Sabtu, 16 Oktober 2010

dari perempuan untuk bangsa

Mungkin banyak yang lupa hari ini Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) sudah menginjak usia yang ke-34 tahun. Sekitar sepuluh wanita pengusaha pada 10 Februari 1975 mendeklarasikan berdirinya organisasi ini.

Saat itu negara sedang memasuki fase pembangunan. Kesepuluh pendiri tersebut adalah Astrid Soerjantono Soerjo, Mirta Kartohadiprodjo, Dotty Ibnu Sutowo, Kemala Motik, Linda Spiro, Dewi Motik, Linda Latief, Astari Harun Alrasyid, Niniek Soerjo Adiwisita, dan Ratih Dardo.

Motivasi historis yang melatari lahirnya IWAPI tidak sekadar untuk berhimpun, tetapi juga untuk membina persatuan dan kerja sama antarwanita pengusaha Indonesia dalam bidang ekonomi dan usaha.Selain itu yang cukup mendasar adalah untuk memfasilitasi peningkatan pengetahuan dan keterampilan perempuan agar sanggup berdiri di garda terdepan kepemimpinan ekonomi nasional dan dunia. Karena itu, dalam usia yang ke-34 ini IWAPI dituntut untuk terus melibatkan diri dan memberikan yang terbaik untuk bangsa Indonesia.

Melihat problem yang dihadapi bangsa dan dunia pada abad ini, kini organisasi ini berada pada posisi yang strategis. Dikatakan strategis karena anggotanya tersebar di seluruh pelosok Indonesia dan mereka adalah kaum perempuan yang berkomitmen untuk mengembangkan kemandirian ekonomi.

Tantangan-tantangan dunia ke depan menuntut IWAPI untuk lebih banyak berperan aktif menawarkan problem solving dalam menghadapi krisis keuangan, pengangguran, dan kemiskinan. Dunia sekarang sedang dihantui krisis ekonomi, krisis pangan, hingga persoalan perubahan iklim global.Pada 2007,sebagaimana dirilis lembaga pertanian dan pangan dunia, Indonesia termasuk 37 negara yang rentan pangan.

Bencana alam yang saat ini melanda beberapa daerah seperti banjir dan longsor disinyalir mendorong hal tersebut hingga melumpuhkan ekonomi. Diperkirakan,bencana di Indonesia sudah mencapai sekitar 2.800 bencana per dekade mulai 1990-an. Frekuensi tersebut jauh meningkat dibanding 1940-an yang hanya 100 per dekade. Bencana alam bukan sekedar takdir, melainkan juga sebagian besarnya diakibatkan oleh ulah manusia yang mengeksploitasi alam secara liar, tanpa etika.

Problem di atas berdampingan dengan globalisasi yang menuntut kompetisi tinggi dan sengit yang hanya memberikan residu berekspresi bagi mereka yang kuat dan mampu beradaptasi. Padahal di sisi lain kita masih berkutat dengan kualitas SDM dan masalah kemiskinan. Kemiskinan sebelum resesi finansial global saja sudah mencapai 37,17 juta jiwa atau 16,58% dari populasi penduduk (BPS, 2007). Tantangan ini akan terus mengemuka pada masa mendatang. ***

Kondisi tersebut patut menjadi refleksi IWAPI. Bagaimana memberikan yang terbaik untuk bangsa Indonesia dengan membangun kekuatan ekonomi domestik baru berlandaskan prinsip kesetaraan, profesionalitas, dan kemandirian. Tetapi ikhtiar ini tidak mudah, melainkan membutuhkan kerja keras dan keyakinan yang kuat. Dalam hal ini ada beberapa hal yang perlu dilakukan.

Pertama, meletakkan kembali landasan dasar yang menjadi spirit gerak organisasi yang berorientasi pada kesadaran pengetahuan kekinian dan masa depan. Problem historis yang dihadapi IWAPI pada masa kelahirannya akan berbeda dengan tantangan masa kini dan mendatang. Fenomena yang disebutkan di atas akan mengubah formasi ekonomi, sosial, dan budaya masa depan dunia. Pertanyaannya, sejauh mana IWAPI mampu membaca dan menjawab arah masa depan tersebut?.

Kedua, fokus dan konsisten memperkuat UMKM sebagai fondasi pembangunan ekonomi. Harus diakui UMKM memainkan peran sangat penting dalam meningkatkan ekonomi, terutama untuk melepas cengkeraman kemiskinan di tengah angka pengangguran dan krisis pangan yang kita hadapi.Di beberapa negara maju, justru fondasi ekonominya diperkuat usaha-usaha kecil dan menengah.

Bagaimana pun kekuatan UMKM terbukti mampu mengangkat ekonomi sebuah negara, sebagaimana yang diperlihatkan berbagai negara maju. Selama 34 tahun berdiri, IWAPI telah membina, menciptakan ribuan wanita-wanita pengusaha Indonesia yang bergerak di bidang UMKM yang mampu menyerap banyak tenaga kerja. Karenanya,konsistensi ini akan dapat menjadi solusi bagi bangsa Indonesia di tengah ancaman ekonomi dewasa ini.

Ketiga,berperan aktif dalam membangun kewirausahaan sosial (social entrepreneurship). Sosok pengusaha yang mengembangkan nilai sosial dalam menjalankan kegiatan usahanya akan menjadikan kekuatan wirausaha sebagai modal untuk melakukan perubahan sosial.Dunia dan alam tidak dilihat sebagai entitas yang bisa mendatangkan kapital pribadi semata, tetapi modal untuk membangun kesejahteraan sosial dan manusia.

Keempat, melakukan intensifikasi dan pembenahan organisasi. Sebuah kesadaran padu secara nasional untuk bergerak memberikan solusi sehingga IWAPI benar-benar mampu menjadi lokomotif pendorong kemajuan ekonomi bangsa. Karenanya keluasan jaringan yang dimiliki di tingkat nasional dan internasional merupakan kekuatan yang harus terus dijaga ke depan untuk menyongsong IWAPI yang lebih maju dan matang.

Dengan demikian, hal terpenting dalam rentang usia IWAPI ke-34 tahun ini adalah kesadaran para wanita pengusaha dalam memberikan yang terbaik bagi kemajuan bangsa dan dunia. Karena roh itulah yang mendorong lahirnya IWAPI.

Dus,keempat hal yang dikemukakan di atas penting direfleksikan dan direkayasa ke depan, khususnya di tengah pelaksanaan rapat kerja nasional (rakernas) IWAPI di Riau yang akan dimulai hari ini hingga 12 Februari mendatang.(*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar