Rabu, 06 Oktober 2010

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE “5E” BERBANTUAN LKS TERSTRUKTUR UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN SISWA

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE “5E” BERBANTUAN LKS TERSTRUKTUR UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN SISWA
View clicks
Posted August 28th, 2009 by muckhtar
Pendidikan Matematika
abstraks:

Penelitian ini bertujuan untuk (1) meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematika siswa Kelas VIIIA SMP Negeri 6 Singaraja dan (2) mengetahui respons siswa terhadap implementasi model pembelajaran Learning Cycle “5E” berbantuan LKS terstruktur
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang terdiri dari tiga siklus. Setiap siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi/evaluasi, dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa Kelas VIIIA SMP Negeri 6 Singaraja tahun ajaran 2007/2008 sebanyak 30 orang. Data kemampuan tentang kemampuan penalaran dan komunikasi matematika siswa dikumpulkan melalui tes berbentuk uraian dan data tentang respons siswa dikumpulkan melalui angket. Data-data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi model Learning Cycle “5E” berbantuan LKS terstruktur, dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematika siswa Kelas VIIIA SMP Negeri 6 Singaraja, yaitu dari rata-rata 23,06 (cukup baik) pada siklus I menjadi 28,57 (baik) pada siklus II, dan 34,2 (sangat baik) pada siklus III.. Siswa memberikan respons yang sangat positif terhadap implementasi model pembelajaran Learning Cycle “5E” berbantuan LKS terstruktur dengan nilai rata-rata sebesar 35,7.
.

Kata-kata kunci: model pembelajaran Learning Cycle “5E”, LKS terstruktur, kemampuan penalaran dan komunikasi matematika.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Peningkatan kualitas pendidikan nasional ditandai dengan penyempurnaan-penyempurnaan yang terjadi pada setiap aspek pendidikan. Salah satu aspek pendidikan yang mengalami perkembangan adalah kurikulum pendidikan nasional. Penyempurnaan kurikulum dari kurikulum 1994 menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum 2004 dan KBK yang kembali mengalami revisi menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006, dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk inovasi kurikulum. Tugas dan peran guru bukan lagi sebagai pemberi informasi tetapi sebagai pendorong belajar agar siswa dapat mengonstruksi sendiri pengetahuan melalui berbagai aktivitas seperti pemecahan masalah dan komunikasi.
Pada mata pelajaran matematika tujuan pembelajaran matematika juga mengalami perubahan. Pada awalnya pembelajaran matematika di sekolah bertujuan untuk mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu (Depdiknas, 1993), namun dewasa ini tujuan pembelajaran matematika sekolah telah difokuskan pada empat tujuan utama, yaitu: 1) melatih cara berpikir dan bernalar, 2) mengembangkan kemampuan berpikir divergen, 3) mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengomunikasikan gagasan, dan 4) mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan membuat dugaan (Subando, 2005).
Salah satu dari tujuan pembelajaran matematika di atas adalah melatih cara berpikir dan bernalar dimana siswa diharapkan menggunakan penalaran dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. Penalaran matematika adalah suatu cara berpikir yang sistematis, logis, dalam pemecahan masalah matematika (Depdiknas, 2004). Orang-orang bernalar cenderung mencatat pola-pola, struktur-struktur, atau kebiasaan-kebiasaan dalam situasi nyata. Penalaran siswa biasanya terlihat pada kemampuan siswa menganalisis masalah-masalah yang dihadapi untuk mendapatkan penyelesaian yang logis (Mahayukti dan Suharta, 2003)
Tujuan yang lain dalam pembelajaran matematika adalah mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengomunikasikan gagasan. NCTM (dalam Ansari, 2003) menyatakan bahwa komunikasi matematika merupakan kemampuan dalam hal menjelaskan suatu algoritma dan cara unik untuk pemecahan masalah, kemampuan siswa mengonstruksi dan menjelaskan sajian fenomena dunia nyata secara grafik, kata-kata/kalimat, persamaan, tabel dan sajian secara fisik atau kemampuan siswa memberikan dugaan tentang gambar geometri. Penalaran dan komunikasi merupakan dua kemampuan umum yang sangat dekat. Kemampuan penalaran dan komunikasi matematika sangatlah diperlukan dalam mata pelajaran matematika karena orang yang memiliki kemampuan penalaran yang tinggi serta mampu mengomunikasikan ide atau gagasan matematikanya dengan baik cenderung mempunyai pemahaman yang baik terhadap konsep yang dipelajari serta mampu memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan konsep yang dipelajari yang nantinya akan berpengaruh pada hasil belajar siswa.
Rendahnya kemampuan penalaran dan komunikasi matematika diduga disebabkan oleh penekanan pembelajaran di kelas yang masih menekankan pada keterampilan mengerjakan soal (drill), sehingga kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun sendiri pengetahuan yang mereka miliki. Hal ini mengakibatkan siswa kurang terbiasa mengerjakan soal-soal pemecahan masalah yang menuntut mereka untuk bernalar dan mengomunikasikan ide-idenya. Rendahnya kemampuan penalaran dan komunikasi matematika siswa juga ditemui di kelas VIIIA SMP Negeri 6 Singaraja. Hal ini terlihat dari data nilai raport di kelas VIIIA untuk aspek penalaran dan komunikasi matematika selama 3 tahun terakhir.

Tabel. 1.1 Nilai Rata-rata Kelas VIIIA untuk Nilai Kemampuan Penalaran dan Komunikasi
No. Tahun Pelajaran Semester Rata-rata Kelas
1 2005/2006 Ganjil 64,25
Genap 65,99
2 2006/2007 Ganjil 66,45
Genap 68,05
3 2007/2008 Ganjil 69,25
(Arsip SMP Negeri 6 Singaraja)

Dari hasil observasi di kelas VIIIA SMP Negeri 6 Singaraja pada tanggal 22 Maret 2008 diperoleh gambaran bahwa: 1) siswa masih malu dalam mengomunikasikan gagasannya dan masih ragu-ragu dalam mengemukakan permasalahannya ketika siswa tersebut menghadapi suatu masalah dalam memecahkan persoalan matematika. Ketika ada masalah yang disajikan dalam bentuk lain (tidak sesuai dengan contoh yang diberikan) siswa masih bingung bagaimana menyelesaikannya. Hal ini mencerminkan penalaran siswa dalam proses pembelajaran relatif rendah, 2) siswa belum mampu menyampaikan atau mengomunikasikan ide atau pendapatnya. Pendapat yang disampaikan oleh siswa sering kurang terstruktur sehingga sulit dipahami oleh guru maupun temannya. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa orang siswa kelas VIIIA SMP Negeri 6 Singaraja diperoleh gambaran bahwa siswa menganggap pelajaran matematika sebagai pelajaran yang membosankan, banyak menghapal rumus serta kurang menyentuh kehidupan sehari-hari siswa.
Berbagai usaha telah dilakukan guru dalam mengatasi permasalahan tersebut di atas, seperti melakukan diskusi atau tanya jawab dalam kelas. Tetapi usaha itu belum mampu merangsang siswa untuk aktif dalam pembelajaran, karena siswa yang menjawab pertanyaan guru, cenderung didominasi oleh beberapa orang saja. Sedangkan siswa yang lain hanya mendengarkan dan mencatat informasi yang disampaikan temannya. Usaha lain yang dilakukan guru adalah dengan melaksanakan pembelajaran dalam setting kelompok kecil. Akan tetapi siswa lebih banyak bekerja sendiri-sendiri dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan guru, kurang adanya diskusi antar siswa. Usaha-usaha yang telah dilakukan guru tampaknya belum membuahkan hasil yang optimal dalam meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematika siswa. Hal ini dapat dilihat dari data tes ulangan harian kelas VIIIA pada semester genap tahun ajaran 2007/2008 materi garis dan sudut. Adapun data tes ulangan harian tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1.2 Data Hasil Tes Ulangan Harian Kelas VIIIA
Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematika
Rata-rata Nilai 5,71
Daya Serap 57,1 %
Ketuntasan 25,71 %
.
Berdasarkan gambaran-gambaran tersebut terlihat bahwa siswa memiliki kesulitan mengembangkan kemampuan bernalarnya. Pembelajaran matematika hendaknya dirancang sedemikian sehingga siswa merasa nyaman mengikuti kegiatan pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran hendaknya siswa diajak untuk berinteraksi dengan seluruh peserta belajar yang ada dalam kelas. Interaksi ini harus berlangsung secara berkesinambungan sehingga guru tidak terlalu mendominasi kegiatan pembelajaran yang berlangsung. Ini akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan penalarannya. Selain itu kesempatan interaksi dengan sesama siswa akan lebih mengembangkan kemampuan siswa dalam mengomunikasikan ide atau gagasannya mengenai materi yang dibahas. Selain itu dalam pembelajaran perlu diberikan soal-soal pemecahan masalah yang menuntut siswa untuk bernalar dan mengomunikasikan ide-ide yang mereka miliki.
Model pembelajaran Learning Cycle “5E” merupakan salah satu model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengoptimalkan cara belajar dan mengembangkan daya nalar siswa (Dasna dan Fajaroh, 2006). Dalam model pembelajaran Learning Cycle “5E” dilakukan kegiatan-kegiatan yaitu berusaha untuk membangkitkan minat siswa pada pelajaran matematika (engagement), memberikan kesempatan kepada siswa untuk memanfaatkan panca indera mereka semaksimal mungkin dalam berinteraksi dengan lingkungan melalui kegiatan telaah literatur (exploration), memberikan kesempatan yang luas kepada siswa untuk menyampaikan ide atau gagasan yang mereka miliki melalui kegiatan diskusi (explaination), mengajak siswa mengaplikasikan konsep-konsep yang mereka dapatkan dengan mengerjakan soal-soal pemecahan masalah (elaboration) dan terdapat suatu tes akhir untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman siswa terhadap konsep yang telah dipelajari (evaluation). Learning Cycle “5E” merupakan perwujudan dari filosofi konstruktivisme, dimana pengetahuan dibangun dalam pikiran pebelajar. Beberapa keuntungan diterapkannya pembelajaran Learning Cycle “5E” yaitu: 1) pembelajaran menjadi berpusat pada siswa (student-centered); 2) proses pembelajaran menjadi lebih bermakna karena mengutamakan pengalaman nyata; 3) menghindarkan siswa dari cara belajar tradisional yang cenderung menghafal; 4) memungkinkan siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi pengetahuan lewat pemecahan masalah dan informasi yang didapat; dan 5) membentuk siswa yang aktif, kritis, dan kreatif. Learning Cycle “5E” pada dasarnya sesuai dengan teori konstruktivis Vigostky dan teori belajar bermakna Ausubel. Vigostky menekankan adanya hakikat sosial dari belajar dan menyarankan menggunakan kelompok-kelompok belajar dengan kemampuan yang berbeda-beda untuk mengupayakan perubahan konseptual. Sedangkan Ausubel menekankan pada belajar bermakna dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai.
Dalam melakukan diskusi, siswa akan mempunyai kesempatan yang lebih luas untuk mengemukakan pendapatnya dan siswa akan menemukan konsep berdasarkan pemahamannya sendiri. Dalam berdiskusi, siswa memerlukan sarana yang salah satunya berupa Lembar Kerja Siswa (LKS) sebagai acuan yang dapat menuntun siswa dalam memahami masalah matematika. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah LKS terstruktur dimana dalam LKS ini ringkasan materi ajar disusun secara sistematis, kemudian diikuti dengan penyajian contoh soal dan soal-soal mulai dari yang mudah sampai yang sukar serta soal-soal pengayaan (Pujawan dkk, 2001).
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti termotivasi untuk mengadakan penelitian yang berjudul “Implementasi Model Pembelajaran Learning Cycle “5E” Berbantuan LKS Terstruktur untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematika Siswa Kelas VIIIA SMP Negeri 6 Singaraja.”

1.2 Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah, dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut.
1. Seberapa jauh model pembelajaran Learning Cycle “5E” berbantuan LKS terstruktur dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematika siswa kelas VIIIA SMP Negeri 6 Singaraja?
2. Bagaimana respons siswa kelas VIIIA SMP Negeri 6 Singaraja terhadap penggunaan model pembelajaran Learning Cycle “5E” dalam pembelajaran matematika?

1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan penalaran dan komunikasi matematika siswa kelas VIIIA SMP Negeri 6 Singaraja dapat ditingkatkan dengan menerapkan model pembelajaran Learning Cycle “5E” berbantuan LKS terstruktur.
2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan respons siswa kelas VIIIA SMP Negeri 6 Singaraja terhadap penggunaan model pembelajaran Learning Cycle “5E” dalam pembelajaran matematika.

1.4 Manfaat Hasil Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagi Siswa
Implementasi model pembelajaran Learning Cycle “5E” berbantuan LKS terstruktur dalam pembelajaran matematika dapat memberikan pengalaman baru bagi siswa dalam pembelajaran matematika yang nantinya dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap mata pelajaran matematika.
2. Bagi Guru
Implementasi model pembelajaran Learning Cycle “5E” berbantuan LKS terstruktur dalam pembelajaran matematika dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran matematika dalam upaya meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematika siswa.
3. Bagi Peneliti
Peneliti dapat menerapkan teori-teori yang didapat dalam perkuliahan serta dapat menambah pengalaman peneliti mengenai pembelajaran di sekolah yang akan sangat berguna bagi peneliti sebagai seorang calon guru.

1.5 Penjelasan Istilah
Untuk menghindari terjadinya perbedaan persepsi mengenai istilah dalam penelitian ini perlu diberikan penjelasan terhadap beberapa istilah berikut.
1. Model Pembelajaran Learning Cycle “5E” adalah model pembelajaran yang terdiri dari 5 fase yaitu Engagement, Exploration, Explaination, Elaboration, dan Evaluation.
2. Kemampuan penalaran matematika adalah suatu cara berpikir yang sistematis, logis, dalam pemecahan masalah matematika.
3. Kemampuan komunikasi matematika adalah kemampuan siswa mengonstruksi dan menjelaskan sajian fenomena dunia nyata secara grafik, kata-kata/kalimat, persamaan, tabel dan sajian secara fisik atau kemampuan siswa memberikan dugaan tentang gambar geometri.
Penilaian pada kemampuan komunikasi pada penelitian ini terbatas pada kemampuan komunikasi matematika secara tertulis.
4. LKS terstruktur adalah LKS dimana materi ajar disusun secara sistematis kemudian disertai dengan contoh soal dan soal-soal mulai dari yang mudah sampai yang lebih sukar.
5. Respons siswa adalah tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang diterapkan oleh guru di kelas. Dalam hal ini, respons siswa diukur melalui skor yang diperoleh melalui angket.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar