembang, apapun bidang pekerjaannya.
f. Memotivasi pembelajar.
Memotivasi belajar pembelajar, terlepas dari apapun metode yang kita gunakan, selalu menjadi suatu tantangan. Dengan PBL mempunyai peluang untuk membangkitkan minat dari dalam diri pemelajar, karena menciptakan masalah dengan konteks pekerjaan.

2.4.8 Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)
Menurut Amir (2009:32-33), sebagai suatu pembelajaran berbasis masalah, memiliki beberapa kelebihan, di antaranya:
a. Punya keaslian seperti di dunia kerja. Masalah yang disajikan, sedapat mungkin memang merupakan cerminan masalah yang di hadapi didunia kerja. Dengan demikian, pembelajar bisa memanfaatkan nanti bila menjadi lulusan yang akan bekerja.
b. Dibangun dengan memperhatikan pengetahuan sebelumnya. Masalah yang dirancang, dapat membangun kembali pemahaman pembelajar atas pengetahuan yang telah didapat sebelumnya.
c. Membangun pemikiran yang metakognitif dan konstruktif. Masalah dalam PBL akan membuat pembelajar terdorong melakukan pemikiran yang metakognitif.
d. Meningkatkan minat dan motivasi dalam pembelajaran. Dengan rancangan masalah yang menarik dan menantang, pembelajar akan tergugah untuk belajar.
e. Satuan Acara Pembelajaran (SAP) yang seharusnya menjadi sasaran mata pelajaran tetap dapat terliputi dengan baik. Sasaran itu didapat pembelajar dengan peliputan materi yang dilakukan sendiri oleh pembelajar dengan peliputan materi yang dilakukan sendiri oleh pembelajar.

2.4.9 Kelemahan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)
Menurut Sanjaya (2009:221), disamping kelebihan pembelajaran berbasis masalah, memiliki beberapa kelemahan di antaranya:
a. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
b. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
c. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk mengurangi kelemahan tersebut ialah:
1. Guru harus sabar dan kreatif membantu siswa dalam menemukan jawaban.
2. Guru memberi pengarahan kepada murid untuk saling bekerjasama dan saling membantu siswa yang kurang mampu.
3. Guru memiliki wawasan tentang berbagai strategi atau metode agar pembelajaran kondusif.

2.5 Lembar Kerja Siswa Terstruktur
Lembar Kerja Siswa yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kerja siswa terstruktur. LKS adalah lembaran-lembaran yang berisi tugas yang harus dikerjakan siswa (Majid, 2008:176). LKS ini biasanya berisi petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Tugas yang ada dalam LKS ini dapat berupa tugas teoritis dan atau tugas praktis. Tugas teoritis misalnya tugas membaca artikel tertentu, kemudian membuat resume untuk dipresentasikan. Sedangkan tugas praktis dapat berupa kerja laboratorium atau kerja lapangan.
Menurut Tabatabai (2009:6), lembar kerja siswa adalah lembar kerja yang berisi informasi dan perintah/instruksi dari guru kepada siswa untuk mengerjakan suatu kegiatan belajar dalam bentuk kerja, praktek, atau dalam bentuk penerapan hasil belajar untuk mencapai suatu tujuan. Dalam melakukan diskusi, siswa memiliki kesempatan yang lebih luas untuk mengemukakan pendapat dan siswa akan menemukan konsep berdasarkan pemahaman sendiri. Dalam berdiskusi, siswa memerlukan sarana yang salah satunya berupa lembar kerja siswa (LKS) sebagai acuan yang dapat menuntun siswa yang memahami masalah matematika.
Menurut Nurseha (2007:11), lembar kerja siswa adalah lembaran-lembaran yang digunakan sebagai pedoman di dalam pembelajaran serta berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik dalam kajian teretentu. LKS sangat baik dipergunakan dalam rangka strategi heuristik maupun ekspositorik.
Dalam strategi heuristik LKS dipakai dalam metode penemuan terbimbing, sedangkan dalam strategi ekspositorik LKS dipakai untuk memberikan latihan pengembangan.. Selain itu LKS sebagai penunjang untuk meningkatkan aktifitas siswa dalam proses belajar dapat mengoptimalkan hasil belajar.
Menurut Dhari dan Haryono (dalam Triyani, 2005:24), yang dimaksud dengan
lembar kerja siswa adalah lembaran yang berisi pedoman bagi siswa untuk melakukan kegiatan yang terprogram. Setiap LKS berisikan antara lain: uraian singkat materi, tujuan kegiatan, alat/bahan yang diperlukan dalam kegiatan, langkah kerja pertanyaan–pertanyaan untuk didiskusikan, kesimpulan hasil diskusi, dan latihan ulangan.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa LKS terstruktur adalah lembaran-lembaran yang berisikan ringkasan materi ajar yang disusun secara sistematis, kemudian diikuti dengan penyajian contoh soal dan soal-soal mulai dari yang mudah sampai yang sukar serta soal-soal pengayaan untuk mengarahkan siswa menguasai konsep tertentu agar tujuan pencapaian penguasaan konsep lebih tertanam dan mempermudah pelaksanaan pembelajaran.

2.5.1 Tujuan Lembar Kerja Siswa
Menurut Nurseha (2007:12), tujuan dari penyiapan LKS dalam kegiatan belajar mengajar adalah sebagai berikut:
1. Memberikan pengetahuan dan sikap serta ketrampilan yang perlu dimiliki siswa,
2. Mengecek tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang telah disajikan,
3. Mengembangkan dan menerapkan materi pelajaran yang sulit dipelajari.
2.5.2 Peran dan Fungsi Lembar Kerja Siswa

Menurut Nurseha (2007:14), peran LKS sangat besar dalam proses pembelajaran karena dapat meningkatkan aktifitas siswa dalam belajar dan penggunaannya dalam pembelajaran geografi dapat membantu guru untuk mengarahkan siswanya menemukan konsep-konsep melalui aktifitasnya sendiri. Disamping itu LKS juga dapat mengembangkan ketrampilan proses, meningkatkan aktifitas siswa dan dapat mengoptimalkan hasil belajar.
Menurut Nurseha (2007:14), lembar kerja siswa mempunyai fungsi antara lain:
a. Untuk tujuan latihan
Siswa diberikan serangkaian tugas/aktivitas latihan. Lembar kerja seperti ini sering digunakan untuk memotivasi siswa ketika sedang melakukan tugas latihan.
b. Untuk menerangkan penerapan (aplikasi)
Siswa dibimbing untuk menuju suatu metode penyelesaian soal dengan kerangka penyelesaian dari serangkaian soal-soal tertentu. Hal ini bermanfaat ketika kita menerangkan penyelesaian soal aplikasi yang memerlukan banyak langkah. Lembaran kerja ini dapat digunakan sebagai pilihan lain dari metode tanya jawab, dimana siswa dapat memeriksa sendiri jawaban pertanyaan itu.
c. Untuk kegiatan penelitian
Siswa ditugaskan untuk mengumpulkan data tertentu, kemudian menganalisis data tersebut. Misalnya dalam penelitian statistika.
d. Untuk penemuan
Dalam lembaran kerja ini siswa dibimbing untuk menyelidiki suatu keadaan tertentu, agar menemukan pola dari situasi itu dan kemudian menggunakan bentuk umum untuk membuat suatu perkiraan. Hasilnya dapat diperiksa dengan observasi dari contoh yang sederhana.
e. Untuk penelitian hal yang bersifat terbuka.
Penggunaan lembaran kerja siswa ini mengikutsertakan sejumlah siswa dalam penelitian dalam suatu bidang tertentu

2.6 Kemampuan Pemecahan Masalah
Menurut Suherman (2001:83), pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa di mungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta ketrampilan yang sudah dimiliki untuk di terapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Namun demikian, kenyataan di lapangan menunjukan bahwa kegiatan pemecahan masalah dalam proses pembelajaran matematika belum dijadikan sebagai kegiatan utama. Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang kegitan tersebut dapat dikatan merupakan inti dari kegiatan pembelajaran matematika sekolah. Selain itu, Suryadi (dalam suherman, 2001:83), dalam surveinya tentang ”Curent situation on mathematics and science education in Bandung” antara lain menemukan bahwa pemecahan masalah matematika merupakan kegiatan matematik yang di anggap baik oleh para guru maupun siswa di semua tingkatan mulai dari sekolah Dasar sampai SMU.
Menurut Shadiq (2009:11), inti dari belajar memecahkan masalah adalah para siswa hendaknya terbiasa mengerjakan soal-soal yang tidak hanya memerlukan ingatan yang baik saja. Karenanya, disamping diberi masalah-masalah yang menantang, selama di kelas, seorang guru matematika dapat saja memulai proses pembelajarannya dengan mengajukan masalah kontekstual yang cukup menantang dan menarik bagi para siswa. Siswa dan guru lalu bersama-sama memecahkan masalahnya tadi sambil membahas teori-teori, definisi maupun rumus-rumus matematikanya. Menurut Cooney (dalam Shadiq, 2009:3), ”the action by which a teacher encourages students to accept a challenging question and guides them in their resolution”. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran pemecahan masalah adalah suatu tindakan (action) yang dilakukan guru agar para siswanya termotivasi untuk menerima tantangan yang ada pada pertanyaan (soal) dan mengarahkan para siswa dalam proses pemecahannya. Keterampilan serta kemampuan berpikir yang didapat ketika seseorang memecahkan masalah diyakini dapat ditransfer atau digunakan orang tersebut ketika menghadapi masalah di dalam kehidupan sehari-hari.
Gagne (dalam Tegeh, 2009:29), pemecahan masalah dapat di pandang sebagai sebuah proses dimana pebelajar menemukan kombinasi aturan yang telah di pelajari sebelumnya dan aplikasi mereka, sehingga mencapai solusi bagi situasi masalah baru. Dalam melakukan proses berpikir, pembelajar mungkin mencoba sejumlah hipotesis dan mengetes kemampuan dapat diterapkannya. Mayer dan Wittrock (dalam Tegeh, 2009:29), pemecahan masalah berarti menemukan atau menciptakan solusi baru bagi masalah atau menerapkan aturan baru pada apa yang dipelajari.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal. Ketika siswa menemukan aturan kombinasi baru yang cocok, mereka tidak hanya memecahkan masalah, tetapi juga belajar sesuatu yang baru.
2.6.1 Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah
Menurut Polya (dalam Suherman, 2001: 84-85), solusi soal memuat 4 (empat) langkah penyelesaian adalah sebagai berikut:
1. Memahami masalah
Fase pertama dalam memahami masalah. Tanpa adanaya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, siswa tidak mungkin mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan benar. Setelah siswa dapat memahami masalahnya dengan benar, selanjutnya mereka harus mampu menyusun rencana penyelesaian masalah.
2. Merencanakan pemecahannya
Kemampuan melakukan fase kedua ini sangat tergantung pada pengalaman siswa dalam menyelesaikan masalah. Pada umumnya, semakin bervariasi pengalaman mereka, ada kecenderungan siswa lebih kreatif dalam menyusun rencana penyelesaian suatu masalah.
3. Menyelesaikan masalah sesuai rencana
Jika rencana penyelesaian suatu masalah telah dibuat, baik secara tertulis atau tidak, selanjutnya dilakukan penyelesaian masalah sesuai dengan rencana yang dianggap paling tepat
4. Melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan. Dan langkah terakhir dari proses penyelesaian masalah adalah melakukan pengecekan atas apa yang telah dilakukan mulai dari fase pertama sampai fase penyelesaian ketiga. Dengan cara seperti ini maka berbagai kesalahan yang dilakukan dapat terkoreksi kembali sehingga siswa dapat sampai pada jawaban yang benar sesuai dengan masalah yang diberikan.
Keempat langkah-langkah diatas, sesuai dengan indikator kemampuan pemecahan masalah dalam penelitian, yaitu mengaitkan pembelajaran realita dan mendorong siswa untuk aktif memecahkan masalah dalam proses pembelajaran.

2.7 Penerapan Rancangan Strategi Pembelajaran Problem Based Learning
Kegiatan Guru Kegitan Siswa Strategi
pembelajaran Waktu
Kegiatan Awal:
1. Guru membuka pelajaran dengan ucapan salam dan doa
2. Guru mengabsen siswa
3. Guru menunjuk beberapa siswa untuk mengerjakan PR pertemuan sebelumnya
4. Apresiasi adalah dengan cara bertanya tentang materi sebelumnya
Kegiatan inti:
1. Guru memotivasi siswa untuk berpikir tentang materi lingkaran dalam dan lingkaran luar segitiga
2. Guru memberikan soal kepada siswa
3. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencari jawaban dari soal yang telah diberikan
4. Guru mengamati kegiatan tiap-tiap siswa
5. Guru menginstruksikan kepada semua siswa untuk mencari jawaban sendiri terhadap soal yang di berikan
6. Guru meminta perwakilan dari siswa untuk mengerjakan di depan kelas
7. Guru mengarahkan kepada siswa yang lain untuk melakukan pemecahan juga
8. Guru mengarahkantentang hasil kesimpulan dari jawaban siswa.


Kegiatan Penutup:
1. Mengarahkan kesimpulan dari materi yang baru saja di bahas
2. Memberi tugas rumah (PR)
3. Guru menutup pelajaran dengan salam Kegiatan Awal:
1. Menjawab salam dan membaca doa
2. Menjawab guru yang mengabsen
3. Beberapa siswa mengerjakan PR ke depan kelas

4. Menjawab pertanyaan guru.


Kegiatan inti:
1. Siswa mencari tahu dan berpikir tentang materi lingkaran dalam dan lingkaran luar segitiga segi tiga


2. Siswa mengejakan soal yang di berikan oleh guru
3. Siswa merespon perintah guru dan memecahkan kembali soal yang telah diberikan oleh guru

4. Siswa mencari solusi terhadap soal yang telah di berikan
5. Siswa merespon terhadap instruksi guru


6. Perwakilan dari siswa mengerjakan soal di depan kelas

7. Siwa yang lain melakukan pemecahan tentang soal yang di kerjakan
8. Semua siswa menyimpulkan tentang materi dan soal di pelajari.


Kegiatan Penutup:
1. Siswa menyimpulkan tentang materi yang baru saja di bahas
2. Siswa mencatat tugas rumah
3. Siswa menjawab salam


















Problem Based Learning








































10 Menit






















95 Menit
























10 menit

2.8 Lingkaran Dalam dan Lingkaran Luar Segitiga
2.8.1 Lingkaran Dalam Segitiga
Lingkaran dalam segitiga adalah lingkaran yang terletak di dalam segitiga dan menyinggung ketiga sisinya (Nuharini, 2008:187).
1. Melukis Lingkaran Dalam Segitiga
Titik pusat lingkaran dalam segitiga merupakan titik potong ketiga garis bagi sudut suatu segitiga. Langkah-langkah melukis lingkaran dalam segitiga sebagai berikut.
1. Lukis ABC, kemudian lukis garis bagi ABC.



Gambar 2.1
2. Lukis pula garis bagi CAB sehingga kedua garis bagi berpotongan di titik P.










Gambar 2.2

3. Lukis garis PQ AB sehingga memotong garis AB di titik Q.
Lukis lingkaran berpusat di titik P dengan jari-jari PQ.
Lingkaran tersebut merupakan lingkaran dalam ABC.








Gambar 2.3

2. Menentukan Panjang Jari-jari Lingkaran Dalam Segitiga
Untuk menenetukan panjang jari-jari lingkaran dalam suatu segitiga pengetahuan prasyarat yang perlu dikuasai adalah pembahasan mengenai rumus luas segitiga,



Gambar 2.4
keliling segitiga serta garis tinggi segitiga.
Rumus keliling dan luas segitiga.
Perhatikan ABC pada Gambar 2.4
Panjang sisi di hadapan A dinyatakan dengan a.
Panjang sisi di hadapan B dinyatakan dengan b.
Panjang sisi di hadapan C dinyatakan dengan c.
Keliling segitiga adalah jumlah seluruh panjang sisi segitiga.
Jika keliling ABC dinyatakan dengan 2s maka



Selanjutnya menentukan rumus luas segitiga yang diketahui panjang alas dan tingginya, yaitu

Kali ini, akan menentukan rumus luas segitiga yang dinyatakan dengan keliling segitiga. Dalam hal ini, akan menentukan rumus luas segitiga yang diketahui panjang ketiga sisinya dengan memanfaatkan rumus keliling segitiga =
perhatikan ABC pada Gambar 2.5
Pada gambar tersebut, garis tinggi CD dinyatakan dengan tc dan panjang AD dinyatakan dengan x. Karena diketahui panjang AB = c, maka panjang DB = c – x.





Gambar 2.5

Perhatikan bahwa ADC siku-siku di titik D, sehingga diperoleh:

....................................................................................................(i)

Perhatikan BDC pada Gambar 2.5.

BDC siku-siku di titik D, sehingga diperoleh



...............................................................................................(ii)
Jadi, panjang AD = x = . Selanjutnya, dengan memanfaatkan rumus tersebut, kita akan menentukan rumus garis
tinggi .
Berdasarkan persamaan (i) dan (ii) diperoleh








Berdasarkan uraian di atas, diperoleh rumus garis tinggi adalah

Dengan demikian, rumus luas ABC adalah


Jadi, luas segitiga yang diketahui panjang ketiga sisinya dapat ditentukan dengan rumus
Selanjutnya, rumus luas segitiga tersebut digunakan untuk menentukan rumus panjang jari-jari lingkaran dalam dan lingkaran luar segitiga.




Gambar 2.6
Pada gambar tersebut lingkaran dengan pusat di titik O adalah lingkaran dalam dari
ABC. Perhatikan bahwa ABC terbentuk AOC, AOB, dan BOC.
Misalkan panjang sisi BC = a, AC = b, AB = c, jari-jari lingkaran = OD = OE = OF = r, keliling ABC = AB + BC + AC = 2s, dan luas ABC = L.
Dengan demikian,
luas ABC = luas AOC + luas AOB + luas BOC



atau






Kesimpulan dari uraian di atas adalah sebagai berikut:








(Sumber: Nuharini, 2008:187-191)


2.8.2 Lingkaran Luar Segitiga
Menurut Nuharini (2008:192) lingkaran luar segitiga adalah lingkaran yang terletak di luar segitiga dan melalui ketiga titik sudut segitiga tersebut. Titik pusat lingkaran luar segitiga adalah titik potong ketiga garis sumbu sisi-sisi segitiga.
1. Melukis Lingkaran Luar Segitiga
Menurut Nuharini (2008:192) langkah-langkah melukis lingkaran luar segitiga antara lain:
a. Lukis ABC, kemudian lukis garis sumbu sisi AB.



Gambar 2.1
b. Lukis pula garis sumbu sisi BC, sehingga kedua garis sumbu saling berpotongan di titik P.














Gambar 2.2

c. Lukis lingkaran berpusat di P dengan jari-jari PB. Lingkaran tersebut merupakan lingkaran luar ABC.







Gambar 2.3

2. Menentukan Panjang Jari-jari Lingkaran Luar Segitiga
Untuk menentukan panjang jari-jari lingkaran luar segitiga, perhatikan Gambar 2.4. Pada gambar tersebut, lingkaran yang berpusat di titik O adalah lingkaran luar ABC.




Gambar 2.3
Misalkan:
OB = OC = OE = r;
BC = a, AC = b, AB = c;
luas ABC = L.
Tariklah garis tinggi CD dan diameter CE.
Amatilah ADC dan EBC.
CAD = CEB (sudut keliling yang menghadap busur yang sama) dan ADC = EBC (siku-siku). Akibatnya ACD = ECB.
Hal itu menunjukkan bahwa ADC sebangun dengan EBC, sehingga diperoleh perbandingan sebagai berikut.

Di lain pihak, diperoleh
Luas


Dengan menyubstitusikan persamaan (iii) ke persamaan (ii), maka
Diperoleh

(karena EC = d = 2r)
atau





Simpulan dari uraian di atas adalah sebagai berikut:










(Sumber: Nuharini, 2008:187-191)

2.9 Hasil Penelitian yang Relevan
Ada banyak penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan problem based learning. Berikut ini disajikan beberapa penelitian beserta hasil penelitiannya, antara lain:
1) Penelitian Astiti pada tahun 2007 di SMP Negeri 5 Semarang menunjukan bahwa penerapan pembelajaran berdasarkan masalah (problem based learning) dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
2) Penelitian Candra pada tahun 2008 di SMP Muhammadiyah 1 Kartasura menunjukkan bahwa penerapan problem based learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
3) Penelitian Badawi pada tahun 2008 di SMP Islam Batu menunjukkan bahwa penerapan problem based learning dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.
Dari beberapa penelitian di atas menunjukkan bahwa penerapan strategi pembelajaran problem based learning dapat mengatasi berbagai permasalahan yang ada di dalam kelas. Berdasarkan hal tersebut peneliti mengembangkan penerapan strategi pembelajaran problem based learning dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian
3.1.1 Pendekatan
Penellitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dengan menggunakan penerapan strategi pembelajaran problem based learning dengan menggunakan LKS dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah materi garis singgung lingkaran siswa kelas VIII B MTs Hasyim Asy’ari Pakis Tahun Pelajaran 2009/2010.
Dalam penelitian ini, peneliti ingin mendapatkan data yang mendalam tentang penerapan strategi pembelajaran problem based learning dengan menggunakan Lembar kerja siswa untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa, sehingga pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2006:4), mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Artinya bahwa penelitian yang dilakukan merupakan penelitian langsung terhadap kejadian sosial di dalam kelas yang diteliti dan memahaminya tanpa meramalkan sebelumnya serta mengembangkan kesimpulan-kesimpulan umum sementara yang mendorong pengamatan lebih lanjut.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena sesuai dengan ciri-ciri penelitian kualitatif. Menurut Moleong (2006:8-13), penelitian kualitatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) latar alamiah, (2) manusia sebagai alat (instrumen), (3) metode kualitatif, (4) analisis data secara induktif, (5) teori dari dasar (greounded theory), (6) deskriptif, (7) lebih mementingkan proses dari pada hasil, (8) adanya batas yang ditentukan oleh fokus, (9) adanya kriteria khusus untuk keabsahan data, (10) desain yang bersifat sementara, (11) hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama.
3.1.2 Jenis Penelitian
Penelitian ini dapat digolongkan ke dalam jenis penelitian tindakan (action research). Carr dan Kemmis (dalam Wiyono, 2009:1), menyatakan bahwa penelitian tindakan (action research) merupakan suatu bentuk penelitian refleksi diri kolekktif yang dilakukan peserta-pesertanya dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan keadilan tentang praktik pendidikan dan praktik sosial mereka, serta pemahamannya terhadap praktik-praktik tersebut dan situasi tempat praktik tersebut dilaksanakan. Lebih lanjut Wiyono (2009:2) mengemukakan penelitian tindakan adalah suatu bentuk penelitian reflektif mandiri yang dilakukan oleh guru atau personel pendidikan lainnya untuk memperbaiki praktik-praktik pendidikan atau pembelajaran dalam rangka untuk meningkatkan proses dan hasil belajar.
Dalam penelitian ini, karena subyek yang hendak diteliti adalah sekelompok siswa di dalam kelas, maka jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian tindakan kelas (classroom action research). Menurut Wiriaatmadja (2007:13), penelitian tindakan kelas adalah sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktik pembelajaran mereka, dan belajar dari pengalaman mereka sendiri. Selama penelitian, peneliti terlibat langsung di dalam proses penelitian sejak awal sampai dengan hasil penelitian yang berupa laporan, oleh karena itu penelitian ini dapat dikatakan sebagai penelitian tindakan kelas partisipan (Aqib, 2006:20).

3.2 Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian kualitatif, kehadiran peneliti di lapangan mutlak diperlukan. Peneliti merupakan alat atau instrumen pengumpul data utama. Hal itu dilakukan karena memungkinkan untuk mengadakan penyesuaian terhadap kenyataan yang ada di lapangan. Moleong (2006:168), kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit. Peneliti sekaligus merupakan perencana, pelaksana, pengumpul data, analisis, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya. Pengertian alat atau instrumen di sini tepat karena ia menjadi segalanya dari keseluruhan proses penelitian.
Melihat tingkat kerumitan kedudukan peneliti, maka diperlukan kehadiran dua pengamat yaitu ibu Indra Komala Dewi,S.Pd sebagai pengamat I dan saudara Hermanto sebagai pengamat II yang diharapkan dapat membantu dalam mendokumentasikan dan mengumpulkan data yang diperlukan. Dalam rancangan penelitian tindakan, peneliti sekaligus merupakan pemberi tindakan. Kehadiran pengamat akan sangat membantu dalam mengamati peristiwa-peristiwa dan fakta-fakta selama tindakan. Dalam penelitian ini pengamatan dilakukan oleh seorang guru dan seorang teman sejawat dari peneliti, yang secara khusus diminta untuk melakukan kegiatan pengamatan tindakan tersebut.


3.3 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di MTs Hasym Asy’ari pada semester genap tahun pelajaran 2009-2010. Sebagai subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII B yang berjumlah 30 siswa. Pengambilan kelas VIII B sebagai subyek penelitian ini didasari oleh beberapa hal antara lain: (1) Kurang tepatnya metode yang di gunakan seorang guru matematika dalam menyampaikan pokok bahasan tertentu akan mempengaruhi prestasi belajar siswa, (2) Siswa lebih pasif dalam proses pembelajaran berlangsung, di karenakan guru masih menggunakan strategi pembelajaran konvensional, (3) Kemampuan siswa heterogen, sehingga di dalam kelas hanya di dominasi oleh beberapa siswa sedangkan siswa lain merasa minder, dan (4) Siswa tidak merasa malu dalam membuat keramaian, di sebabkan oleh semua berjenis kelamin perempuan tanpa ada rasa sungkan dalam bertingkah..
Data di atas diperoleh melalui wawancara yang dilakukan terhadap guru matematika MTs Hasym Asy’ari dan melalui pengamatan waktu Survey lapangan
3.4 Data dan Sumber Data
Menurut Arikunto(2002:107), sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data diperoleh. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari 2 yaitu:
1. Data kualitatif yaitu, proses pembelajaran, kegiatan guru, dan kegiatan siswa yang diperoleh dari hasil observasi kegiatan guru dan observasi kegiatan siswa, catatan lapangan dan hasil wawancara.
2. Data kuantitatif yaitu, hasil tes dan LKS yang diperoleh dari dokumen hasil tes setiap akhir siklus, dan nilai akhir LKS. Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII B MTs Hasyim Asy’ari Pakis tahun pelajaran 2009/2010 yang berjumlah 30 siswa, subyek yang dipilih dalam wawancara yaitu 6 siswa dengan ketentuan 2 siswa berkemampuan tinggi, 2 siswa berkemampuan sedang, dan 2 siswa berkemampuan rendah. Pengambilan subyek wawancara dilihat berdasarkan skor yang diperoleh siswa dalam mengerjakan LKS. Wawancara dilakukan untuk mengetahui respon siswa terhadap materi yang diberikan melalui strategi pembelajaran problem based learning disertai LKS.

3.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi, catatan lapangan, tes, wawancara, dan dokumentasi.
1. Observasi
Menurut Arikunto (2006:156), observasi merupakan kegiatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indera. Kegiatan pengamatan atau observasi dalam penelitian ini dilakukan oleh peneliti dan pengamat. Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari lembar observasi aktivitas siswa dan observasi pengelolaan pembelajaran guru.
Lembar observasi aktivitas siswa digunakan untuk melihat dan mengamati aktivitas siswa secara langsung selama mengikuti proses pembelajaran. Sedangkan lembar observasi pengelolaan pembelajaran guru digunakan untuk mengamati kegiatan guru (peneliti) selama mengajar menggunakan strategi pembelajaran problem based learning. Untuk mengisi lembar observasi aktivitas siswa dan lembar observasi pengelolaan pembelajaran guru, peneliti dibantu oleh dua orang pengamat yaitu guru mata pelajaran matematika dan teman sejawat.
2. Catatan Lapangan
Menurut Bogdan dan Biklen (dalam Moleong, 2006:209), catatan lapangan adalah catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif. Catatan lapangan dalam penelitian ini diperlukan untuk melengkapi data yang tidak terekam atau tercantum dalam lembar observasi dan wawancara, sehingga tidak ada data penting yang terlewatkan.
3. Tes
Menurut Sudjana (dalam Sukardi, 2003:138), tes merupakan prosedur sistematik dimana individual yang dites direpresentasikan dengan suatu set stimuli jawaban mereka yang dapat menunjukkan ke dalam angka. Dalam penelitian ini, soal tes yang digunakan berbentuk subyektif dengan jumlah 4 item soal. Adapun tujuan dilaksanakannya tes dalam penelitian ini, yaitu (1) mengetahui efektifitas penerapan strategi pembelajaran problem based learning pada materi lingkaran dalam dan lingkaran luar segitiga, (2) mengetahui kemampuan pemecahan masalah siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika, dan (3) mengetahui ketuntasan belajar siswa yang juga digunakan untuk merumuskan analisis dan refleksi tindakan selanjutnya.
4. Wawancara
Menurut Moleong (2006:186), wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (pihak yang mengajukan pertanyaan) dan terwawancara (pihak yang memberikan jawaban). Wawancara dalam penelitian ini dilakukan kepada guru mata pelajaran matematika dan beberapa siswa kelas VIII. Tujuannya adalah untuk mengetahui sejumlah informasi tentang kondisi sekolah dan siswa, proses pembelajaran yang diterapkan di sekolah khususnya di kelas VIII B, dan mengetahui informasi tentang proses pembelajaran yang dilakukan peneliti selama memberikan tindakan.

3.6 Instrumen Penelitian
Menurut Arikunto (2006:160), instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Lembar Pengamatan
Lembar pengamatan terdiri dari lembar pengamatan pembelajaran guru dengan problem based learning, lembar pengamatan aktivitas siswa dan lembar pengamatan peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa. Pengamatan dilaksanakan selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
2. Pedoman Wawancara
Wawancara dalam penelitian ini dilakukan kepada guru mata pelajaran matematika dan siswa kelas VIII B. Wawancara dilakukan berdasarkan pedoman wawancara yang telah disusun oleh peneliti. Wawancara dengan guru matematika dilakukan sebelum pemberian tindakan. Sedangkan wawancara dengan siswa dilakukan setelah pemberian tindakan.
3. Lembar Catatan Lapangan
Lembar catatan lapangan ini digunakan untuk mencatat kasus-kasus yang berhubungan dengan kegiatan pembelajaran yang tidak terekam lembar pengamatan. Lembar catatan lapangan ini diisi oleh pengamat.
4. Soal Tes
Soal tes merupakan instrumen dari tes. Soal tes yang akan digunakan dalam penelitian ini untuk menilai dan mengukur kemampuan pemecahan masalah siswa serta mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa setiap akhir siklus. Soal tes dalam penelitian ini berupa tes essay yang disesuaikan dengan indikator pemecahan masalah.
Jenis-jenis soal dalam penelitian meliputi:
a. Masalah (lampiran 6)
b. Lembar kerja siswa (lampiran 7)
c. Latihan soal (lampiran 9 dan 11)

Kisi-kisi soal
Indikator No Soal

a. Siswa dapat melukis lingkaran dalam segitiga dan menemukan jari-jari lingkaran dalam segitiga
• Siklus 1 pertemuan pertama
Masalah 1, LKS 1 no 1, 2, 3, 4, dan 5, soal latihan 1 no 1 dan 2
• Siklus 1 pertemuan kedua
Masalah 2, Masalah 3, LKS 2 no 1, 2, 3, 4, dan 5, soal latihan 2 no 1, 2 dan 3
• Tes akhir siklus 1 no 1, 2, 3, dan 4
b. Siswa dapat melukis lingkaran luar segitiga dan menemukan jari-jari lingkaran luar segitiga • Siklus 2 pertemuan kedua
Masalah 4, LKS 3 no 1, 2, 3, 4, dan 5, soal latihan 1 no 1, 2, 3, dan 4
• Siklus 2 pertemuan kedua
Masalah 5, LKS 4 no 1, 2, 3, 4, dan 5, soal latihan 2 no 1, 2, 3, dan 4
• Tes akhir siklus 2 no 1, 2, 3, dan 4
c. Siswa dapat menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan/ bukti terhadap beberapa solusi materi lingkaran dalam dan lingkaran luar segitiga.

Refleksi



3.7 Teknik Analisis Data
Menurut Moleong (2006:247), proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto, dan sebagainya. Analisis data dalam suatu penelitian merupakan langkah penting sebab dalam tahap ini data yang diperoleh, dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa sampai menghasilkan suatu kebenaran. Analisis data dilakukan setiap kali pemberian tindakan berakhir.
Teknik analisis data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu analisis data kualitatif dan analisis data kuantitatif. Adapun penjelasan dari masing-masing analisis data tersebut adalah sebagai berikut:
3.7.1 Analisis Data Kualitatif
Data-data kualitatif yang dianalisis dalam penelitian ini adalah hasil observasi, hasil catatan lapangan, dan hasil wawancara. Menurut Bogdan dan Biklen (dalam Moleong, 2006:248), analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesis, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Teknik analisis data yang digunakan adalah model Miles dan Huberman (dalam Madya, 2006:76), yaitu meliputi kegiatan (1) mereduksi data, (2) menyajikan data, dan (3) penarikan kesimpulan dan verifikasi.
1. Reduksi data (data reduction)
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting dari data-data observasi, wawancara dan catatan lapangan, dicari tema dan polanya dan membuang data-data yang tidak perlu (Sugiono, 2006:338). Dengan demikian, data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.
2. Penyajian Data (data display)
Penyajian data yaitu kegiatan menyajikan data hasil reduksi dalam bentuk teks yang bersifat naratif. Data yang telah disajikan tersebut selanjutnya ditafsirkan dan dievaluasi untuk dapat merencanakan pelaksanaan selanjutnya.
3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Penarikan kesimpulan dan verifikasi yaitu memberikan kesimpulan atau penjelasan mengenai data yang diperoleh dilapangan dan didukung bukti-bukti yang valid dan konsisten.
Analisis data yang digunakan untuk menganalisis data penerapan langkah-langkah strategi pembelajaran problem based learning yaitu dengan analisis deskriptif. Analisis yang dilakukan oleh peneliti baik dari aspek guru maupun siswa, yang kemudian dibandingkan tingkat keberhasilan tindakan dari setiap siklus.
Data-data yang diperoleh tersebut dibandingkan berdasarkan rumus prosentase keberhasilan tindakan sebagai berikut:
∑ Skor yang dicapai
Persentase Keberhasilan = X 100%
∑ Skor maksimum

Taraf keberhasilan tindakan disesuaikan dengan prosentase keberhasilan tindakan yang telah dihitung. Penentuan taraf keberhasilan tindakan seperti yang telihat pada Tabel 3.1 berikut:
Tabel 3.1 Persentase Taraf Keberhasilan Tindakan Kelas VIII B

No % Keberhasilan Tindakan Taraf Keberhasilan NIlai Huruf Nilai Angka
1 81 – 100% Sangat Baik A 5
2 61 – 80% Baik B 4
3 41 – 60% Cukup C 3
4 21 – 40 % Kurang D 2
5 0 – 20% Sangat Kurang E 1
(Sumber: Riduwan dan Akdon, 2005:17-18)
3.7.2 Analisis Data Kuantitatif
Data kuantitatif yang dianalisis dalam penelitian ini yaitu hasil LKS, dan hasil tes akhir siklus. Data yang telah diperoleh dianalisis sebagai berikut:
1. Hasil LKS
Hasil LKS siswa diperoleh dari skor hasil pengumpulan dokumen LKS yang diolah sesuai dengan format pedoman penilaian LKS yang telah disusun oleh peneliti. Sehingga diperolah skor akhir dari hasil LKS.
Tabel 3.1 Rubrik LKS
Komponen Bobot Skor Maksimal Skor Akhir
LKS 12 4 48
Latihan Soal 3 4 12
Masalah 3 4 12
Jurnal Belajar 4 4 16
Refleksi akhir pembelajaran 3 4 12
Jumlah 100

2. Hasil tes akhir siklus
Dalam penelitian ini tes digunakan untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah siswa materi lingkaran dalam dan lingkaran luar segitiga.
Siswa dapat dikatakan mampu memecahkan matematika/tuntas belajar jika terdapat  85% siswa mendapat skor tes ≥ 70. Ketentuan ini disesuaikan dengan SKBM (Standar Ketuntasan Belajar Minimum) yang berlaku di sekolah.
Cara menghitung % tuntas belajar adalah sebagai berikut:
% tuntas belajar =
Hasil analisis data dijadikan dasar untuk menentukan keberhasilan pemberian tindakan. Selain itu analisa data digunakan sebagai dasar untuk merencanakan tindakan selanjutnya, jika pemberian tindakan yang pertama tidak berhasil. Berdasarkan analisis data, maka ditentukan mana yang perlu dilakukan perbaikan untuk pelaksanaan tindakan selanjutnya. Setelah menganalisis, peneliti merenungkan hasil tindakan sebagai bahan pertimbangan apakah siklus sudah mencapai kriteria atau tidak. Jika kriteria keberhasilan tindakan telah tercapai, maka peneliti melanjutkan dengan menyusun laporan. Jika kriteria keberhasilan belum tercapai, maka peneliti mengulang tindakan I dengan memperbaiki kelemahan-kelemahan yang menyebabkan ketidakberhasilan pada tindakan I.

3.8 Pemeriksaan Keabsahan Data
Pemeriksaan terhadap keabsahan data merupakan unsur yang tidak terpisahkan dari penelitian kualitatif. Pemeriksaan keabsahan data ini harus dilaksanakan secara cermat agar penelitian yang dilakukan benar-benar dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dari segala segi.Untuk menjamin validitas data yang dikumpulkan, maka peneliti perlu memeriksa keabsahan data. Menurut Moleong (2006:324) keabsahan data merupakan hal yang penting dalam penelitian. Untuk mengecek keabsahan data akan digunakan teknik kriteria derajat kepercayaan (credibility). Derajat kepercayaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3 dari 7 teknik yang disarankan oleh Moleong (2006:327), yaitu antara lain (1) ketekunan pengamatan, (2) triangulasi, dan (3) pengecekan sejawat.

1. Ketekunan pengamatan
Ketekunan pengamatan berarti mencari secara konsisten interpretasi dengan berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisis yang konstan atau tentatif (Moleong, 2006:329). Kegiatan yang dilakukan peneliti yaitu mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan, kemudian peneliti menelaah secara rinci sampai pada suatu titik, sehingga pada pemeriksaan tahap awal tampak salah satu atau seluruh faktor yang ditelaah telah dapat dipahami dengan cara yang biasa.
2. Triangulasi
Triangulasi adalah suatu teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu di luar data (Moleong, 2006:330). Teknik triangulasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan sumber, yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini, peneliti akan membandingkan data hasil observasi antara peneliti dengan teman sejawat, data hasil tes akhir.
3. Pemeriksaan sejawat
Pemeriksaan sejawat berarti pemeriksaan yang dilakukan dengan jalan mengumpulkan rekan-rekan yang sebaya, yang memiliki pengetahuan umum yang sama tentang apa yang sedang diteliti, sehingga bersama mereka peneliti dapat me-review persepsi, pandangan dan analisis yang sedang dilakukan (Moleong, 2006:334). Dengan pengecekan sejawat diharapkan peneliti tidak menyimpang dari harapan dan data yang diperoleh benar-benar data yang valid.
3.9 Tahap-Tahap Penelitian
Tahap-tahap yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini adalah (1) pratindakan, (2) pelaksanaan tindakan, dan (3) analisis data. Rincian tahap-tahap ini dijelaskan sebagai berikut.
3.9.1 Tahap Pra Tindakan
Kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahap ini sebagai berikut.
1. Peneliti menentukan lokasi.
2. Melakukan observasi awal di lokasi penelitian yaitu MTs Hasyim Asy’ari Pakis. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui proses belajar yang meliputi guru menerangkan, bagaimana aktivitas siswa serta memperoleh data tentang jumlah siswa dan wawancara serta jadwal penelitian dan menetapkan kriteria keberhasilan.
3. Menetapkan dan merumuskan jenis tindakan yaitu kegiatan merumuskan tujuan pembelajaran dan menyusun rencana pembelajaran yang akan dilaksanakan.
4. Menentukan permasalahan yang diambil dan disesuaikan dengan latar belakang.
5. Peneliti menyelesaikan perijinan penelitian untuk disampaikan kepada kepala MTs Hasyim Asy’ari Pakis.
3.9.2 Tahap Pelaksanaan Tindakan (acting)
Pelaksanaan penelitian ini dibagi ke dalam satu tindakan, yaitu kegiatan pembelajaran materi garis singgung lingkaran dalam upaya memecahkan masalah dengan strategi pembelajaran problem based learning. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, maka tahap ini terdapat siklus yang digunakan peneliti, yaitu: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi (Arikunto, 2008:16).
Adapun model dan penjelasan tahapan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:











Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Actioan Research)
(Sumber: Arikunto, dkk, 2008:16)
(1) Perencanaan (planning);
Dalam tahap perencanaan ini peneliti menentukan titik atau fokus peristiwa yang perlu mendapatkan perhatian khusus untuk diamati, kemudian membuat sebuah instrumen pengamatan untuk membantu peneliti merekam fakta yang terjadi selama tindakan berlangsung (Arikunto, dkk, 2008:18). Pada tahap ini, peneliti menyusun rancangan/rencana penelitian, yakni menentukan materi, menyiapkan lembar observasi, rubrik penilaian kemampuan pemecahan masalah, lembar catatan lapangan, pedoman penilaian tes akhir siklus dan lain-lain.
(2) Pelaksanaan (acting);
Tahap pelaksanaan tindakan adalah pelaksanaan yang merupakan implementasi atau penerapan isi rancangan, yaitu mengenakan tindakan di kelas (Arikunto, dkk, 2008:18). Pelaksanaan tindakan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah melaksanakan pembelajaran sesuai rancangan/rencana yang telah ditentukan, yaitu pembelajaran materi lingkaran dalam dan lingkaran luar segitiga dengan menggunakan strategi pembelajaran problem based learning.
(3) Pengamatan (observing); dan
Kegiatan pengamatan adalah mengamati aktivitas siswa dan peneliti selama pelaksanaan tindakan berlangsung. Dalam penelitian ini, pengamatan dilakukan oleh peneliti sendiri dan dibantu oleh dua orang pengamat yaitu guru mata pelajaran matematika dan teman sejawat.
(4) Refleksi (reflecting).
Tahap refleksi merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan (Arikunto, dkk, 2008:19). Tahap refleksi ini dilakukan untuk melihat proses pelaksanaan tindakan secara keseluruhan. Merefleksi adalah menganalisis data-data yang telah diperoleh dari hasil observasi, rubrik penilaian kemampuan pemecahan masalah, wawancara, dan cacatan lapangan untuk diambil kesimpulan. Dalam refleksi juga dilakukan penilaian hasil tes tiap akhir siklus.
Keempat tahap dalam penelitian tindakan tersebut adalah unsur untuk membuat suatu siklus, yaitu satu putaran kegiatan beruntun yang kembali ke langkah semula. Jadi, satu siklus adalah dari tahap perencanaan sampai dengan refleksi. Menurut Wiriaatmadja (2007:103), siklus yang ditetapkan pada tiap tahap pelaksanaan dapat diakhiri apabila apa yang direncanakan sudah berjalan sebagaimana yang diharapkan dan data yang ditampilkan di kelas sudah jenuh, dalam arti tidak ada data baru yang ditampilkan dan dapat diamati, serta kondisi kelas dalam pembelajaran sudah stabil di dalam arti lain, guru sudah mampu dan menguasai keterampilan mengajar yang baru.
Untuk menentukan kapan siklus akan berhenti, kriteria yang digunakan sebagai pedoman adalah Standar Ketuntasan Belajar Minimum (SKBM) yang biasa dipakai oleh guru mata pelajaran matematika MTs Hasym Asy’ari yaitu 61%. Siswa mencapai skor tes ≥ 65 (skala 1-100) dan rata-rata kelas mencapai skor ≥ 65 (skala 1-100). Adapun kriteria lain yang juga digunakan sebagai pedoman yaitu skor rata-rata kelas kemampuan pemecahan masalah siswa telah mencapai taraf keberhasilan baik dan hasil dari lembar observasi pengelolaan pembelajaran guru serta lembar observasi siswa mencapai persentase 75%. Apabila hasil pelaksanaan tindakan pada siklus pertama ini belum mencapai kriteria yang ditetapkan, maka peneliti melanjutkan pelaksanaan tindakan pada siklus kedua dengan memperhatikan dan memperbaiki kekurangan-kekurangan pada pelaksanaan tindakan siklus pertama.



3.9.3 Tahap Analisis Data dan Pelaporan
Setelah dilakukan tindakan maka harus dilakukan analisis data dengan menggunakan kriteria-kriteria yang telah tercantum dalam sub bab analisis data. Dalam penelitian ini analisis data dilaporkan dalam bentuk tertulis.

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan mengemukakan tentang paparan data dan temuan penelitian serta pembahasan dari hasil penelitian tersebut, secara umum dapat diuraikan menjadi tiga hal, yakni (1) paparan data, (2) hasil analisis data, dan (3) pembahasan hasil penelitian.

4.1 Paparan Data
4.1.1 Paparan Data Pratindakan
Paparan data pratindakan ini merupakan gambaran keadaan siswa kelas VIII B sebelum penelitian dilaksanakan. Terlebih dahulu peneliti menentukan lokasi penelitian yaitu MTs Hasyim Asy’ari Pakis. Selanjutnya peneliti melakukan observasi ke sekolah pada hari Senin tanggal 11 April 2010 untuk meminta ijin mengadakan penelitian di MTs Hasyim Asy’ari Pakis. Peneliti menemui Kepala Sekolah MTs Hasyim Asy’ari Pakis dan bapak sekolah MTs memberikan mandat kepada bagian kurikulum sekolah MTs Hasyim Asy’ari Pakis untuk mempertemukan peneliti dengan guru matematika kelas VIII yaitu ibu Idra Komala Dewi, S.Pd untuk meminta kepastian waktu diadakan penelitian. Setelah berdiskusi, akhirnya peneliti dianjurkan melakukan penelitian pada bulan Mei. Pemilihan waktu ini karena pada bulan Mei merupakan pertama untuk siswa melakukan proses belajar mengajar dalam kelas setelah ujian tengah semester genap. Peneliti juga diberi kesempatan untuk melihat keadaan sekolah serta ruangan kelas.
Kegiatan selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti adalah mengurus perizinan pelaksanaan penelitian. Peneliti menyerahkan surat izin mengadakan penelitian dari Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Malang kepada Kepala MTs Hasyim Asy’ari Pakis pada hari Selasa tanggal 15 April 2010. Pada hari yang sama, peneliti mendapatkan izin dari Kepala Sekolah untuk mengadakan penelitian di tempat tersebut. Peneliti kemudian melakukan wawancara dengan guru mata pelajaran matematika kelas VIII yaitu ibu Indra Komala Dewi, S.Pd. Pengambilan kelas VIII B sebagai subyek penelitian ini berdasarkan beberapa pertimbangan antara lain: (1) Kurang tepatnya metode yang digunakan seorang guru matematika dalam menyampaikan pokok bahasan tertentu akan mempengaruhi prestasi belajar siswa, (2) Siswa lebih pasif dalam proses pembelajaran berlangsung, dikarenakan guru masih menggunakan strategi pembelajaran konvensional, (3) Kemampuan siswa heterogen, sehingga di dalam kelas hanya didominasi oleh beberapa siswa sedangkan siswa lain merasa minder, dan (4) Siswa tidak merasa malu dalam membuat keramaian, disebabkan oleh semua berjenis kelamin perempuan tanpa ada rasa sungkan dalam bertingkah. Secara umum, guru dalam proses pembelajaran menggunakan metode ceramah dan strategi konvensional dan tidak prnah menantang siswa untuk berpikir bagaimana caranya memecahkan suatu permasalahan
Dari ibu Indra Komala Dewi, S.Pd juga peneliti mendapat informasi bahwa kelas VIII B berjumlah 30 siswa, semua berjenis kelamin perempuan. Mata pelajaran matematika di kelas VIII B dilaksanakan selama dua kali tatap muka dalam satu minggu. Alokasi waktu satu tatap muka adalah 40 menit. Adapun jadwal mengajar di kelas VIII B yaitu pada hari Selasa jam 4-5 (09.40-11-05) dan hari Kamis jam 5-7 (11.05-13.00). Sesuai dengan kegiatan pembelajaran yang ada di kelas VIII B, guru memberitahukan bahwa penelitian bisa dimulai pada hari kamis tanggal 6 Mei 2010 dengan materi lingkaran dalam dan lingkaran luar segitiga.
Pada hari yang sama, peneliti mendapat informasi bahwa nilai standar yang merupakan acuan untuk mengetahui hasil belajar siswa yaitu lebih dari 61% siswa mencapai sesuai dengan Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM) yang telah ditetapkan sekolah.
Selanjutnya, peneliti meminta daftar nilai kelas VIII B sebagai pedoman untuk mengetahui mana siswa yang pintar, sedang, dan berkemampuan rendah. Nilai ini merupakan acuan pada saat proses belajar mengajar dengan penerapan strategi pembelajaran problem based learning. Selain nilai kelas VIII B, peneliti memperoleh nilai kelas VIII lainnya juga (dapat dilihat pada Lampiran 17) sebagai bukti bahwa kelas VIII B merupakan kelas dengan nilai rata-rata rendah.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas belum maksimal. Dari letak kekurangan tersebut, kemudian peneliti membuat rancangan strategi pembelajaran yaitu strategi pembelajaran problem based learning serta dijadikan pedoman untuk merencanakan siklus I. Peneliti dibantu oleh dua observer yaitu ibu Indra Komala Dewi, S.Pd selaku guru matematika sebagai observer pertama dan saudara Hermanto yang merupakan rekan sejawat sebagai observer kedua.


4.1.2 Paparan Data Tindakan Siklus I
4.1.2.1 Tahap Perencanaan (Planning) I
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan peneliti antara lain:
1. Menentukan materi pembelajaran yang akan disampaikan yaitu lingkaran dalam segitiga yang meliputi melukis lingkaran dalam segitiga dan menentukan panjang jari-jari lingkaran dalam segitiga.
2. Menyusun rencana pembelajaran, lembar kerja siswa dan lembar pengamatan. Untuk hasil penyusunan rencana pembelajaran dapat dilihat pada lampiran 1 dan 10. Hasil penyusunan lembar kerja siswa dapat dilihat pada lampiran 2a, 2b, 11a, dan 11b. serta lembar pengamatan yang terdiri dari lembar pengamatan aktivitas peneliti sebagai guru, aktivitas siswa dapat dilihat pada lampiran 5, 6, 7 dan 13.
3. Menetapkan taraf presentase keberhasilan tindakan. Untuk presentase keberhasilan tindakan Data-data yang diperoleh tersebut dibandingkan berdasarkan rumus prosentase keberhasilan tindakan sebagai berikut:
∑ Skor yang dicapai
Persentase Keberhasilan = X 100%
∑ Skor maksimum

Taraf keberhasilan tindakan disesuaikan dengan prosentase keberhasilan tindakan yang telah dihitung. Penentuan taraf keberhasilan tindakan seperti yang telihat pada Tabel 3.1 berikut:




Tabel 3.1 Persentase Taraf Keberhasilan Tindakan Kelas VIII B

No % Keberhasilan Tindakan Taraf Keberhasilan NIlai Huruf Nilai Angka
1 81 – 100% Sangat Baik A 5
2 61 – 80% Baik B 4
3 41 – 60% Cukup C 3
4 21 – 40 % Kurang D 2
5 0 – 20% Sangat Kurang E 1
(Sumber: Riduwan dan Akdon, 2005:17-18).
4. Membuat instrumen penelitian yang meliputi:
a. Lembar observasi aktivitas guru (Lampiran 5),
b. Lembar observasi aktivitas siswa (Lampiran 6),
c. Cacatan lapangan (Lampiran 7),
d. Tes akhir siklus I (Lampiran 8),
e. Pedoman wawancara (Lampiran 9),
4.1.2.2 Tahap Tindakan (Action) I
Pelaksanaan tindakan I ini terdiri dari tiga kali tatap muka, yakni pertemuan/pembelajaran I, pertemuan II dan terakhir adalah tes akhir siklus I dengan materi lingkaran dalam segitiga. Pada pelaksanaan tindakan ini yang betindak sebagai pengajar adalah peneliti sendiri dan sebagai observer yaitu ibu Indra Komala Dewi, S.Pd selaku guru matematika sebagai observer pertama dan saudara Hermanto yang merupakan rekan sejawat sebagai observer kedua. Secara rinci kegiatan tahap pelaksanaan tindakan siklus I dijelaskan sebagai berikut:
a. Pertemuan I
Sesuai rencana yang telah ditetapkan sebelumnya, hari Kamis tanggal 6 mei 2010 peneliti memberikan tindakan pembelajaran matematika siswa kelas VIII B MTs Hasyim Asy’ari Pakis menggunakan strategi problem based learning pada lingkaran dalam segitiga meliputi melukis lingkaran dalam segitiga dan menentukan panjang jari-jari lingkaran dalam segitiga. Peneliti bertindak sebagai guru dalam proses pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran berlangsung selama 3 x 40 menit, yaitu pada jam pelajaran 5 – 7 (10.05 – 13.00 WIB). Pada pertemuan ini, pembelajaran dilaksanakan dengan tujuan memecahkan masalah yang berkaitan dengan lingkaran dalam segitiga.
1. Kegiatan awal
Peneliti membuka proses pembelajaran dengan salam dan do’a. Peneliti kemudian mengabsen siswa agar lebih mengenal dan akrab dengan siswa. Kegiatan yang dilakukan oleh peneliti selanjutnya adalah memberi motivasi belajar dan menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
Setelah kegiatan awal dilakukan, kegiatan peneliti selanjutnya adalah kegiatan inti. Langkah pertama yang dilakukan peneliti adalah memberikan masalah berkenaan dengan materi lingkaran dalam segitiga sesui yang tertera pada LKS. Ada beberapa siswa yang protes dan bertanya tentang pemberian masalah terlebih dahulu tanpa memberikan materi sebelumnya. Untuk mengendalikan suasana, peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan materi prasyarat kepada siswa. Langkah ini juga untuk membangkitkan pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa. Peneliti meminta siswa untuk menyebutkan unsur-unsur lingkaran, cara melukis lingkaran, dan menentukan panjang jari-jari lingkaran dalam segitiga.



2. Kegiatan Inti
Peneliti selanjutnya membagikan lembar kerja siswa. Banyak siswa yang tidak mengerti apa yang akan dilakukan untuk selanjutnya. Kemudian terjadi dialog antara peneliti dengan siswa sebagai berikut:
P : Anak-anak…… Kalian sudah menerima LKS semua?
TUR : Sudaaaah ………
RES : Pak, lembar kerja siswa nya kok sulit?
P : Ya, memang begitu, tapi yang penting kalian nanti
aktif dan mengikuti proses pembelajaran berlangsung, dan pasti akan mudah.
DAS : Ini diapakan Pak?
P : Kalian akan mengerjakan setiap permasalahan yang ada di dalam LKS.
RES : Bagaimana caranya Pak?
P : Kalian buka buku paket kalian dan coba pecahkan dulu permasalahan dalam LKS. Apa Kalian sudah paham?
TUR : Ya……
P : Ya sudah, silahkan kalian mengerjakan…

Langkah tersebut dalam problem based learning disebut dengan tahapan orientasi siswa terhadap masalah. Tahapan selanjutnya adalah mengorganisasi siswa untuk belajar. Peneliti mendorong siswa untuk menyelesaikan masalah. Peneliti juga mengarahkan siswa untuk menyelesaikan masalah. Peneliti berkeliling mengamati aktivitas masing-masing siswa. Setiap siswa mengerjakan permasalahan berdasarkan LKS yang diberikan. Siswa terlihat sangat antusias dalam mengikuti pembelajaran. Semua siswa terlibat aktif melakukan penyelidikan dan percobaan untuk menyelesaikan masalah. Salah satu siswa bernama IRL memanggil peneliti.
IRL : Pak, kami sudah mengerjakan. Terus bagaimana Pak?
P : Bagaimana hasil pengerjaan Kalian?
IRL : Setelah saya melukis segitiga ABC dan melukis garis Bagi sudut ABC. Terus dicari hubungan dengan lingkaran dalam segitiga gimana Pak?
P : Kalian menentukan lagi garis bagi sudut CAB sehingga berpotongan di titik P dan melukis lingkaran dalam segitiga ABC.
IRL : Ia Pak saya coba dulu… (IRL menjawab dengan muka senyum)
P : ada yang sudah mengerjakan?
RLN : Ia pak saya sudah…… (Siswa yang mendapat juara 2 semester kemarin menjawab)
P : Ya… coba kerjakan kedepan?
RLN : Ia Pak… (RLN mengerjakan kedepan)
P : Bagus… pengerjaan teman kalian bagaimana? benar atau salah? Coba yang teliti dan cari jawabannya. Kalau sudah ketemu nanti salah satu diantara kalian akan menjawab dipapan sebelah, yaitu untuk membandingkan dengan jawaban temanmu tadi…
(peneliti kemudian berjalan keliling ke siswa lain)
P : Bagaimana? apa ada kesulitan?
WNA : Dari segitiga ABC, kemudian melukis garis PQ AB sehingga memotong garis AB dititik Q dan melukis lingkaran berpusat dititik P dengan jari-jari PQ, terus gimana pak?
P : Bagus, Jawabannya benar, coba WNA maju kedepan…yang lain perhatikan.

Peneliti kemudian berjalan mengamati dari belakang siswa semuanya. Rata-rata kesulitan yang dihadapi setiap siswa adalah sama yaitu siswa kesulitan di dalam mencari hubungan antara cara melukis dari langkah pertama kelangkah berikutnya untuk menemukan lingkaran dalam segitiga. Setelah peneliti membantu kesulitan setiap siswa, mereka dapat menentukan hubungan tersebut sehingga dapat menentukan cara melukis lingkaran dalam segitiga. Mereka terlihat senang karena berhasil memecahkan masalah yang diberikan.
Tahapan berikutnya adalah tahap mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Pada tahap ini siswa diberikan masalah baru yang harus diselesaikan. Dalam menyelesaikan masalah ini, siswa berdiskusi dengan teman sebangkunya masing-masing berdasarkan pengalaman yang telah mereka peroleh pada tahap sebelumnya. Sebagian besar siswa terlibat lebih aktif dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Peneliti berkeliling ke setiap kelompok untuk melihat perkembangan kemampuan pemecahan masalah siswa. Peneliti mengamati langkah penyelesaian masalah setiap kelompok dan menanyakan argumentasi siswa. Setelah semua siswa mampu menyelesaikan masalah yang diberikan, peneliti meminta kepada empat siswa untuk menyajikan hasilnya di depan kelas. Pada saat satu siswa menyajikan hasil penyelesaian masalah yang diberikan, siswa yang lain ikut memperhatikan dan mengemukakan pendapat mereka.
Kegiatan Akhir
Tahapan terakhir dalam problem based learning adalah menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Pada tahap ini, peneliti bersama siswa menganalisa hasil penyelesaian masalah yang disajikan tiap-tiap siswa. Peneliti kemudian mendorong siswa untuk merumuskan kesimpulan. Setelah siswa dapat merumuskan kesimpulan, peneliti memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang belum dipahaminya. Tidak ada siswa yang mengajukan pertanyaan, maka peneliti menganggap bahwa siswa sudah memahami materi yang disampaikan. Peneliti memberikan tugas kepada siswa untuk mengerjakan latihan soal dalam LKS dan menutup pembelajaran dengan salam.
b. Pertemuan II
Pada hari Selasa tanggal 11 Mei 2010 peneliti melanjutkan tindakan pembelajaran matematika siswa kelas VIII B. Pembelajaran berlangsung selama 2 x 40 menit yaitu pada jam 4 – 5 (09.40 – 11.05 WIB). Pembelajaran dilaksanakan dengan tujuan agar siswa mampu menentukan panjang jari-jari lingkaran dalam segitiga serta dapat memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan lingkaran dalam segitiga.


1. Kegiatan awal
Peneliti membuka kegiatan pembelajaran dengan salam dan doa. Kegiatan dilanjutkan dengan mengabsen siswa dan memberikan motivasi belajar kepada siswa. Peneliti menyampaikan tujuan pembelajaran dan kemudian meminta siswa untuk mengumpulkan tugas yang telah diberikan pada pertemuan sebelumnya. Peneliti memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai kesulitan-kesulitan dalam menyelesaikan tugas tersebut. Tidak ada siswa yang bertanya, maka peneliti menganggap siswa tidak ada masalah dalam menyelesaikan tugas yang diberikan.
2. Kegiatan Inti
Setelah kegiatan pendahuluan dilakukan, kegiatan selanjutnya yang dilakukan peneliti adalah kegiatan inti. Langkah pertama yang dilakukan peneliti adalah memberikan masalah berkenaan dengan materi lingkaran dalam segitiga yaitu menentukan panjang jari-jari lingkaran dalam segitiga sesui yang tertera pada LKS. Peneliti kemudian mengajukan beberapa pertanyaan materi prasyarat tentang unsur-unsur lingkaran, rumus Pythagoras, jari-jari lingkaran. Siswa menjawab secara serentak dengan benar setiap pertanyaan yang diajukan. Peneliti membagikan lembar kerja siswa, kemudian terjadi dialog antara peneliti dan siswa (M):
P : Anak-anak, apa kalian sudah menerima LKS?
M : Sudah Pak……
P : Tentu kalian sudah tau, untuk apa LKS?
M : Untuk apa ini Pak? (hampir semua siswa bertanya)
CAZ : Untuk dilihat ya Pak………
P : Baiklah. Setelah kemarin kita menentukan cara melukis lingkaran dalam segitiga, sekarang kita menentukan panjang jari-jari lingkaran dalam segitiga
HJ : Bagaimana caranya Pak?
P : Seperti langkah dalam LKS yang sudah kalian terima, kita akan
Mencari rumunya, kemudian mengerjakan permasalahan yang ada dalam LKS. Kalian paham?
M : Paham……
P : Oke. Selamat bekerja.

Langkah di atas merupakan tahapan orientasi siswa terhadap masalah. Tahapan selanjutnya adalah mengorganisasikan siswa untuk belajar. Peneliti mendorong siswa untuk menyelesaikan masalah yang diberikan secara individu. Peneliti mengarahkan siswa untuk mengerjakan permasalahan yang ada dalam LKS.
Peneliti kemudian berjalan mengelilingi setiap siswa untuk mengamati aktivitas siswa. siswa mengerjakan setiap permasalahan dalam lembar kerja siswa yang disediakan. Mencari rumus panjang jari-jari lingkaran dalam segitiga dilakukan siswa untuk mendapatkan nilai dari panjang jari-jari lingkaran dalam segitiga. Beberapa siswa kesulitan menemukan rumus panjang jari-jari lingkaran dalam segitiga. Siswa tidak jarang beradu argumen dengan siswa lainnya. Langkah ini diulang sampai siswa benar-benar bisa menemukan rumus panjang jari-jari lingkaran. Siswa kemudian berdiskusi untuk memecahkan masalah yang diberikan. Siswa berpikir untuk mencari rumus panjang jari-jari lingkaran menyelesaikan permasalahan yang ada dalam LKS.
Peneliti berkeliling dari satu siswa ke siswa lain karena hampir semua siswa memanggil peneliti untuk sekedar bertanya atau mengatasi kesulitan mereka. Saat peneliti ada di siswa bernama MEL, MEL adalah salah satu siswa terbaik kelas VIII B mengajukan pertanyaan:
MEL : Pak, ini bagaimana? kami sudah ketemu kalau rumus panjang ketiga sisi segitiga adalah . Terus langkah selanjutnya bagaimana Pak?
P : Ada yang bisa menjawab pertanyaan MEL? (Tanya peneliti kepada anggota
Siswa lain)
(semua diam, tidak ada yang menjawab)
P : Yang kita cari kan panjang jari-jari lingkaran dalam segitiga. Berarti yang kalian lakukan adalah mencari rumus s atau setengah keliling segitiga.
MEL : O…gitu Pak..
P : Coba kalian kerjakan dulu?
MEL : , bagaimana Pak?
YZA : Lho, sepertinya begitu ……(salah satu siswa lain)
P : Bagus. Memang begitu jawabannya?
MEL : Iya Pak.
P : Okey bagus, ayo kalian lanjutkan dengan mengerjakan LKS 2 di halaman 6?

Dari pengamatan peneliti rata-rata siswa mengalami kesulitan dalam mengaitkan hubungan panjang ketiga sisi segitiga dengan rumus setengah keliling segitiga untuk menentukan rumus panjang jari-jari lingkaran dalam segitiga. Melalui diskusi dengan teman sebangkunya dan bantuan dari peneliti, semua siswa dapat menemukan panjang ketiga sisi segitiga dengan rumus setengah keliling segitiga serta dapat menentukan rumus panjang jari-jari lingkaran dalam segitiga. Siswa tampak senang karena berhasil menyelesaikan masalah yang diberikan. Langkah di atas adalah termasuk tahapan membimbing penyelidikan individual.
Pada tahapan selanjutnya yaitu mengembangkan dan menyajikan hasil karya, peneliti memberikan masalah baru berupa mengerjakan lembar kerja siswa 2 dalam LKS yang sudah di bagikan. Peneliti meminta siswa untuk mengerjakan setiap pertanyaan yang ada dalam LKS dengan langkah kegiatan seperti yang telah dilakukan oleh siswa untuk mendapatkan rumus panjang jari-jari lingkaran dalam segitiga. Peneliti mengamati siswa dalam menyelesaikan masalah yang diberikan. Semua siswa terlibat aktif melakukan pemecahan masalah setiap permasalahan yang ada dalam LKS 2. Mereka terlihat menikmati aktivitasnya dalam menyelesaikan masalah yang diberikan. Peneliti berkeliling ke semua siswa dan melihat bahwa rata-rata kesulitan siswa adalah memanipulasi rumus panjang ketiga sisi segitiga dan rumus setengah keliling segitiga untuk menentukan panjang jari-jari lingkaran dalam segitiga. Setelah peneliti membantu kesulitan yang dihadapi, siswa dapat menemukan jawaban pada LKS walaupun jawabannya bervariasi tetapi intinya sama. Mereka tampak senang karena berhasil memecahkan masalah yang diberikan dan memahaminya.
3. Kegiatan akhir
Peneliti meminta kepada perwakilan siswa untuk menyajikan hasil penyelesaian masalah dalam lembar kerja siswa 2 didepan kelas. Siswa REN dan TIN mengerjakan kedepan, sedangkan siswa lainnya memperhatikan dan mengoreksi pengerjaan temannya. Pada tahapan menganalisa dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah, peneliti menganalisa hasil pembahasan dan meminta kepada siswa untuk merumuskan kesimpulan. Peneliti memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya jika masih ada yang belum dipahami. Siswa tidak ada yang mengajukan pertanyaan, maka peneliti mengajukan beberapa pertanyaan tentang materi yang baru saja disampaikan. Beberapa siswa menjawab dengan benar pertanyaan yang diajukan. Peneliti menyimpulkan bahwa siswa sudah memahami materi yang disampaikan. Peneliti menanyakan kesiapan siswa untuk diberikan tes dan siswa tidak keberatan jika tes dilaksanakan pada pertemuan berikutnya yaitu hari Kamis tanggal 18 Mei 2010. Peneliti memberikan kriteria penilaian tes kepada siswa dan mengakhiri pembelajaran dengan salam.
a. Pertemuan III
Peneliti membuka kegiatan pembelajaran dengan salam dan doa. Kegiatan dilanjutkan dengan mengabsen siswa dan memberikan motivasi belajar kepada siswa. Pertemuan ketiga dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 18 Mei 2010 pukul 11.05-13.00 WIB. Pada pertemuan III ini peneliti memberikan tes akhir siklus I, untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menyerap pelajaran yang diberikan. Pelaksanaan tes ini berlangsung selama 3 X 40 menit. Soal tes akhir pada pelaksanaan siklus I ini dapat dilihat pada Lampiran 9. Peneliti memulai dengan salam dan memeriksa kehadiran siswa serta berdoa sebelum tes dilaksanakan. Pada pelaksanaan tes ini semua siswa hadir semua dalam mengikuti tes akhir siklus. Pelaksanaan tes diamati oleh peneliti dan dua observer. Masing-masing bertugas sebagai pengawas agar pelaksanaan tes akhir siklus berjalan lancar.
4.1.2.3 Tahap Observasi I
Pengamatan pada siklus I dibantu oleh dua orang observer yaitu ibu Indra Komala Dewi, S.Pd selaku guru matematika sebagai observer pertama dan saudara Hermanto yang merupakan rekan sejawat sebagai observer kedua. Observer ini bertugas mencatat hal-hal yang terjadi pada saat proses pembelajaran berlangsung.
Prosentase keberhasilan data kualitatif dihitung dengan rumus prosentase keberhasilan sebagai berikut:


∑ Skor yang dicapai
Prosentase Keberhasilan = X 100%
∑ Skor maksimum
Kemudian hasil persentase keberhasilan tersebut disesuaikan dengan persentase taraf keberhasilan tindakan seperti yang terlihat pada tabel 3.1 (Bab III), yaitu:
Tabel 3.1 Persentase Taraf Keberhasilan Tindakan Kelas VIII B
No % Keberhasilan Tindakan Taraf Keberhasilan NIlai Huruf Nilai Angka
1 81 – 100% Sangat Baik A 5
2 61 – 80% Baik B 4
3 41 – 60% Cukup C 3
4 21 – 40 % Kurang D 2
5 0 – 20% Sangat Kurang E 1
(Sumber: Riduwan dan Akdon, 2005:17-18)
Sedangkan ketuntasan belajar pada tes akhir siklus dihitung dengan rumus ketuntasan belajar sebagai berikut:
 siswa yang mendapat nilai  65
prosentase tuntas belajar = X 100%
 siswa keseluruhan

Siswa dikatakan tuntas belajar jika terdapat  61 siswa yang mendapat nilai  65. Prosentase ini juga berlaku untuk seluruh proses pembelajaran, baik pada guru maupun siswa, serta aktivitas belajar siswa.
Sebelum melakukan refleksi, terlebih dahulu peneliti memeriksa keabsahan data untuk mengecek kebenaran hasil penelitian sehingga hasil penelitian dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan.
Rincian penjelasan tersebut di atas adalah sebagai berikut:
a. Hasil Observasi Kegiatan Guru Pada Siklus I
Pengamatan dilakukan terhadap aktivitas guru selama proses pembelajaran. Pengamatan dilakukan oleh pengamat yang membantu peneliti yaitu ibu Indra Komala Dewi, S.Pd sebagai pengamat I dan Hermanto sebagai Pengamat II. Kegiatan yang diamati adalah aktivitas peneliti sebagai guru. Penilaian pengamatan dilakukan dengan memberi skor sesuai klasifikasi penilaian yang tersedia pada lembar pengamatan.
Hasil pengamatan yang dilakukan oleh kedua pengamat dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Guru dalam Penerapan Problem Based Learning Tindakan Siklus I
Kegiatan Tahapan Skor
Pengamat I Pengamat II
Pendahuluan 5 5
Inti

Orientasi siswa terhadap masalah 4 4
Mengorganisasi siswa untuk belajar 4 4
Membimbing penyelidikan individual 4 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya 4 3
Menganalisa dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah 4 4
Penutup 5 4
Jumlah 30 28

Berdasarkan data pengamatan pada Tabel 4.1 maka persentase skor pengamatan yang dilakukan pengamat I dan pengamat II adalah sebagai berikut:
Persentase skor pengamat I =
Persentase skor pengamat II =
Persentase skor rata-rata =
Dari hasil pengamatan, dapat diketahui persentase skor rata-rata adalah 85,82 % yang menunjukkan bahwa siswa ikut terlibat cukup aktif dalam proses pembelajaran. Aktivitas siswa selama pembelajaran menunjukkan bahwa siswa mengikuti tahapan-tahapan problem based learning dengan cukup baik. Masalah yang diberikan dalam problem based learning menuntut siswa untuk mampu memecahkan masalah dalam menyelesaikannya.
b. Hasil Observasi Kegiatan Siswa Pada Siklus I
Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa dalam Penerapan Problem Based Learning Tindakan Siklus I
Kegiatan Tahapan Skor
Pengamat I Pengamat II
Pendahuluan 4 4
Inti

Orientasi siswa terhadap masalah 3 4
Mengorganisasi siswa untuk belajar 4 3
Membimbing penyelidikan individual dan kelompok 3 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya 4 4
Menganalisa dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah 4 4
Penutup 4 4
Jumlah 26 27

Berdasarkan data pengamatan pada Tabel 4.2 maka persentase skor pengamatan yang dilakukan pengamat I dan pengamat II adalah sebagai berikut:
Persentase skor pengamat I =
Persentase skor pengamat II =
Persentase skor rata-rata =
Dapat dilihat persentase skor rata-rata pengamatan terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa yang dinilai berbasis kelas adalah 75,71 %. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa sedang.
c. Hasil Catatan Lapangan
Pengamat mengisi catatan lapangan untuk mencatat aktivitas siswa dalam pembelajaran dan kasus-kasus yang berhubungan dengan kegiatan pembelajaran namun tidak terekam dalam lembar pengamatan. Hasil catatan lapangan dari pengamat adalah sebagai berikut:
1) Pelaksanaan pembelajaran cukup sesuai dengan rancangan pembelajaran.
2) Pelaksanaan pembelajaran strategi problem based learning cukup sistematis.
3) Keaktifan siswa selama kegiatan belajar megajar cukup aktif.
4) Suasana kelas gaduh karena bunyi kamera.
5) Pengelolaan kelas kurang maksimal.
6) Hubungan interaksi guru dengan siswa cukup bagus.
7) Hubungan interaksi siswa dengan siswa cukup bagus.
8) Iklim sekolah sangat islami, disiplin.
d. Hasil Tes
Tes digunakan untuk menguji kemampuan pemecahan masalah siswa dalam mengaplikasikan konsep pembelajaran yang sudah diperoleh melalui problem based learning. Tes dilaksakan pada hari Selasa tanggal 18 Mei 2010 jam 4 – 5 (9.40 – 11.05 WIB). Soal tes memuat materi melukis lingkaran dalam segitiga dan menentukan panjang jari-jari lingkaran dalam segitiga dengan jumlah 4 soal berbentuk uraian. Penilaian tes dilakukan oleh peneliti berdasarkan kriteria kemampuan pemecahan masalah siswa. Tes diikuti oleh 30 dari 30 siswa. Paparan hasil analisis tes secara umum adalah sebagai berikut.
Tabel 3.1 hasil Tes Akhir Siklus I
No Hasil Tes akhir Siklus Jumlah
1 Rata-rata 72
2 Jumlah siswa yang tuntas 26
3 Jumlah siswa yang tidak tuntas 4
4 Presentase Ketuntasan (%) 61 %

Hasil tes menunjukkan bahwa rata-rata nilai siswa adalah 72. hal ini menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa tinggi yaitu di atas 61. Persentase ketuntasan siswa sebesar 72 % yang berarti di atas kriteria keberhasilan tindakan sebesar 61 %. Soal dan hasil tes siswa dapat dilihat pada Lampiran 9a dan 9b.
e. Hasil Wawancara
Pelaksanaan wawancara bertujuan untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah siswa dan respon siswa terhadap penerapan strategi problem based learning. Wawancara dilakukan kepada subyek yang telah ditentukan sebelumnya yaitu PQR, MNO, DSE, HIJ, FGH, dan JKL. Wawancara dilaksanakan setelah tes tindakan. Peneliti meminta waktu sebentar kepada subyek untuk diwawancarai berdasarkan pedoman wawancara yang telah dibuat oleh peneliti. Pedoman wawancara dapat dilihat pada Lampiran 3. Berikut hasil wawancara dengan PQR.
Rangkuman hasil wawancara tersebut adalah sebagai berikut:
1. PQR mengatakan bahwa dari 4 soal yang diujikan oleh peneliti, dia tidak mengalami kesulitan dan dia juga senang dengan pembelajaran PBL ini, sebab PQR selain dapat belajar secara mandiri, TF juga merasa senang dengan adanya permainan akademik dalam penerapan strategi pembelajaran PBL ini dapat ia gunakan untuk belajar sebelum ujian.
2. MNO mengatakan bahwa setelah siswa diberikan pembahasan soal sesaat setelah ujian selesai, dia sudah mengerti dimana letak kesalahannya dan ia juga merasa senang dan lebih aktif dalam mengikuti strategi pembelajaran PBL ini.
3. DSE dan HIJ menyatakan bahwa dari 4 soal yang diujikan, mereka merasa kesulitan mengerjakan soal no. 4, karena mereka kurang bisa dalam menentukan panjang jari-jari lingkaran dalam segitiga. Dan mereka juga merasa senang dengan diterapkannya strategi pembelajaran PBL ini.
4. FGH dan JKL menyatakan bahwa ia merasa kesulitan mengerjakan semua soal. Terutama pada soal no 3 dan no 4. yang menjadi alasan kenapa ia tidak bisa mengerjakan karena kurang latihan dan ia juga lupa dengan rumus phytagoras. Seperti siswa lainnya FGH dan JKL juga merasa senang dengan strategi pembelajaran PBL ini.
Cuplikan wawancara yang dilakukan peneliti dapat dilihat pada lampiran 03.
f. Pengecekan Keabsahan Data
Untuk menetapkan keabsahan (trusworthiness) data diperlukan teknik pemeriksaan (Moleong, 2006:324). Ada empat kriteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability). Pengecekan keabsahan data digunakan untuk mengecek kebenaran hasil penelitian seteliti mungkin, sehingga hasil penelitian dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pada kriteria derajat kepercayaan peneliti memanfaatkan 3 teknik pemeriksaan data, yaitu: ketekunan pengamatan, triangulasi, pengecekan sejawat. Adapun penjelasan dari masng-masing teknik pemeriksaan data tersebut adalah sebagai berikut:
1. Ketekunan Pengamatan
Peneliti marupakan instrumen pengumpul data utama sehingga memerlukan ketekunan dalam melakukan pengamatan sejak awal sampai akhir penelitian. Hal ini berarti peneliti hendaknya mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci serta berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang menonjol. Kemudian peneliti menelaah secara rinci sampai pada suatu titik sehingga pada pemeriksaan tahap awal tampak salah satu atau seluruh faktor yang ditelaah sudah dipahami dengan cara yang biasa.
Dengan cara meningkatkan ketekunan maka kepastian dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis sehingga peneliti dapat melakukan pengecekan kembali apakah data yang telah ditemukan itu salah atau tidak. Selain itu, peneliti dapat memberikan deskripsi data yang akurat dan sistematis tentang apa yang diamati.
Dalam hal ini, peneliti selain sebagai pengajar juga melakukan pengamatan terhadap jalannya proses pembelajaran di kelas, sehingga peneliti dapat melihat aktivitas belajar siswa. Dari seluruh pengamatan ini, peneliti akan melihat hasil belajar siswa dari tes akhir siklus I sehingga peneliti dapat menarik kesimpulan dengan baik.
2. Triangulasi
Dalam penelitian ini jenis triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber. Data yang berkaitan dengan aktivitas belajar siswa dibandingkan dengan hasil wawancara, hasil catatan lapangan, dan hasil tes akhir siklus I. Tujuan dari membandingkan ini adalah untuk melakukan pengecekan sehingga kesimpulan yang diperoleh peneliti benar-benar valid. Adapun tahap triangulasi dalam peneliti ini adalah sebagai berikut:
 Membandingkan data aktivitas belajar siswa dengan hasil wawancara
Dari hasil observasi aktivitas belajar siswa diperoleh prosentase keberhasilan yaitu mencapai 75,71 % dengan taraf keberhasilan dapat dikategorikan cukup. Sedangkan dari hasil wawancara diperoleh informasi bahwa siswa itu jika diberi tugas yang sulit siswa lebih senang mengambil jalan pintas dengan menyontek. Dari hasil membandingkan data observasi aktivitas belajar siswa dan wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil prosentase aktivitas belajar siswa sesuai dengan hasil wawancara dan masih tergolong cukup sehingga perlu ditingkatkan lagi.
 Membandingkan data aktivitas belajar siswa dengan hasil catatan lapangan
Dari hasil observasi aktivitas belajar siswa diperoleh prosentase keberhasilan yaitu mencapai 60% dengan taraf keberhasilan dapat dikategorikan cukup. Sedangkan dari hasil catatan lapangan diperoleh informasi bahwa keseriusan siswa dalam proses pembelajaran masih kurang, karena masih ada beberapa siswa yang ramai dan berbuat gaduh. Dari hasil membandingkan data observasi aktivitas belajar siswa dan catatan lapangan tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil prosentase aktivitas belajar siswa sesuai dengan hasil catatan lapangan dan masih tergolong cukup sehingga perlu ditingkatkan lagi.
 Membandingkan data aktivitas belajar siswa dengan hasil tes akhir siklus I
Dari hasil observasi aktivitas belajar siswa diperoleh persentase keberhasilan yaitu mencapai 60% dengan taraf keberhasilan dapat dikategorikan cukup. Sedangkan dari hasil tes akhir siklus I diperoleh persentase ketuntasan yaitu 72 % siswa mendapat nilai . Dari hasil membandingkan tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil prosentase aktivitas belajar siswa baik. Hasil tes akhir siklus I sudah mencapai kategori baik, dan sudah memenuhi kriteria keberhasilan, yaitu 61% siswa yang yang mendapat nilai  65.
3. Pengecekan Sejawat
Dalam menganalisis data dan penarikan kesimpulan, peneliti mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan rekan sejawat dan guru matematika dengan tujuan agar peneliti tetap mempertahankan sikap terbuka dan kejujuran. Selain itu teknik ini digunakan untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Berdasarkan hasil diskusi peneliti dengan guru matematika dan rekan sejawat menunjukkan bahwa penerapan strategi pembelajaran problem based learning baik dan memberikan hasil yang diharapkan, sehingga peneliti dan rekan sejawat menyempurnakan langkah-langkah dalam strategi yang telah diterapkan sebagai acuan dalam pelaksanaan tindakan berikutnya.
4.1.2.4 Tahap Refleksi I
Refleksi dilakukan oleh peneliti bersama seorang pengamat yang membantu peneliti mengamati berlangsungnya pembelajaran. Data yang terkumpul dibandingkan dengan kriteria keberhasilan tindakan yang telah ditetapkan dan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Masih ada siswa yang berbuat gaduh atau ramai saat proses pembelajaran.
2. Ketuntasan siswa sebesar 72 % adalah di atas kriteria keberhasilan tindakan yang ditetapkan yaitu 61%.
3. Siswa dikategorikan baik dalam memecahkan materi yang diajarkan, terlihat dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap subyek wawancara.
4. Siswa merasa senang dengan pembelajaran yang diterapkan oleh peneliti.
5. Kemampuan pemecahan masalah siswa yang diperoleh dari lembar pengamatan sebesar 72 % menunjukkan kemampuan pemecahan masalah siswa sedang.
6. Keaktifan siswa sebesar 60 % menunjukkan bahwa siswa terlibat cukup aktif dalam proses pembelajaran.
7. Pengamatan penerapan strategi pembelajaran sebesar 82,85 % menunjukkan peneliti menerapkan strategi pembelajaran problem based learning dengan baik.
Berdasarkan hasil refleksi peneliti dengan observer mengenai hasil pembelajaran pada siklus I sudah memenuhi kriteria keberhasilan akan tetapi peneliti masih membutuhkan kejelasan dan bukti yang valid apakah pada siklus I benar-banar sudah sukses atau tidak. Maka untuk membuktikannya peneliti memberikan tindakan pada siklus selanjutnya. Oleh karena itu dalam pembelajaran selanjutnya, kelebihan pada pembelajaran siklus I dipertahankan dan memperbaiki kekurangan pada siklus I. Hal-hal yang perlu diperbaiki adalah hal-hal yang telah diuraikan di atas yang merupakan hasil pengamatan atau observasi dari kedua observer dan peneliti sendiri.

4.1.3 Paparan Data Pelaksanaan Tindakan Siklus II
Berdasarkan hasil observasi kegiatan siswa dan aktivitas belajar siswa serta hasil tes akhir pada siklus I ternyata prosentase ketuntasan belum mencapai kriteria keberhasilan sehingga harus dilakukan siklus II. Pada siklus II berlangsung selama tiga kali pertemuan yaitu pada hari Kamis tanggal 20 Mei 2010 pukul 11.05-13.00 WIB, Selasa 25 Mei 2010 pukul 09.40-11.05 dan pada hari Kamis tanggal 27 Mei 2010 pukul 11.05-13.00 WIB dengan alokasi waktu masing-masing 2 X 40 menit dan 3 X 40 menit.
Seperti pada siklus I, pada siklus inipun, setiap tindakan harus dilaksanakan oleh peneliti dengan cermat mengenai komponen penting pada penelitian tindakan kelas yaitu perencanaan (planning) II, tindakan (acting) II, pengamatan (observing) II, dan refleksi (reflecting) II. Keempat komponen ini harus menjadi satu kesatuan yang utuh yang nantinya dipandang sebagai suatu siklus. Adapun paparan data tiap tindakan dalam siklus II ini dijelaskan sebagai berikut:
4.1.3.1 Tahap Perencanaan (Planning) II
Peneliti melaksanakan perencanaan pada siklus II dengan memperhatikan hasil refleksi pada siklus I. Kegiatan yang dilakukan peneliti pada tahap ini antara lain:


Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan peneliti antara lain:
1. Menentukan materi pembelajaran yang akan disampaikan yaitu lingkaran dalam segitiga yang meliputi melukis lingkaran dalam segitiga dan menentukan panjang jari-jari lingkaran dalam segitiga.
2. Menyusun rencana pembelajaran, lembar kerja siswa dan lembar pengamatan. Untuk hasil penyusunan rencana pembelajaran dapat dilihat pada lampiran 1 dan 10. Hasil penyusunan lembar kerja siswa dapat dilihat pada lampiran 2a, 2b, 11a, dan 11b. serta lembar pengamatan yang terdiri dari lembar pengamatan aktivitas peneliti sebagai guru, aktivitas siswa dapat dilihat pada lampiran 5, 6, 7 dan 13.
3. Menetapkan taraf presentase keberhasilan tindakan. Untuk presentase keberhasilan tindakan Data-data yang diperoleh tersebut dibandingkan berdasarkan rumus prosentase keberhasilan tindakan sebagai berikut:
∑ Skor yang dicapai
Persentase Keberhasilan = X 100%
∑ Skor maksimum

Taraf keberhasilan tindakan disesuaikan dengan prosentase keberhasilan tindakan yang telah dihitung. Penentuan taraf keberhasilan tindakan seperti yang telihat pada Tabel 3.1 berikut:
Tabel 3.1 Persentase Taraf Keberhasilan Tindakan Kelas VIII B

No % Keberhasilan Tindakan Taraf Keberhasilan NIlai Huruf Nilai Angka
1 81 – 100% Sangat Baik A 5
2 61 – 80% Baik B 4
3 41 – 60% Cukup C 3
4 21 – 40 % Kurang D 2
5 0 – 20% Sangat Kurang E 1
(Sumber: Riduwan dan Akdon, 2005:17-18).

4. Membuat instrumen penelitian yang meliputi:
f. Lembar observasi aktivitas guru (Lampiran 13),
g. Lembar observasi aktivitas siswa (Lampiran 14),
h. Cacatan lapangan (Lampiran 15),
i. Tes akhir siklus I (Lampiran 16),
j. Pedoman wawancara (Lampiran 17),
4.1.3.2 Tahap Tindakan (Action) II
Pembelajaran pada siklus ini dilakukan dalam tiga kali tatap muka dengan dua rencana pembelajaran (RP) yang telah direvisi guna perbaikan pada siklus II. Adapun kegiatan yang dilakukan meliputi:
a. Pertemuan I
Sesuai dengan rencana yang telah disusun sebelumnya, tindakan siklus II dilaksanakan untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan pada siklus I berdasarkan hasil refleksi. Pada siklus II, peneliti akan mel;akukan tindakan dalam 3 kali pertemuan yaitu pada hari Kamis, Selasa dan hari Kamis masing-masing pada tanggal 20,25 dan 27 Mei 2010.Peneliti memberikan tindakan pembelajaran dengan tujuan mampu melukis lingkaran luar segitiga, serta memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan garis singgung lingkaran.
1. Kegiatan Awal
Pembelajaran dilaksanakan selama 3 x 40 menit yaitu pada jam 5 – 7 (11.05 – 13.00 WIB). Pelaksanaan pembelajaran siklus II yaitu dengan bantuan LKS sebagaimana pembelajaran pada siklus I. Peneliti membuka proses pembelajaran dengan salam dan doa yang dilanjutkan dengan kegiatan mengabsen siswa. Peneliti memberi motivasi belajar kepada siswa melalui isu-isu yang berkenaan dengan pelaksanaan ujian tengah semester yang baru saja diikuti oleh kalian. Peneliti memberikan pertanyaan pengaitan materi kepada siswa tentang beberapa materi yang perlu untuk diingat meliputi unsur-unsur lingkaran, rumus Pythagoras, menentukan panjang jari-jari lingkaran. Siswa dengan serentak menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Peneliti kemudian menanyakan kesulitan-kesulitan siswa pada materi dan soal tes yang telah diberikan. Salah satu siswa bernama TIN mengangkat tangan dan mengajukan pertanyaan mengenai masalah 4 di halaman 9 tentang melukis lingkaran luar segitiga. Peneliti kemudian menanyakan kepada siswa lain, tentang yang di tanyakan oleh TIN, siswa yang lain menjawab dan mengerjakannya kedepan sedangkan siswa lain memperhatikannya. Setelah itu tidak ada lagi siswa yang mengajukan pertanyaan.
2. Kegiatan Inti
Memasuki tahapan orientasi siswa terhadap masalah, peneliti memberikan masalah kepada siswa sesuai yang tertera di LKS 3. Suasana kelas menjadi lumayan ramai karena siswa mendiskusikan dengan teman sebangkunya dan meminjam penggaris dan pensil kepada temannya. Peneliti mengamati setiap siswa dalam menyelesaikan masalah yang diberikan dan mendorong mereka untuk menyelesaikan masalah secara mandiri. Langkah ini termasuk tahapan mengorganisasi siswa untuk belajar. Tahapan selanjutnya adalah membimbing penyelidikan individual. Pada tahapan ini peneliti lebih membimbing dan membantu siswa yang kemampuan pemecahan masalah di bawah rata-rata. Peneliti meminta kepada siswa yang mempunyai kemampuan tinggi untuk membantu teman sebelahnya. Peneliti melihat bahwa langkah ini sangat efektif dalam mengatasi masalah yang dihadapi karena siswa tidak merasa diberi perlakuan secara ekstra oleh peneliti. Hal ini penting dilakukan agar siswa tidak tertekan dengan perlakuan peneliti.
Setelah semua siswa dapat menyelesaikan masalah yang diberikan, peneliti memasuki tahapan berikutnya yaitu mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Peneliti meminta beberapa siswa untuk menyajikan hasil penyelesaian masalah mereka di depan. Peneliti menyediakan spidol dan hapus papan untuk siswa. Siswa yang bernama DEA menyajikan penyelesaian di depan siswa yang lain menanggapinya secara bergantian. Pengembangan masalah dilakukan oleh peneliti dengan memberi masalah baru yang harus diselesaikan oleh siswa secara individu. Peneliti mengamati siswa dalam menyelesaikan masalah. Perhatian peneliti lebih ditujukan kepada siswa yang mempunyai kemampuan di bawah rata-rata. Peneliti dapat melihat perkembangan individu siswa. Sebagian besar siswa yang berkemampuan di bawah rata-rata mampu menyelesaikan masalah yang diberikan. Siswa terlihat sudah mampu memecahkan masalah yang diberikan dan penyelesaiannya.
3. Kegiatan Akhir
Peneliti meminta kepada LEA dan YUT yang termasuk siswa berkemampuan di bawah rata-rata untuk menyajikan hasil penyelesaian masalah yang telah didapatkan. Bersama siswa yang lain, peneliti menganalisa hasil penyelesaian masalah yang disajikan oleh LEA dan YUT. Selanjutnya peneliti membuka dialog untuk melihat kesiapan siswa jika tes diadakan pada pertemuan selanjutnya.
P : Anak-anak, apa masih ada kesulitan dengan materi melukis lingkaran luar segitiga?
S : Tidak ............. (siswa serentak menjawab)
P : Jika di tes lagi, apa kalian bisa benar semua?
S : Huuuuuuuhhh .......(siswa serentak mengeluh)
KIL : Kok ulangan terus pak?
S : Iya Pak....
P : Kalo kalian masih ada yang nilainya jelek, materinya akan diulang lagi.
Kalo sudah baik, baru kita berganti materi. Gimana?
KIL : Iya udah Pak, tes aja gak papa..
P : Pertemuan berikutnya, kita membahas materi atau langsung tes?
KIL : Tes aja Pak... (hampir semua siswa menyetujui KIL)
P : Tapi bapak tidak mau kalo nilai kalian jelek-jelek. Gimana?
S : Jangan tes dulu Pak...........
MIL : Jangan tes dulu Pak... (hampir semua siswa menyetujui KIL)
P : Okey kalau begitu, berarti kita lanjutkan materi dulu
S : Ya Pak........ (siswa menjawab serentak)

Peneliti memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya jika masih ada yang belum dipahami. Siswa tidak ada yang mengajukan pertanyaan dan peneliti menutup proses pembelajaran dengan salam.
2) Pertemuan II
Pada hari Selasa tanggal 25 Mei 2010 peneliti melanjutkan tindakan pembelajaran matematika siswa kelas VIII B. Pembelajaran berlangsung selama 2 x 40 menit yaitu pada jam 4 – 5 (09.40 – 11.05 WIB). Pembelajaran dilaksanakan dengan tujuan agar siswa mampu menentukan panjang jari-jari lingkaran dalam segitiga serta dapat memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan lingkaran luar segitiga.
1. Kegiatan Awal
Peneliti membuka kegiatan pembelajaran dengan salam dan doa. Kegiatan dilanjutkan dengan mengabsen siswa dan memberikan motivasi belajar kepada siswa. Peneliti menyampaikan tujuan pembelajaran dan kemudian meminta siswa untuk mengumpulkan tugas yang telah diberikan pada pertemuan sebelumnya. Peneliti memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai kesulitan-kesulitan dalam menyelesaikan tugas tersebut. Tidak ada siswa yang bertanya, maka peneliti menganggap siswa tidak ada masalah dalam menyelesaikan tugas yang diberikan.
Setelah kegiatan pendahuluan dilakukan, kegiatan selanjutnya yang dilakukan peneliti adalah kegiatan inti. Langkah pertama yang dilakukan peneliti adalah memberikan masalah berkenaan dengan materi lingkaran luar segitiga yaitu menentukan panjang jari-jari lingkaran luar segitiga sesui yang tertera pada LKS. Peneliti kemudian mengajukan beberapa pertanyaan materi prasyarat tentang unsur-unsur lingkaran, rumus Pythagoras, jari-jari lingkaran. Siswa menjawab secara serentak dengan benar setiap pertanyaan yang diajukan. Peneliti membagikan lembar kerja siswa kepada siswa.
2. Kegiatan Inti
Langkah di atas merupakan tahapan orientasi siswa terhadap masalah. Tahapan selanjutnya adalah mengorganisasikan siswa untuk belajar. Peneliti mendorong siswa untuk menyelesaikan masalah yang diberikan secara individu. Peneliti mengarahkan siswa untuk mengerjakan permasalahan yang ada dalam LKS.
Peneliti kemudian berjalan mengelilingi setiap siswa untuk mengamati aktivitas siswa. Siswa mengerjakan setiap permasalahan dalam lembar kerja siswa yang disediakan. Mencari rumus panjang jari-jari lingkaran luar segitiga dilakukan siswa untuk mendapatkan nilai dari panjang jari-jari lingkaran luar segitiga. Peneliti berkeliling dari satu siswa ke siswa lain karena hampir semua siswa memanggil peneliti untuk sekedar bertanya atau mengatasi kesulitan mereka.
Dari pengamatan peneliti rata-rata siswa mengalami kesulitan dalam mengaitkan hubungan panjang ketiga sisi segitiga dengan rumus setengah keliling segitiga untuk menentukan rumus panjang jari-jari lingkaran luar segitiga. Melalui diskusi dengan teman sebangkunya dan bantuan dari peneliti, semua siswa dapat menemukan panjang ketiga sisi segitiga dengan rumus setengah keliling segitiga serta dapat menentukan rumus panjang jari-jari lingkaran luar segitiga. Siswa tampak senang karena berhasil menyelesaikan masalah yang diberikan. Langkah di atas adalah termasuk tahapan membimbing penyelidikan individual.
Pada tahapan selanjutnya yaitu mengembangkan dan menyajikan hasil karya, peneliti memberikan masalah baru berupa mengerjakan lembar kerja siswa 4 dalam LKS yang sudah di bagikan. Peneliti meminta siswa untuk mengerjakan setiap pertanyaan yang ada dalam LKS dengan langkah kegiatan seperti yang telah dilakukan oleh siswa untuk mendapatkan rumus panjang jari-jari lingkaran luar segitiga. Peneliti mengamati siswa dalam menyelesaikan masalah yang diberikan. Semua siswa terlibat aktif melakukan pemecahan masalah setiap permasalahan yang ada dalam LKS 4. Mereka terlihat menikmati aktivitasnya dalam menyelesaikan masalah yang diberikan. Peneliti berkeliling ke semua siswa dan melihat bahwa rata-rata kesulitan siswa adalah memanipulasi rumus panjang ketiga sisi segitiga dan rumus setengah keliling segitiga untuk menentukan panjang jari-jari lingkaran luar segitiga. Setelah peneliti membantu kesulitan yang dihadapi, siswa dapat menemukan jawaban pada LKS walaupun jawabannya bervariasi tetapi intinya sama. Mereka tampak senang karena berhasil memecahkan masalah yang diberikan dan memahaminya.
3. Kegiatan akhir
Peneliti meminta kepada perwakilan siswa untuk menyajikan hasil penyelesaian masalah dalam lembar kerja siswa 4 didepan kelas. Siswa MIL dan HEN mengerjakan kedepan, sedangkan siswa lainnya memperhatikan dan mengoreksi pengerjaan temannya. Pada tahapan menganalisa dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah, peneliti menganalisa hasil pembahasan dan meminta kepada siswa untuk merumuskan kesimpulan. Peneliti memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya jika masih ada yang belum dipahami. Siswa tidak ada yang mengajukan pertanyaan, maka peneliti mengajukan beberapa pertanyaan tentang materi yang baru saja disampaikan. Beberapa siswa menjawab dengan benar pertanyaan yang diajukan. Peneliti menyimpulkan bahwa siswa sudah memahami materi yang disampaikan. Peneliti menanyakan kesiapan siswa untuk diberikan tes dan siswa tidak keberatan jika tes dilaksanakan pada pertemuan berikutnya yaitu hari Kamis tanggal 27 Mei 2010. Peneliti mengakhiri pembelajaran dengan salam.
3) Pertemuan III
Pertemuan ketiga dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 27 Mei 2010 pukul 11.05-13.00 WIB. Pada pertemuan III ini peneliti memberikan tes akhir siklus II, untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menyerap pelajaran yang diberikan. Pelaksanaan tes ini berlangsung selama 3 X 40 menit. Soal tes akhir pada pelaksanaan siklus I ini dapat dilihat pada Lampiran 16a. Peneliti memulai dengan salam dan memeriksa kehadiran siswa serta berdoa sebelum tes dilaksanakan. Pada pelaksanaan tes ini semua siswa hadir semua dalam mengikuti tes akhir siklus. Pelaksanaan tes diamati oleh peneliti dan dua observer. Masing-masing bertugas sebagai pengawas agar pelaksanaan tes akhir siklus berjalan lancar.
4.1.3.3 Tahap Observasi (Observing) II
Pengamatan pada siklus II ini dibantu oleh dua observer yang sama pada siklus I yaitu ibu Indra Komala Dewi, S.Pd dan saudara Hermanto. Tugas observer pada siklus II sama seperti yang dilakukan pada siklus I, yaitu mencatat hal-hal yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung. Pengamatan pada siklus II ini lebih ringan karena observer sudah merasa terbantu dengan pengamatan yang telah dilakukan pada siklus I serta aktivitas siswa yang lebih baik.
Prosentase keberhasilan data kualitatif dihitung dengan rumus prosentase keberhasilan sebagai berikut:
∑ Skor yang dicapai
Prosentase Keberhasilan = X 100%
∑ Skor maksimum
Kemudian hasil persentase keberhasilan tersebut disesuaikan dengan persentase taraf keberhasilan tindakan seperti yang terlihat pada tabel 4.4 (Bab III), yaitu:

Tabel 4.4 Persentase Taraf Keberhasilan Tindakan Kelas VIII B
No % Keberhasilan Tindakan Taraf Keberhasilan NIlai Huruf Nilai Angka
1 81 – 100% Sangat Baik A 5
2 61 – 80% Baik B 4
3 41 – 60% Cukup C 3
4 21 – 40 % Kurang D 2
5 0 – 20% Sangat Kurang E 1
(Sumber: Riduwan dan Akdon, 2005:17-18)
Sedangkan ketuntasan belajar pada tes akhir siklus dihitung dengan rumus ketuntasan belajar sebagai berikut:
 siswa yang mendapat nilai  65
prosentase tuntas belajar = X 100%
 siswa keseluruhan

Siswa dikatakan tuntas belajar jika terdapat  61 siswa yang yang mendapat nilai  65. Prosentase ini juga berlaku untuk seluruh proses pembelajaran, baik pada guru maupun siswa, serta aktivitas belajar siswa.
Sebelum melakukan refleksi, terlebih dahulu peneliti memeriksa keabsahan data untuk mengecek kebenaran hasil penelitian sehingga hasil penelitian dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan.
Rincian penjelasan tersebut di atas adalah sebagai berikut:
1. Hasil Observasi Kegiatan Guru pada Siklus II
Pengamatan dilakukan terhadap aktivitas guru selama proses pembelajaran. Pengamatan dilakukan oleh pengamat yang membantu peneliti yaitu ibu Indra Komala Dewi, S.Pd sebagai Pemangat I dan saudara Hermanto sebagai Pengamat II. Selama kegiatan pembelajaran, pengamat mengamati kegiatan yang berlangsung berdasarkan lembar pengamatan yang disediakan oleh peneliti. Penilaian pengamatan dilakukan dengan memberi skor sesuai klasifikasi penilaian yang tersedia pada lembar pengamatan.
Hasil pengamatan yang dilakukan oleh kedua pengamat dapat dilihat pada Tabel berikut:

Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Guru dalam Penerapan Problem Based Learning Tindakan Siklus II
Kegiatan Tahapan Skor
Pengamat I Pengamat II
Pendahuluan 5 5
Inti

Orientasi siswa terhadap masalah 4 5
Mengorganisasi siswa untuk belajar 4 4
Membimbing penyelidikan individual 4 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya 4 4
Menganalisa dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah 4 4
Penutup 5 5
Jumlah 30 31
Berdasarkan data pengamatan pada Tabel 4.5 maka persentase skor pengamatan yang dilakukan pengamat I dan pengamat II adalah sebagai berikut:
Persentase skor pengamat I =
Persentase skor pengamat II =
Persentase skor rata-rata =
Hasil persentase skor rata-rata adalah 87,15 % yang menunjukkan bahwa proses pembelajaran dengan tahapan-tahapan problem based learning sudah diterapkan oleh peneliti dengan baik.
2. Hasil Observasi Kegiatan Siswa pada Siklus II
Tabel 4.6 Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa dalam Penerapan Problem Based Learning Tindakan Siklus II
Kegiatan Tahapan Skor
Pengamat I Pengamat II
Pendahuluan 5 4
Inti

Orientasi siswa terhadap masalah 4 4
Mengorganisasi siswa untuk belajar 4 5
Membimbing penyelidikan individual dan kelompok 5 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya 4 4
Menganalisa dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah 4 4
Penutup 4 5
Jumlah 30 30
Berdasarkan data pengamatan pada Tabel 4.6 maka persentase skor pengamatan yang dilakukan pengamat I dan pengamat II adalah sebagai berikut:
Persentase skor pengamat I =
Persentase skor pengamat II =
Persentase skor rata-rata =
Dari hasil pengamatan, dapat diketahui persentase skor rata-rata adalah 85,7 % yang menunjukkan bahwa siswa ikut terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Aktivitas siswa selama pembelajaran menunjukkan bahwa siswa mengikuti tahapan-tahapan problem based learning dengan baik. Masalah yang diberikan dalam problem based learning menuntut siswa untuk mampu memecahkan masalah dalam menyelesaikannya. Jadi, pada siklus II ini aktivitas siswa sudah sangat meningkat sehingga tidak perlu diberikan siklus tambahan.
3. Hasil Catatan Lapangan
Pengamat mengisi catatan lapangan untuk mencatat aktivitas siswa dalam pembelajaran dan kasus-kasus yang berhubungan dengan kegiatan pembelajaran namun tidak terekam dalam lembar pengamatan. Hasil catatan lapangan dari pengamat adalah sebagai berikut:
1. Pelaksanaan pembelajaran sudah sesuai dengan rancangan pembelajaran.
2. Pelaksanaan pembelajaran strategi problem based learning sudah sistematis.
3. Keaktifan siswa selama kegiatan belajar megajar cukup aktif.
4. Suasana kelas cukup kondusif.
5. Pengelolaan kelas cukup maksimal.
6. Hubungan interaksi guru dengan siswa cukup bagus.
7. Hubungan interaksi siswa dengan siswa cukup bagus.
8. Iklim sekolah sangat islami, dan disiplin.
4. Hasil Tes
Tes dilaksakan pada hari Kamis tanggal 27 mei 2010 jam 5 – 6 (11.05 – 13.00 WIB). Soal tes memuat materi melukis lingkaran luar segitiga dan menentukan panjang jari-jari lingkaran luar segitga dengan jumlah 4 soal berbentuk uraian. Penilaian tes dilakukan oleh peneliti berdasarkan kriteria kemampuan pemecahan masalah siswa. Tes diikuti oleh 30 dari 30 siswa.
Rata-rata nilai siswa dan ketuntasan belajar dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut:
Tabel 4.4 Hasil Tes Akhir pada Pelaksanaan Siklus I
No Hasil Tes Akhir Jumlah
1 Rata-rata nilai siswa 80
2 Jumlah siswa yang tuntas 29
3 Jumlah siswa yang tidak tuntas 1
Prosentase ketuntasan 80 %

Hasil tes menunjukkan bahwa rata-rata nilai siswa adalah 80. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa tinggi yaitu di atas 61. Persentase ketuntasan siswa sebesar 80 % yang berarti di atas kriteria keberhasilan tindakan sebesar 61 %. Soal dan hasil tes siswa dapat dilihat pada Lampiran 16a dan 16b.
5. Hasil Wawancara
Pelaksanaan wawancara bertujuan untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah siswa dan respon siswa terhadap penerapan strategi problem based learning. Wawancara dilakukan kepada subyek yang telah ditentukan sebelumnya yaitu PQR, MNO, DSE, HIJ, FGH, dan JKL. Wawancara dilaksanakan setelah tes tindakan. Peneliti meminta waktu sebentar kepada subyek untuk diwawancarai berdasarkan pedoman wawancara yang telah dibuat oleh peneliti. Pedoman wawancara dapat dilihat pada Lampiran 11. Berikut hasil wawancara dengan 6 siswa.
Pada siklus II, wawancara dilaksanakan pada tanggal 27 mei 2010 pada jam istirahat. PQR, MNO, dan DSE mengatakan bahwa mereka sudah bisa mengerjakan dan sudah paham dengan materi lingkaran luar segitiga. Sedangkan HIJ dan FGH mengatakan bahwa mereka sudah bisa mengerjakan semua soal, tetapi mereka tidak yakin bahwa semua jawabannya benar semua. JKL mengatakan bahwa dia masih kesuliltan dalam mengerjakan soal, karena selain dia belum paham dia juga kurang dalam belajar. Dan dari ke enam subyek wawancara tersebut menyukai strategi pembelajaran PBL.
6. Pengecekan Keabsahan Data
Untuk menetapkan keabsahan (trusworthiness) data diperlukan teknik pemeriksaan (Moleong, 2006:324). Ada empat kriteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability). Pengecekan keabsahan data digunakan untuk mengecek kebenaran hasil penelitian seteliti mungkin, sehingga hasil penelitian dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pada kriteria derajat kepercayaan peneliti memanfaatkan 3 teknik pemeriksaan data, yaitu: ketekunan pengamatan, triangulasi, pengecekan sejawat. Adapun penjelasan dari masng-masing teknik pemerikasaan data tersebut adalah sebagai berikut:
1. Ketekunan Pengamatan
Peneliti marupakan instrumen pengumpul data utama sehingga memerlukan ketekunan dalam melakukan pengamatan sejak awal sampai akhir penelitian. Hal ini berarti peneliti hendaknya mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang menonjol. Kemudian peneliti menelaah secara rinci sampai pada suatu titik sehingga pada pemeriksaan tahap awal tampak salah satu atau seluruh faktor yang ditelaah sudah dipahami dengan cara yang biasa.
Dengan cara meningkatkan ketekunan maka kepastian dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis sehingga peneliti dapat melakukan pengecekan kembali apakah data yang telah ditemukan itu salah atau tidak. Selain itu, peneliti dapat memberikan deskripsi data yang akurat dan sistematis tentang apa yang diamati.
Dalam hal ini, peneliti selain sebagai pengajar juga melakukan pengamatan terhadap jalannya proses pembelajaran di kelas, sehingga peneliti dapat melihat aktivitas belajar siswa. Dari seluruh pengamatan ini, peneliti akan melihat hasil belajar siswa dari tes akhir siklus II sehingga peneliti dapat menarik kesimpulan dengan baik.
2. Triangulasi
Dalam penelitian ini jenis triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber. Data yang berkaitan dengan aktivitas belajar siswa dibandingkan dengan hasil wawancara dan hasil tes akhir siklus. Tujuan dari membandingkan ini adalah untuk melakukan pengecekan sehingga kesimpulan yang diperoleh peneliti benar-benar valid. Adapun tahap triangulasi dalam peneliti ini adalah sebagai berikut:
 Membandingkan data aktivitas belajar siswa dengan hasil wawancara
Dari hasil observasi aktivitas belajar siswa diperoleh persentase keberhasilan yaitu mencapai 85,7 % dengan taraf keberhasilan dapat dikategorikan sangat baik. Selain itu soal-soal pemecahan masalah dirasa lebih mudah karena sebelumnya selalu berlatih dalam LKS. Dari hasil membandingkan data observasi aktivitas belajar siswa dan wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil prosentase aktivitas belajar siswa sesuai dengan hasil wawancara dan sudah tergolong baik sehingga tidak perlu diberikan tindakan tambahan.
 Membandingkan data aktivitas belajar siswa dengan hasil catatan lapangan
Dari hasil observasi aktivitas belajar siswa diperoleh persentase keberhasilan yaitu mencapai 85,7 % dengan taraf keberhasilan dapat dikategorikan sangat baik. Sedangkan dari hasil catatan lapangan diperoleh informasi bahwa kondisi kelas sudah terlihat kondusif. Hampir siswa mengikuti pelajaran dengan baik dan siswa yang ramai sudah banyak berkurang. Dari hasil membandingkan data observasi aktivitas belajar siswa dan catatan lapangan tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil prosentase aktivitas belajar siswa sesuai dengan hasil catatan lapangan dan sudah dikategorikan sangat baik.
 Membandingkan data aktivitas belajar siswa dengan hasil tes akhir siklus II
Dari hasil observasi aktivitas belajar siswa diperoleh persentase keberhasilan yaitu mencapai 85,7 % dengan taraf keberhasilan dapat dikategorikan sangat baik. Sedangkan dari hasil tes akhir siklus II diperoleh persentase ketuntasan yaitu 80 % siswa mendapat nilai . Dari hasil membandingkan tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil prosentase aktivitas belajar siswa sesuai dengan hasil tes akhir siklus dan dapat dikategorikan baik.
3. Pengecekan Sejawat
Dalam menganalisis data dan penarikan kesimpulan, peneliti mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan rekan sejawat dan guru matematika dengan tujuan agar peneliti tetap mempertahankan sikap terbuka dan kejujuran. Selain itu teknik ini digunakan untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Berdasarkan hasil diskusi peneliti dengan guru matematika dan rekan sejawat menunjukkan bahwa penerapan strategi pembelajaran problem based lerning sudah memberikan hasil yang diharapkan, sehingga peneliti dan rekan sejawat menyimpulkan bahwa strategi pembelajaran problem based lerning dapat meningkatkan aktivitas dan kemampuan pemecahan masalah siswa ini dibuktikan dari persentase keberhasilan telah memenuhi kriteria taraf keberhasilan.
Pada kriteria keteralihan (transferability), peneliti dituntut melaporkan proses hasil penelitiannya secara rinci. Dalam penelitian ini dapat dilihat pada paparan data pelaksanaan tindakan siklus II. Pemberian tindakan ini merupakan bukti bahwa penelitian ini melalui suatu proses.
Dalam penelitian kualitatif, kriteria kebergantungan (dependability) dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian, karena sering terjadi penelitian tidak melakukan proses penelitian (Sugiyono, 2007:131). Dalam penelitian ini data yang diperoleh adalah benar-benar data hasil penelitian yang dilakukan di MTs Hasyim Ary’ari Pakis, hal ini dapat dibuktikan dengan surat ijin yang telah dikeluarkan oleh kepala MTs Hasyim Ary’ari kepada peneliti untuk melakukan penelitian pada sekolah tersebut.
Pemeriksaan terhadap kriteria kepastian (confirmability) yaitu menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang dilakukan (Sugiyono, 2007:131). Dalam penelitian ini, pengujian confirmabilit dilakukan oleh dua pengamat dengan melihat apakah hasil penelitian yang dilakukan sesuai dengan proses pembelajaran pada siklus II. Dari pengujian tersebut dapat dikatakan bahwa hasil penelitian merupakan fungsi dari proses yang dilakukan. Hasil uji confirmabilit menunjukkan bahwa hasil penelitian yang dilakukan peneliti pada siklus II ini sudah sesuai dengan observasi dari dua pengamat.
4.1.3.4 Tahap Refleksi II
Refleksi dilakukan oleh peneliti bersama seorang pengamat yang membantu peneliti mengamati berlangsungnya pembelajaran. Data yang terkumpul dibandingkan dengan kriteria keberhasilan tindakan yang telah ditetapkan dan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Rata-rata nilai tes siswa adalah 80 melebihi kriteria keberhasilan yaitu rata-rata nilai tes ≥ 61
2. Sebagian besar siswa memahami materi yang diajarkan, hanya terdapat beberapa siswa yang memang kurang memahami.
3. Siswa merasa senang dengan pembelajaran yang diterapkan oleh peneliti.
4. Keaktifan siswa sebesar 85,7 % menunjukkan bahwa siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran.
5. Pengamatan penerapan strategi pembelajaran sebesar 87,15 % menunjukkan peneliti menerapkan strategi pembelajaran problem based learning dengan baik.
Berdasarkan hasil tes pada siklus II, analisis, dan refleksi yang dilakukan oleh peneliti dan dua orang observer dapat disimpulkan bahwa tindakan ini sudah dikatakan berhasil karena ketuntasan belajar siswa sudah mencapai 80 % hal ini sudah memenuhi bahkan melebihi Standar Ketuntasan Belajar Minimum (SKBM) yang telah ditetapkan oleh sekolah yaitu seorang siswa dikatakan tuntas belajar jika memperoleh skor lebih atau sama dengan 61 % dari skor total, dan suatu kelas dikatakan tuntas belajar jika terdapat lebih atau sama dengan 85% siswa menuntaskan suatu soal yang mengukur suatu indikator, maka indikator tersebut tercapai. Kriteria pencapaian indikator bila lebih atau sama dengan 85% indikator telah tercapai. Karena tindakan pada siklus II ini sudah berhasil, maka suatu penelitian dapat dihentikan.



4.2 Hasil Analisis Data
Hasil analisis data yang akan dipaparkan adalah hasil analisis data kualitatif yang meliputi kegiatan guru dan siswa dengan penerapan strategi pembelajaran problem based learning serta aktivitas belajar siswa dan analisis data kuantitatif yaitu hasil tes akhir siklus. Uraian lebih lanjut dipaparkan sebagai berikut:
4.2.1 Hasil Analisis Data Kualitatif
1. Kegiatan Guru pada Pelaksanaan Siklus I dan II
Dalam hal ini akan dipaparkan hasil analisis kegiatan guru dengan penerapan strategi pembelajaran problem based learning siklus I dan siklus II sehingga dapat dilihat peningkatannya pada Tabel 4.9 sebagai berikut:
Tabel 4.9 Hasil Analisis Kegiatan Guru dengan PBL Siklus I dan Siklus II

Siklus ke- Prosentase Keberhasilan Tindakan Nilai dengan Huruf Nilai dengan Angka Taraf keberhasilan
I 82,85% A 5 Baik
II 87,15% A 5 Sangat Baik

Dari hasil analisis tersebut di atas dapat dilihat bahwa pada siklus I kegiatan guru sudah mencapai taraf keberhasilan yang telah ditetapkan, yaitu 61% kegiatan telah terlaksana. Sedangkan pada siklus II prosentase ini meningkat 4,30% menjadi 87,15% dengan taraf keberhasilan sangat baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dari segi guru telah berhasil, baik pada siklus I maupun siklus II.
2. Kegiatan Siswa pada Pelaksanaan Siklus I dan Sklus II
Dalam hal ini akan dipaparkan hasil analisis kegiatan siswa dengan strategi pembelajaran problem based learning siklus I dan siklus II sehingga dapat dilihat peningkatannya pada Tabel 4.10 sebagai berikut:

Tabel 4.10 Hasil Analisis Kegiatan Siswa dengan Strategi PBL Siklus I dan Siklus II
Siklus ke- Prosentase Keberhasilan Tindakan Nilai dengan Huruf Nilai dengan Angka Taraf keberhasilan
I 75,71% C 3 Cukup
II 85,7% B 4 Sangat Baik

Dari hasil analisis tersebut di atas dapat dilihat bahwa kegiatan siswa pada siklus I mencapai 75,71 % dengan taraf keberhasilan cukup. Prosentase ini sudah memenuhi taraf keberhasilan yang ditetapkan, yaitu 61 % siswa aktif dalam proses pembelajaran sehingga peneliti perlu mengadakan siklus selanjutnya. Sedangkan pada siklus II prosentase ini meningkat 9,99 % menjadi 85,7% dengan taraf keberhasilan sangat baik. Prosentase ini sudah mencapai taraf keberhasilan yang telah ditetapkan, yaitu 61 % siswa aktif dalam proses pembelajaran sehingga siklus dapat dihentikan.
4.2.2 Hasil Analisis Data Kuantitatif
Hasil analisis data kuantitatif dalam penelitian ini yaitu analisis hasil tes akhir siklus. Dapat dilihat pada tabel 4.11 berikut:
Tabel 4.11 Hasil Tes Akhir Siklus I dan Siklus II
Siklus ke- Jumlah Siswa Tuntas Prosentase ketuntasan Taraf Keberhasilan
I 30 72 % Baik
II 30 80 % Sangat Baik
Hasil tes akhir siklus I dan siklus II dapat dilihat pada Lampiran 14.
Dari hasil analisis tersebut di atas dapat dilihat bahwa hasil tes akhir pada siklus I mencapai 72 % dengan taraf keberhasilan baik. Prosentase ini sudah memenuhi taraf keberhasilan yang ditetapkan, yaitu 61 % siswa mendapat nilai sehingga peneliti perlu mengadakan siklus selanjutnya. Sedangkan pada siklus II prosentase ini meningkat 8 % menjadi 80 % dengan taraf keberhasilan sangat baik. Prosentase ini sudah mencapai taraf keberhasilan yang telah ditetapkan, yaitu 61 % siswa mendapat nilai sehingga siklus dapat dihentikan.
Dari hasil analisis data kualitatif dan kuantitatif di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran baik dari segi guru maupun siswa telah mengalami peningkatan dan sesuai dengan standar keberhasilan yang telah ditetapkan yaitu 61 % tindakan telah tercapai sehingga siklus dihentikan.

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian
4.3.1 Penerapan Strategi Pembelajaran Problem Based Learning
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran matematika MTs Hasyim Asy’ari Pakis dapat diketahui bahwa proses pembelajaran di kelas VIII B selama ini menggunakan metode ceramah. Selain itu diperoleh informasi bahwa siswa cenderung pasif dalam proses pembelajaran.
Peneliti melakukan studi pendahuluan untuk mengidentifikasi permasalahan yang ada di kelas. Hasil studi pendahuluan menunjukkan bahwa dengan lingkungan pembelajaran yang diciptakan oleh guru menyebabkan kemampuan pemecahan masalah siswa belum maksimal.
Berdasarkan kondisi di atas, maka peneliti merencanakan pembelajaran matematika dengan menerapkan strategi pembelajaran problem based learning, hal ini dilakukan peneliti untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas VIII B MTs Hasyim Asy’ari Pakis tahun pelajaran 2009/2010.
Hal yang perlu diperhatikan peneliti adalah minat siswa dalam membaca materi sebelumnya sangat kurang. Ini terbukti dari banyaknya siswa yang diam saat guru mengulang materi sebelumnya, sehingga dalam proses pembelajaran siswa cenderung lebih pasif. Selain itu pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas masih didominasi oleh guru yaitu dengan menggunakan metode ceramah dan latihan soal.
Dari kenyataan di atas, peneliti merencanakan pembelajaran matematika dengan menerapkan strategi pembelajaran problem based learning yang terdiri dari lima tahapan yaitu (1) orientasi siswa terhadap masalah, (2) mengorganisasi siswa untuk belajar, (3) membimbing penyelidikan individual dan kelompok, (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dan (5) menganalisa dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah. Pada awal pembelajaran peneliti memberikan masalah yang nyata melalui lembar kerja siswa. Hal ini didukung Barrows & Tamblyn (dalam Xiuping, 2002: 225) bahwa masalah yang diberikan di awal pembelajaran akan bertindak sebagai fokus atau pendorong penggunaan kemampuan memecahkan masalah atau ketrampilan berpikir. Siswa harus menyelesaikan masalah yang diberikan secara individu. Peneliti membimbing siswa dalam melakukan percobaan dan penyelidikan untuk menyelesaikan masalah.
Adapun hasil analisis data penerapan strategi pembelajaran problem based learning dalam penelitian ini, dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Hasil Belajar Siswa
Berdasarkan deskripsi penelitian mengenai hasil belajar siswa, dapat dikatakan bahwa ketuntasan belajar siswa sudah tercapai, karena terdapat 80 % siswa dalam kelas yang mendapat skor lebih atau sama dengan 61% dari skor total. Skor 61% merupakan standar ketuntasan belajar minimal yang telah ditetapkan sekolah.
Keberhasilan dalam proses belajar siswa dapat diungkap melalui hasil belajar siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Sudjana (2008:22) yang mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar ini dapat diukur dengan memberikan tes. Tes ini digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran.
Berdasarkan hasil penelitian pada siklus I dapat dilihat bahwa hasil belajar dengan penerapan strategi pembelajaran problem based learning sudah baik, hal ini terbukti dari hasil belajar siswa telah mencapai 72%, prosentase ini sudah memenuhi kriteria yang ditetapkan, yaitu 61% siswa mendapat nilai . Setelah mendapat pembelajaran pada siklus II, prosentasei ini mengalami peningkatan 9% menjadi 80% dengan taraf keberhasilan sangat baik. Hal ini menunjukkan bahwa strategi pembelajaran problem based learning dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.
2. Kegiatan Guru dalam Menerapkan Strategi Pembelajaran problem based learning
Kegiatan guru dalam menerpakan menerapkan strategi pembelajaran problem based learning dibagi dalam lima tahap. Langkah pertama yang dilakukan peneliti adalah memberikan masalah berkenaan dengan materi lingkaran dalam segitiga sesui yang tertera pada LKS. Ada beberapa siswa yang protes dan bertanya tentang pemberian masalah terlebih dahulu tanpa memberikan materi sebelumnya. Untuk mengendalikan suasana, peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan materi prasyarat kepada siswa. Langkah ini juga untuk membangkitkan pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa. Peneliti meminta siswa untuk menyebutkan unsur-unsur lingkaran, cara melukis lingkaran, dan menentukan panjang jari-jari lingkaran dalam segitiga.
Peneliti selanjutnya membagikan lembar kerja siswa. Langkah tersebut dalam problem based learning disebut dengan tahapan orientasi siswa terhadap masalah. Tahapan selanjutnya adalah mengorganisasi siswa untuk belajar. Peneliti mendorong siswa untuk menyelesaikan masalah. Peneliti juga mengarahkan siswa untuk menyelesaikan masalah. Peneliti berkeliling mengamati aktivitas masing-masing siswa. Setiap siswa mengerjakan permasalahan berdasarkan LKS yang diberikan. Siswa terlihat sangat antusias dalam mengikuti pembelajaran. Semua siswa terlibat aktif melakukan penyelidikan dan percobaan untuk menyelesaikan masalah..
Peneliti kemudian berjalan mengamati dari belakang siswa semuanya. Rata-rata kesulitan yang dihadapi setiap siswa adalah sama yaitu siswa kesulitan di dalam mencari hubungan antara cara melukis dari langkah pertama kelangkah berikutnya untuk menemukan lingkaran dalam segitiga. Setelah peneliti membantu kesulitan setiap siswa, mereka dapat menentukan hubungan tersebut sehingga dapat menentukan cara melukis lingkaran dalam segitiga. Mereka terlihat senang karena berhasil memecahkan masalah yang diberikan.
Tahapan berikutnya adalah tahap mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Pada tahap ini siswa diberikan masalah baru yang harus diselesaikan. Dalam menyelesaikan masalah ini, siswa berdiskusi dengan teman sebangkunya masing-masing berdasarkan pengalaman yang telah mereka peroleh pada tahap sebelumnya. Sebagian besar siswa terlibat lebih aktif dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Peneliti berkeliling ke setiap siswa untuk melihat perkembangan kemampuan pemecahan masalah siswa. Peneliti mengamati langkah penyelesaian masalah setiap siswa dan menanyakan argumentasi siswa. Setelah semua siswa mampu menyelesaikan masalah yang diberikan, peneliti meminta kepada empat siswa untuk menyajikan hasilnya di depan kelas. Pada saat satu siswa menyajikan hasil penyelesaian masalah yang diberikan, siswa yang lain ikut memperhatikan dan mengemukakan pendapat mereka.
Tahapan terakhir dalam problem based learning adalah menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Pada tahap ini, peneliti bersama siswa menganalisa hasil penyelesaian masalah yang disajikan tiap-tiap siswa. Peneliti kemudian mendorong siswa untuk merumuskan kesimpulan.
Dari hasil keseluruhan pengamatan yang dilakukan, pada siklus I sudah mencapai 72% yang berarti sedang. Sedangkan pada siklus II sudah mencapai 80% yang berarti baik. Pada siklus I pembelajaran yang dilakukan peneliti sudah bagus, tapi masih ada beberapa kekurangan yang dilakukan peneliti, seperti: Peneliti masih kurang mampu mengkondisikan siswa yang berbuat gaduh atau ramai. Peneliti kurang mampu merangsang siswa agar aktif bertanya dan diskusi. Namun, pada siklus II peneliti sudah mampu mengkondisikan siswa sehingga proses belajar mengajar berjalan lancar.
3. Kegiatan Siswa dengan Strategi Pembelajaran PBL
Kegiatan siswa dalam menerapkan strategi pembelajaran problem based learning dengan menerapkan indikator-indikator dari PBL. Dari hasil keseluruhan pengamatan yang dilakukan pada siklus I penerapan strategi pembelajaran problem based learning untuk siswa telah mencapai 72% yang berarti sedang, namun pada siklus II penerapan strategi pembelajaran problem based learning untuk siswa sudah mencapai 80% yang berarti baik. Dari data ini dapat diketahui bahwa hampir seluruh siswa sudah menjalankan indikator yang disiapkan peneliti.
Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan siswa pada penerapan strategi pembelajaran problem based learning telah berhasil dengan baik. Dengan menggunakan strategi pembelajaran problem based learning dapat memancing siswa bertanggungjawab dalam menjalankan tugasnya dan disiplin dalam latihan terkontrol.
4. Aktivitas Belajar Siswa
Di dalam penelitian ini, peneliti dibantu oleh dua observer mengamati aktivitas belajar siswa, karena aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar-mengajar. Hal ini sejalan dengan pendapat Sardiman (2007:95) karena tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas, sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan. Hal-hal yang diamati dalam penelitian ini meliputi aspek keaktifan mendengar dan mencatat, aspek penyelesaian tugas, dan aspek diskusi. Pemilihan ketiga aspek ini didasarkan pada pendapat Dimyati dan Mudjiono (2006:45) yang menyatakan bahwa keaktivan itu beraneka ragam bentuknya. Mulai dari kegiatan fisik yang mudah kita amati sampai kegiatan psikis yang susah diamati. Kegiatan fisik bisa berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan sebagainya. Peneliti memilih aktivitas fisik karena aktivitas tersebut mudah diamati oleh peneliti dan observer pada saat proses pembelajaran.


5. Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa
Berdasarkan dari perolehan angket bahwa keterampilan berpikir kreatif siswa mengalami peningkatan dari 72% menjadi 80%, sehingga kemampuan pemecahan masalah siswa termasuk kategori baik. Angket ini di sesuaikan dengan indikator kemampuan pemecahan masalah siswa. menurut Polya (dalam Suherman, 2001: 84-85), bahwa solusi soal memuat 4 (empat) langkah penyelesaian adalah sebagai berikut:
a. Memahami masalah
Fase pertama dalam memahami masalah. Tanpa adanaya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, siswa tidak mungkin mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan benar. Setelah siswa dapat memahami masalahnya dengan benar, selanjutnya mereka harus mampu menyusun rencana penyelesaian masalah.
b. Merencanakan pemecahannya
Kemampuan melakukan fase kedua ini sangat tergantung pada pengalaman siswa dalam menyelesaikan masalah. Pada umumnya, semakin bervariasi pengalaman mereka, ada kecenderungan siswa lebih kreatif dalam menyusun rencana penyelesaian suatu masalah.
c. Menyelesaikan masalah sesuai rencana
Jika rencana penyelesaian suatu masalah telah dibuat, baik secara tertulis atau tidak, selanjutnya dilakukan penyelesaian masalah sesuai dengan rencana yang dianggap paling tepat
d. Melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan. Dan langkah terakhir dari proses penyelesaian masalah adalah melakukan pengecekan atas apa yang telah dilakukan mulai dari fase pertama sampai fase penyelesaian ketiga. Dengan cara seperti ini maka berbagai kesalahan yang dilakukan dapat terkoreksi kembali sehingga siswa dapat sampai pada jawaban yang benar sesuai dengan masalah yang diberikan.
Dari hasil keseluruhan pengamatan yang dilakukan pada siklus I. Aktivitas belajar siswa telah mencapai 72% yang berarti sedang. Prosentase tersebut sudah memenuhi prosentase kriteria keberhasilan yang ditetapkan, yaitu siswa aktif dalam pembelajaran. Namun, pada siklus II, aktivitas siswa dari aspek keaktifan mendengar dan mencatat telah mencapai 80% yang berarti baik. Jadi, pada siklus II ini aktivitas siswa dari tiga aspek itu sudah sangat meningkat.

BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dari serangkaian kegiatan tindakan pembelajaran yang mencakup empat tahap yaitu: perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan strategi pembelajaran problem based learning pada materi lingkaran dalam dan lingkaran luar segitiga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa kelas VIII B MTs Hasyim Asy’ari Pakis tahun pelajaran 2009/2010.
Dari hasil analisis data dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Penerapan strategi pembelajaran problem based learning terhadap materi lingkaran dalam dan lingkaran luar segitiga secara umum dibagi dalam 5 tahap, yaitu: (1) Orientasi siswa terhadap masalah. Peneliti menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberikan masalah yang harus dipecahkan oleh siswa. Pada penelitian ini masalah diberikan dalam bentuk lembar kerja siswa, (2) Mengorganisasisiswa untuk belajar. Peneliti mengorganisasi pembelajaran dengan aktivitas belajar yang heterogen. Siswa dapat berdiskusi, berpikir dan menyampaikan ide kreatif mereka secara terbuka, (3) mbimbing penyelidikan individual. Masalah yang disajikan di awal pembelajaran akan mendorong keterampilan kemampuan pemecahan siswa dalam melakukan percobaan dan penyelidikan untuk mendapatkan pemecahan dan penyelesaian masalahnya. Peneliti membantu dan memfasilitasi siswa jika mengalami kesulitan, tetapi penyelesaian masalah diserahkan sepenuhnya pada siswa, (4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Peneliti memberikan pengembangan setelah siswa mendapatkan penyelesaian masalah yang diberikan. Dalam penelitian ini, pengembangan dilakukan dengan memberikan LKS dan masalah baru yang harus diselesaikan oleh siswa. Peneliti kemudian meminta siswa untuk menyajikan hasil pemecahan masalah di depan kelas, (5) enganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Pada tahap akhir ini peneliti bersama siswa menganalisa dan mengevaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan untuk mendapatkan kesimpulan.
Penerapan strategi pembelajaran problem based learning terhadap materi lingkaran dalam dan lingkaran luar segitiga dapat dilihat dari kegiatan guru dan siswa. Dari hasil observasi tehadap guru pada siklus I telah mencapai 82,85%. Prosentase ini mengalami peningkatan pada siklus II, menjadi 100%. Sedangkan kegiatan siswa dalam pembelajaran pada siklus I mencapai 75,71% dengan taraf keberhasilan cukup. Setelah diberikan tindakan pada siklus II, kegiatan siswa meningkat 10% menjadi 85,5% dengan taraf keberhasilan baik. Prosentase ini sudah memenuhi kriteria taraf keberhasilan yang telah ditetapkan, yaitu 61% proses pembelajaran terlaksana. Dengan adanya peningkatan kegiatan siswa pada siklus II ini, sehingga pemberian tindakan dihentikan dan dapat disimpulkan bahwa penerapan strategi pembelajaran problem based learning terhadap materi lingkaran dalam dan lingkaran luar segitiga dapat meningkatkan kegiatan siswa dalam pembelajaran.
2. Observasi terhadap aktivitas belajar siswa dilakukan berdasarkan indikator yang telah ditetapkan peneleti, yaitu: (1) Memahami masalah, (2) Merencanakan pemecahannya, (3) Menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan (4) Melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan. Dari hasil observasi aktivitas belajar siswa kelas VIII B menunjukkan peningkatan yang tinggi, pada siklus I perolehan prosentase hanya mencapai 72% yang berarti sedang. Prosentase ini sudah memenuhi kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan, yaitu 61% kegiatan terlaksana, hal ini menunjukkan bahwa keaktifan siswa dalam penyelesaian tugas sedang. Suasana kelas belum kondusif karena siswa masih beradaptasi dengan peneliti, namun dari segi aktifitas mendengar dan mencatat bisa dikatakan baik. Sedangkan pada siklus II telah mencapai 80% yang berarti sangat baik sehingga pemberian tindakan dihentikan, hal ini menunjukkan bahwa keaktivan siswa baik dari aspek aktifitas penyelesaian masalah telah mengalami peningkatan. Siswa mau bertanya apabila mengalami kesulitan dalam menjawab soal, siswa juga menunjukkan kekompakan dalam proses pembelajaran berlangsung, dan siswa aktif dalam menyelesaikan tugas dari peneliti. Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan strategi pembelajaran problem based learning dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.
3. Setiap akhir siklus, peneliti selalu memberikan tes. Tes ini digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa. Berdasarkan nilai tes akhir siklus I diperoleh prosentase ketuntasan, yaitu 72%, namun prosentase ini sudah memenuhi kriteria yang ditetapkan, yaitu 61% siswa mendapat nilai . Dari hasil ini dapat diketahui bahwa masih banyak siswa yang belum mampu menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah atau penerapan. Setelah mendapat pembelajaran pada siklus II, prosentase ini mengalami peningkatan 8% menjadi 80% dengan taraf keberhasilan baik. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa sudah banyak siswa yang mampu menyelesaiakn soal-soal pemecahan masalah. Hal ini menunjukkan bahwa bahwa penerapan strategi pembelajaran problem based learning dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.

5.2 Saran
Berdasarkan uraian simpulan, beberapa saran yang dapat dikemukakan adalah sebagi berikut:
1. Bagi sekolah, untuk memberikan sumbangan pikiran dalam memilih salah satu strategi pembelajaran agar tercipta kegiatan proses belajar mengajar yang lebih aktif pada sekolah tersebut.
2. Bagi guru bidang studi matematika kelas VIII B sebagai bahan pertimbangan dalam memilih atau memadukan berbagai strategi pembelajaran di kelas.
3. Bagi peneliti selanjutnya, disarankan agar dapat mengembangkan penelitian penerapan strategi pembelajaran problem based learning, misalnya dengan memadukan strategi PBL dengan strategi atau metode lain pada mata pelajaran yang lain pula.