Jumat, 08 Oktober 2010

Tanggapan Atas Pandangan Sartre

Tanggapan Atas Pandangan Sartre

Jeff Mason dalam tulisannya di philosophers pernah mengatakan bahwa lebih indah dan lebih aman bagi manusia jika ia memiliki esensi lebih dulu daripada eksistensi. Ia dapat beristirahat dengan damai dalam relung nasib dan tidak perlu berjuang dengan susah-payah untuk mendefinisikan diri. Kalau itu yang terjadi, tidak perlu ada pilihan-pilihan eksistensialis, tidak akan ada tanggungjawab yang tak terpikul, tidak akan ada kecemasan yang mengalir. Kiat tinggal berharap akan imortalitas dan dunia “di sana.” Namun justru di sinilah kritik Sartre masuk dan mengena. Kita tidak bisa menipu diri sendiri (self-deception atau istilah Sartre mauvaise foi) dengan menghindar dari tanggungjawab pelibatan (engagement), lebih-lebih dalam artian sosial-politis. Walter Kaufmann bagaimanapun juga menafsirkan situasi manusia yang Sartre bangun dengan filsafatnya sebagai situasi yang absurd dan tragis. Dunia Sartre lebih dekat dengan dunia Shakespeare yang tragis-melankolis daripada dunia dalam pandangan Buddhist di mana life follows on life and salvation remains always possible.

Ada situasi-situasi tertentu di mana apapun keputusan dan pilihan yang kita buat, kita tidak bisa lari dari rasa bersalah. Walau demikian, dalam rasa bersalah dan kegagalan itu manusia tetap dapat mempertahankan integritasnya dan memberontak terhadap kungkungan-kungkungan maupun ancaman-ancaman yang datang dari dunia.

Mengenai kebebasan sebagaimana didewakan Sartre dalam mengartikan eksistensi eksistensi=kebebasan), kita mungkin bisa meratap bersama John Macquarrie yang mengatakan bahwa semakin kita berbicara tentang kebebasan, semakin kebebasan itu tidak menjadi jelas artinya karena sifatnya yang elusif. Sudah barang tentu, Sartre agak naïve saat mengatakan bahwa manusia itu bebas secara total dan sepenuhnya menentukan dirinya sendiri. Frederick Copleston lebih realistis tatkala berkomentar bahwa kebebasan kita itu sudah barang tentu dibatasi oleh segala macam faktor-faktor baik internal maupun eksternal. Apa saja misalnya? Faktor-faktor fisik dan psikis, lingkungan, pemeliharaan, pendidikan, tekanan sosial yang dihimpitkan pada kita secara terus menerus tanpa kita sadari[24] (atau bagi saya, lebih tepatnya, tatkala kita masih belum sampai pada tahap kesadaran untuk menyadari sesuatu yang membentuk diri kita). Mungkin yang baik saya anjurkan di sini, belajar dari Sartre, adalah bahwa manusia itu dalam menentukan dirinya, ia terbuka terhadap berbagai kemungkinan-kemungkinan (opennes to possibilities). Dalam ruang kemungkinan-kemungkinan yang tanpa batas itulah manusia eksis, bertindak, mewujudkan dirinya dan setia terhadap janjinya (komitmen) dalam mewujudkan suatu tatanan kehidupan yang lebih baik dan manusiawi. Dalam konteks sejarah di mana Sartre hidup (dunia yang dicabik-cabik oleh dua perang dunia, invasi tentara Jerman ke kota Paris pada tahun 1940, kekejaman NAZI atas nama ‘kemanusiaan’ demi pemurnian ras yang berujung pada puncak tragedi kemanusiaan selama abad ke-20 yaitu peristiwa Holocaust.) kritik dan filsafat Sartre ini memang kuat bersuara dan dengan lantang mengkritik orang-orang yang menipu dirinya sendiri, khususnya para penguasa/régime yang menyalahgunakan kekuasaannya dan melecehkan harkat kemanusiaan, entah dengan excuse ilmiah dan demi kemajuan (lalu bertindak kejam dan absurd) maupun dengan menghindar dari tanggungjawab sosial sembari berkata “kami tidak bisa berbuat apa-apa. Itu di luar kuasa kami. Itu sudah merupakan keniscayaan sejarah.”

Kini, puluhan tahun sesudah Sartre menerbitkan bukunya Existentialism and Humanism, kita dipanggil untuk menemukan otentisitas (authenticité) diri kita sebagai individu di tengah kepungan fenomena massa yang tanpa identitas dan juga dalam arus kemajuan teknologi-informasi yang semakin cepat berkembang di satu sisi namun juga semakin cepat mendevaluasi martabat manusia di sisi lain; dalam budaya pop yang menyetir keinginan-keinginan manusia dan pada gilirannya menentukan diri manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar