BAB II
KAJIAN KEPUSTAKAAN
2.1 Hakekat Pembelajaran Matematika
2.1.1 Pengertian Belajar
Belajar merupakan kegiatan yang sangat penting bagi setiap manusia. Pengetahuan, pemahaman, keterampilan, kegemaran dan sikap seseorang terbentuk dan berkembang melalui belajar. Oleh karena itu seseorang dikatakan belajar, bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu terjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku (Mustangin, 2002:1). Perubahan tingkah laku yang dimaksud adalah karena pengalaman dan latihan, perubahan itu pada pokoknya didapatkan kecakapan baru, dan perubahan itu terjadi karena usaha yang disengaja (Sagala, 2005:37).
Belajar menurut teori psikologi asosiasi (dalam Sagala, 2005:53) adalah proses pembentukan asosiasi atau hubungan antara stimulus (perangsang) yang mengenai individu melalui penginderaan dan response (reaksi) yang diberikan individu terhadap rangsangan tadi, dan proses memperkuat hubungan tersebut. Hilgard (dalam Sanjaya, 2006:89) mengungkapkan bahwa learning is the process by which an activity originates or changed through training procedurs (whether in the laboratory or in the natural environment) as distinguished from changes by factors not attributabel to training, yang artinya belajar adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan baik latihan di dalam laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah dengan mengabaikan perubahan selain dari faktor-faktor latihan.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah segenap rangkaian kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan atau kemahiran berdasarkan alat indera atau pengalamannya. Oleh karena itu, apabila setelah belajar seseorang tidak ada perubahan tingkah laku yang positif, dalam arti tidak memiliki kecakapan baru serta wawasan pengetahuannya tidak bertambah maka dapat dikatakan bahwa belajarnya belum sempurna.
2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Dalam proses belajar pasti ada faktor yang mempengaruhi dan menentukan tercapainya suatu proses tersebut. Menurut Slameto (2002:54-71) ada dua faktor yang mempengaruhi belajar yaitu:
1) Faktor Intern
Faktor intern adalah faktor yang ada dalam individu yang sedang belajar. Adapun faktor-faktor intern tersebut adalah sebagai berikut:
a. Faktor Jasmaniyah
Faktor jasmaniyah yaitu faktor yang berhubungan dengan kesehatan dan cacat tubuh.
b. Faktor Psikologis
Faktor psikologis yaitu faktor yang berhubungan dengan intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan.
c. Faktor Kelelahan
Faktor kelelahan yaitu faktor yang berhubungan dengan kelelahan jasmani dan rohani.
2) Faktor Ekstern
Faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu yang sedang belajar. Adapun faktor-faktor ekstern tersebut adalah sebagai berikut:
a. Faktor Keluarga
Faktor keluarga diantaranya yaitu cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga, keadaan ekonomi dan lain-lain.
b. Faktor Sekolah
Faktor sekolah diantaranya yaitu metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, dan lain-lain.
c. Faktor Masyarkat
Faktor masyarakat diantaranya yaitu kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul dan lain-lain.
2.1.3 Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran merupakan proses dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan peserta didik atau murid. Konsep pembelajaran menurut Corey (dalam Sagala, 2005:61) adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dalam pendidikan.
Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (dalam Sagala, 2005:62) pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada sumber belajar. Kemudian, Sagala (2005:63) menjelaskan bahwa pembelajaran mempunyai dua karakteristik yaitu; (1) dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa sekedar mendengar, mencatat, akan tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berfikir, (2) dalam pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berfikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan berfikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kemampuan berfikir siswa, serta kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan atau pemahaman yang baik terhadap materi pelajaran.
2.1.4 Pengertian Matematika
Sampai saat ini belum ada definisi tunggal tentang matematika. Hal ini terbukti adanya puluhan definisi matematika yang belum mendapatkan kesepakatan diantara para matematikawan. Mereka saling berbeda dalam mendefinisikan matematika. Namun yang jelas, hakekat matematika dapat diketahui, karena obyek penelaahan matematika yaitu sasarannya telah diketahui sehingga dapat diketahui pula bagaimana cara berpikir matematika itu.
Menurut Tinggih (dalam Hudojo, 2005:35) matematika tidak hanya berhubungan dengan bilangan-bilangan serta operasi-operasinya, melainkan juga unsur ruang sebagai sasarannya. Namun penunjukan kuantitas seperti itu belum memenuhi sasaran matematika yang lain, yaitu yang ditujukan kepada hubungan, pola, bentuk, dan struktur. Begle (dalam Hudojo, 2005:36) menyatakan bahwa sasaran atau obyek penelaahan matematika adalah fakta, konsep, operasi dan prinsip. Obyek penelaahan tersebut menggunkan simbol-simbol yang kosong, dalam arti ciri ini yang memungkinkan dapat memasuki wilayah bidang studi atau cabang lain.
Hudojo (2005:35) mengartikan matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir. Karena itu matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi kemajuan IPTEK sehingga matematika perlu dibekalkan kepada setiap peserta didik sejak SD, bahkan sejak TK. Namun, matematika yang ada pada hakekatnya merupakan suatu ilmu yang cara bernalarnya deduktif, formal dan abstrak, harus diberikan kepada anak-anak SD yang cara berfikirnya masih pada tahap operasi konkret.
Dari uraian tersebut, jelas bahwa penelaahan matematika tidak sekedar kuantitas, tetapi lebih dititikberatkan kepada hubungan, pola, bentuk, struktur, fakta, konsep, operasi, dan prinsip. Sasaran kuantitas tidak banyak artinya dalam matematika. Hal ini berarti bahwa matematika itu berkenaan dengan gagasan yang berstruktur yang hubungan-hubungannya diatur secara logis, dimana konsep-konsepnya abstrak dan penalarannya deduktif.
2.1.5 Pengertian Pembelajaran Matematika
Bruner (dalam Mustangin, 2002:37) berpendapat bahwa belajar matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur abstrak yang terdapat di dalam matematika serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika. Siswa akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui siswa tersebut. Karena untuk mempelajari suatu materi matematika yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari siswa itu akan mempengaruhi terjadinya proses belajar materi matematika tersebut.
Di dalam proses belajar matematika, terjadi juga proses berpikir, sebab siswa dikatakan berpikir bila siswa itu melakukan kegiatan mental. Seperti yang diungkapkan Mustangin (2002:3) bahwa belajar matematika merupakan kegiatan mental yang sangat tinggi. Karena kehirarkisan matematika itu, maka belajar matematika yang terputus-putus akan mengganggu terjadinya proses belajar. Oleh karena itu guru perlu melatih cara-cara penalaran atau berfikir siswa melalui jalan memberi latihan-latihan dari konsep-konsep matematika yang diajarkan.
Pembelajaran merupakan proses membantu siswa untuk membangun konsep/prinsip dengan kemampuan siswa sendiri melalui internalisasi sehingga konsep/prinsip tersebut terbentuk. Dengan proses internalisasi itu terjadilah transformasi informasi sehingga informasi yang diperoleh menjadi konsep/prinsip baru. Transformasi tersebut mudah terjadi bila pemahaman terjadi karena terbentuknya jaringan konsep/prinsip dalam benak siswa. Pembelajaran matematika menurut pandangan kontruktivistik (Nikson dalam Hudojo, 2005:20) adalah membantu siswa untuk membangun konsep-konsep/prinsip-prinsip matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep/prinsip itu terbangun kembali, transformasi informasi yang diperoleh menjadi konsep/prinsip baru.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah usaha yang dilakukan oleh guru kepada siswa untuk membangun pemahaman terhadap matematika. Proses pembangunan pemahaman inilah yang lebih penting dari pada hasil belajar sebab pemahaman akan lebih bermakna kepada materi yang dipelajari.
2.1.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran Matematika
Menurut Mustangin (2002:7) mengajar harus diarahkan agar peristiwa belajar terjadi. Belajar matematika akan berhasil bila proses belajarnya baik yaitu melibatkan intelektual siswa secara optimal. Peristiwa belajar yang dikehendaki bisa tercapai bila faktor-faktor berikut ini dapat dikelola sebaik-baiknya.
1) Siswa
Kegagalan atau keberhasilan belajar sangatlah tergantung kepada siswa. Misalnya saja, bagaimana kemampuan dan kesiapan siswa untuk mengikuti kegiatan belajar matematika, bagaimana sikap dan minat siswa terhadap matematika. Di samping jasmaninya siswa sehat atau tidak. Kondisi psikologinya, seperti perhatian, pengamatan, ingatan berpengaruh terhadap kegiatan belajar siswa. Intelegensi siswa juga berpengaruh terhadap kelancaran belajarnya.
2) Guru
Kemampuan guru dalam menyampaikan matematika dan sekaligus menguasai materi yang telah diajarkan sangat mempengaruhi terjadinya proses belajar. Kepribadian, pengalaman dan motivasi guru dalam mengajar matematika juga mempengaruhi terhadap efektivitas proses belajar. Penguasaan materi matematika dan cara penyampaiannya merupakan syarat yang tidak dapat ditawar lagi bagi guru matematika.
3) Prasarana dan Sarana
Prasarana yang mapan seperti ruangan yang sejuk dan bersih dengan tempat duduk yang nyaman biasanya lebih memperlancar terjadinya proses belajar. Demikian pula sarana buku teks dan alat bantu belajar merupakan fasilitas belajar yang penting. Majalah tentang pengajaran matematika, labolatorium matematika dan lain-lain akan meningkatkan kualitas belajar siswa.
4) Penilaian
Penilaian di samping digunakan untuk melihat bagaimana suatu hasil belajar, juga untuk melihat bagaimana berlangsungnya interaksi antara guru dan siswa. Fungsi penilaian dapat meningkatkan kegiatan belajar sehingga dapat diharapkan memperbaiki hasil belajar.
2.2 Pemahaman Belajar Matematika
2.2.1 Pengertian Pemahaman Belajar Matematika
Bloom (dalam Abidin, 2004:57) menyatakan bahwa pemahaman adalah kemampuan untuk menangkap makna dari bahan yang dipelajari. Hiebert (dalam Usman, 2001:11) juga mengartikan pemahaman adalah keadaan pengetahuan ketika informasi matematika baru dihubungkan tepat dengan pengetahuan yang telah ada.
Dalam belajar matematika, untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam, diperlukan pengetahuan konseptual dan pengetahuan prosedural dalam diri siswa. Kedua pengetahuan tersebut saling berhubungan, hal ini didukung oleh pendapat Hiebert dan Levefre (dalam Abidin, 2004:63) yang menyatakan bahwa jika pengetahuan konseptual dan pengetahuan prosedural tidak saling terkait maka salah satu dari kemungkinan akan terjadi yaitu siswa mempunyai pemahaman intuitif yang baik terhadap matematika tetapi tidak dapat menyelesaikan masalah, atau siswa dapat memberikan jawaban tetapi tidak memahami apa yang mereka lakukan. Perlunya pengetahuan konseptual dan pengetahuan prosedural juga didukung oleh Eisenhart (dalam Abidin, 2004:63) yang menyatakan bahwa pengetahuan konseptual dan pengetahuan prosedural merupakan aspek penting pada pemahaman matematika, maka dari itu mengajar untuk memahami matematika harus menerapkan kedua pengetahuan tersebut.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman belajar matematika adalah kemampuan seseorang untuk menterjemahkan, mengubah, mengidentifikasi, atau memahami tentang pembelajaran matematika. Dalam penelitian ini, pemahaman yang digunakan sebagai dasar untuk memahami materi bangun datar segitiga adalah pemahaman konseptual dan pemahaman prosedural. Jika siswa sudah paham tentang konsep-konsep segitiga, maka dipastikan akan lebih mudah memahami prosedurnya, sehingga hasil belajar lebih maksimal. Adapun indikator pemahaman yang digunakan dalam pokok bahasan bangun datar segitiga adalah:
Mampu menjelaskan pengertian, jenis-jenis dan sifat-sifat segitiga.
Mampu menunjukkan bahwa jumlah sudut segitiga adalah dan menyelesaikan soal-soalnya.
Mampu menggunakan hubungan sudut dalam dan sudut luar segitiga dalam pemecahan masalah.
Mampu menghitung keliling dan luas segitiga.
2.2.2 Pemahaman Konsep (Pengetahuan Konseptual)
Menurut Hiebert dan Wearne (dalam Abidin, 2004:61) pengetahuan konseptual dalam matematika merupakan pengetahuan dasar yang menghubungkan antara potongan-potongan informasi yang berupa fakta, skill (ketrampilan), konsep atau prinsip. Konsep merupakan dasar bagi proses-proses untuk memecahkan masalah. Konsep dalam matematika biasanya dijelaskan melalui definisi atau contoh-contoh. Tidak semua siswa memahami konsep langsung melalui definisi.
Menurut Hudojo (2005:101) pemahaman konseptual ditunjukkan dengan kejelasan bahwa pengetahuan yang kaya akan hubungan-hubungan. Semua unit informasi tersebut terkait kedalam jaringan kerja. Dengan demikian suatu unit pengetahuan konseptual tidak terisolasi dengan informasi lain. Pengetahuan konseptual tercapai dengan mengkonstruksi hubungan antara potongan-potongan informasi. Proses keterhubungan dapat terjadi antara dua informasi bila sudah tersimpan dalam memori atau antara pengetahuan yang sudah ada dengan informasi baru yang telah dipelajari. Pengetahuan konseptual merupakan pengetahuan yang memiliki banyak keterhubungan antara obyek matematika (seperti fakta, skill, konsep dan prinsip).
2.2.3 Pemahaman Prosedur ( Pengetahuan Prosedural)
Pengetahuan prosedural digambarkan Hiebert dan Lefevre (dalam Abidin, 2004:61) sebagai pengetahuan tentang prosedur baku yang dapat diaplikasikan jika beberapa isyarat tertentu disajikan. Pengetahuan prosedural merupakan pengetahuan tentang kaidah-kaidah, prosedur-prosedur yang digunakan untuk menyelesaikan soal. Prosedur ini dilakukan secara bertahap dari pernyataan yang ada pada soal menuju pada tahap selesaiannya. Salah satu ciri pengetahuan prosedural adalah urutan langkah yang akan ditempuh ”sesudah suatu langkah akan diikuti langkah berikutnya” (Abidin, 2004:61). Pengetahuan prosedural juga cenderung pada pengusaan tentang langkah-langkah untuk mengidentifikasi masalah dan menyelesaikan masalah.
Menurut Hudojo (2005:101) pemahaman prosedural ditunjukkan dua bagian yang berbeda. Pertama, tersusun sebagai bahasan formal atau sistem representasi simbol matematika. Kedua, terdiri dari algoritma atau aturan untuk menyelesaikan tugas. Pemahaman prosedural ditunjukkan dengan keterampilan prosedural secara fleksibel, akurat, efisien dan benar. Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan yang banyak dengan langkah-langkah dan teknik yang membentuk suatu algoritma atau prosedur yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah.
2.3 Metode Pembelajaran Snowball Throwing
2.3.1 Pengertian Metode Pembelajaran Snowball Throwing
Metode pembelajaran snowball throwing adalah suatu metode pembelajaran yang diawali dengan pembentukan kelompok yang diwakili ketua kelompok untuk mendapat tugas dari guru kemudian masing-masing siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar ke siswa lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh (Kisworo, 2008:11).
2.3.2 Langkah-langkah Metode Pembelajaran Snowball Throwing
Menurut Kisworo (2008:11) langkah-langkah metode pembelajaran snowball throwing adalah sebagai berikut:
1) Guru menyampaikan materi yang akan disajikan,
2) Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi,
3) Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya,
4) Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kerja untuk menuliskan pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok,
5) Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama kurang lebih 5 menit,
6) Setelah siswa mendapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian,
7) Guru memberikan kesimpulan,
8) Evaluasi,
9) Penutup.
Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan langkah-langkah yang dipaparkan di atas.
2.4 Penilaian Portofolio
2.4.1 Pengertian Penilaian Portofolio
Penilaian portofolio menurut Sanjaya (2006:194) adalah penilaian terhadap karya-karya siswa selama proses pembelajaran yang tersusun secara sistematis dan terorganisasi yang dikumpulkan selama periode tertentu dan digunakan untuk memantau perkembangan siswa baik mengenai pengetahuan, keterampilan, maupun sikap siswa terhadap mata pelajaran yang bersangkutan.
Sedangkan menurut Surapranata dan Hatta (2004:21) menjelaskan bahwa penilaian portofolio adalah penilaian berbasis kelas terhadap sekumpulan karya peserta didik yang tersusun secara sistematis dan terorganisasi yang diambil selama proses pembelajaran dalam kurun waktu tertentu, digunakan oleh guru dan peserta didik untuk memantau perkembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik dalam mata pelajaran tertentu.
Dari pengertian-pengertian di atas maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan secara terus-menerus terhadap karya-karya siswa selama proses pembelajaran dan digunakan untuk melihat perkembangan kemampuan siswa secara utuh.
2.4.2 Bentuk Portofolio
Nitko (dalam Majid, 2008:202) mengatakan secara umum penilaian portofolio dapat dibedakan menjadi lima bentuk, yaitu portofolio ideal (ideal portfolio), portofolio penampilan (show portfolio), portofolio dokumentasi (documentary portfolio), portofolio evaluasi (evaluation portfolio) dan portofolio kelas (classroom portfolio). Cole, Ryan dan Kick (dalam Surapranata dan Hatta, 2004:46) mengatakan bahwa pada hakekatnya terdapat dua bentuk portofolio, yaitu portofolio produk dan portofolio proses. Portofolio produk adalah portofolio yang menekankan pada tinjauan hasil terbaik yang telah dilakukan peserta didik, tanpa memperhatikan bagaimana proses untuk mencapai evidence itu terjadi. Portofolio tampilan (show portfolio) dan portofolio dokumentasi (documentary portfolio) merupakan contoh portofolio produk (Surapranata dan Hatta, 2004:61). Sedangkan portofolio proses adalah portofolio yang lebih menunjukkan tahapan belajar dan menyajikan catatan perkembangan peserta didik dari waktu ke waktu.
Dari uraian di atas, peneliti memilih untuk menggunakan bentuk portofolio proses, sebab bentuk tersebut adalah yang paling ideal untuk melihat tahap perkembangan peserta didik dari waktu ke waktu. Proses ini akan membuat semua pihak, guru maupun peserta didik bisa mengenal kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik. Dengan demikian guru dapat menolong peserta didik untuk mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan pekerjaan yang telah dilakukannya.
2.4.3 Tujuan Penilaian Portofolio
Menurut Majid (2008:202) portofolio dapat digunakan untuk mencapai beberapa tujuan, antara lain:
1) Menghargai perkembangan yang dialami siswa.
2) Mendokumentasikan proses pembelajaran yang berlangsung.
3) Memberi perhatian pada prestasi kerja siswa yang terbaik.
4) Merefleksikan kesanggupan mengambil resiko dan melakukan eksperimentasi.
5) Meningkatkan efektifitas pembelajaran.
6) Bertukar informasi dengan orang tua/wali peserta didik dan guru lain.
7) Membina dan mempercepat pertumbuhan konsep diri positif pada siswa.
8) Melakukan kemampuan refleski diri, dan membantu siswa dalam merumuskan tujuan.
Selanjutnya, menurut Muslich (2008:119) tujuan dilakukan penilaian portofolio bagi siswa antara lain sebagai berikut:
1) Untuk penilaian formatif dan diagnostik siswa.
2) Untuk memonitor perkembangan siswa dari hari ke hari, yang berfokus pada proses perkembangan siswa.
3) Untuk memberikan evidence (bukti) penilaian formal.
4) Untuk mengikuti perkembangan pekerjaan siswa, yang berfokus pada proses dan hasil.
5) Untuk mengoleksi hasil pekerjaan yang telah selesai, yang berfokus pada penilaian sumatif.
Apapun tujuannya, semua portofolio berisi evidence sebagai bukti yang dapat digunakan untuk menyimpulkan tingkat pencapaian peserta didik pada kompetensi dasar dan indikator dalam bidang pelajaran tertentu. Oleh karena itu, bukti-bukti evidence yang telah dikumpulkan itu harus relevan dengan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang harus dimiliki peserta didik sesuai dengan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator yang terdapat dalam kurikulum.
2.4.4 Prinsip-Prinsip Penilaian Portofolio
Majid (2008:202) menjelaskan bahwa ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dan dijadikan pedoman dalam menggunakan portofolio di sekolah, antara lain; (1) saling percaya (mutual trust) antar siswa dan guru, (2) kerahasiaan bersama (confidentiality) antara guru dan siswa, (3) milik bersama (join ownership) antara guru dan siswa, (4) kepuasaan (satisfaction), (5) kesesuaian (relevance), dan (6) penilaian proses dan hasil.
Sanjaya (2006:198-200) juga menjelaskan bahwa dalam proses pelaksanaan evaluasi dengan sistem penilaian portofolio terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:
1) Saling Percaya
Penilaian portofolio adalah penilaian yang melibatkan siswa secara aktif sebagai pihak yang dievaluasi. Antara guru sebagai evaluator dan siswa sebagai pihak yang dievaluasi harus saling percaya. Siswa harus memiliki kepercayaan bahwa evaluasi yang dilakukan guru bukan semata-mata untuk menilai hasil pekerjaannya, akan tetapi sebagai upaya pemberian umpan balik untuk meningkatkan hasil belajar.
2) Keterbukaan
Portofolio adalah penilaian yang dilaksanakan secara terbuka, artinya guru sebagai evaluator bukan hanya berperan sebagai orang yang memberikan nilai atau kritik, akan tetapi siswa yang dievaluasi perlu memahami mengapa kritik itu muncul, oleh sebab itu guru harus terbuka melalui argumentasi yang tepat dalam setiap memberikan penilaian. Untuk menciptakan keterbukaan, dalam setiap proses pembelajaran guru harus menciptakan iklim belajar yang menyenangkan, sehingga setiap siswa dapat menunjukkan kemampuannya tanpa ada perasaan takut atau malu.
3) Kerahasiaan
Sebelum dilaksanakan pameran, kerahasiaan dokumen setiap siswa perlu dijaga. Hal ini untuk menumbuhkan kepercayaan setiap siswa.
4) Milik Bersama
Guru dan peserta didik harus merasa bahwa evidence portofolio adalah milik bersama, oleh sebab itu semua pihak harus menjaganya secara baik. Guru dan siswa perlu sepakat dimana evidence itu disimpan. Hal ini akan mempermudah manakala siswa atau guru memerlukannya.
5) Kepuasan dan Kesesuaian
Hasil akhir dari penilaian portofolio adalah ketercapaian kompetensi seperti yang dirumuskan dalam kurikulum. Ketercapaian itu selanjutnya dapat dilihat dari evidence yang diorganisasikan oleh guru dan siswa. Guru dan siswa akan merasa puas manakala kompetensi itu telah tercapai. Oleh karena itu, terkumpulnya evidence merupakan kepuasan baik bagi guru maupun bagi siswa.
6) Budaya Pembelajaran
Penilaian portofolio harus dapat mengembangkan budaya belajar. Sebab penilaian portofolio itu sendiri pada dasarnya mengandung proses pembelajaran. Bukankah untuk kerja yang menggambarkan pada setiap evidence pada dasarnya adalah proses pembelajaran. Oleh sebab itu melalui penilaian portofolio, dalam proses pembelajaran guru tidak hanya menuntut siswa untuk menghafal sejumlah fakta.
7) Refleksi
Penilaian portofolio harus memberikan kesempatan yang luas kepada siswa untuk melakukan refleksi tentang proses pembelajaran yang telah dilakukannya. Melalui refleksi, siswa dapat menghayati tetang proses berfikir mereka sendiri, kemampuan yang telah mereka peroleh, serta pemahaman mereka tentang kompetensi yang telah dimilikinya.
8) Berorientasi Pada Proses dan Hasil Belajar
Penilaian portofolio bertumpu pada dua sisi yang sama pentingnya, yakni sisi proses dan hasil belajar secara seimbang. Penilaian portofolio mengikuti setiap aspek perkembangan siswa, bagaimana motivasi belajar, sikap, minat, kebiasaan, dan lain sebagainya dan pada akhirnya bagaimana hasil belajar yang diperoleh siswa.
2.4.5 Tahapan Pelaksanaan Penilaian Portofolio
Terdapat sejumlah tahapan yang harus dilakukan dalam melaksanakan penilaian portofolio (Sanjaya, 2006:202-207). Tahapan tersebut antara lain:
1) Menentukan Tujuan Portofolio
Pembelajaran adalah proses yang bertujuan. Apa yang dilakukan guru dan siswa diarahkan untuk mencapai tujuan itu. Oleh karena itulah tahapan pertama dalam pelaksanaan penilaian portofolio adalah merumuskan tujuan yang ingin dicapai. Dengan tujuan yang jelas dan terarah, akan memudahkan bagi guru untuk mengelola pembelajaran.
2) Menentukan Isi Portofolio
Isi dan bahan portofolio merupakan tahapan berikutnya setelah menentukan tujuan. Isi dalam portofolio harus dapat menggambarkan perkembangan kemampuan siswa yang sesuai dengan standar kompetensi seperti yang dirumuskan dalam kurikulum.
3) Menentukan Kriteria dan Format Penilaian
Kriteria penilaian disusun sebagai standar patokan untuk guru dalam menentukan keberhasilan proses dan hasil pembelajaran pada setiap aspek yang akan dinilai. Adapun aspek-aspek yang dinilai tersebut sangat tergantung pada jenis kompetensi yang diharapkan. Selanjutnya kriteria itu disusun dalam sebuah format penilaian yang jelas.
4) Pengamatan dan Penentuan Bahan Portofolio
Pengamatan dan penentuan evidence sebaiknya dilakukan oleh guru dan siswa secara bersama-sama. Siswa perlu dimintai pertimbangan-pertimbangan serta alasan-alasannya evidence mana yang harus dimasukkan. Hal ini penting untuk menjamin objektivitas penilaian portofolio.
5) Menyusun Dokumen Portofolio
Manakala bahan-bahan portofolio telah ditentukan, langkah selanjutnya adalah menyusun bahan itu dalam dokumen portofolio, misalnya dalam bentuk folder. Folder itu sendiri perlu dilengkapi dengan identitas siswa, mata pelajaran, dan isi dokumen beserta komentar-komentar dari guru. Adapun dokumen yang akan dimasukkan untuk bahan portofolio dalam penelitian ini adalah (1) LKS, (2) jurnal belajar siswa, dan (3) PR.
2.4.6 Keunggulan dan Kelemahan Penilaian Portofolio
Sebagai suatu teknik penilaian portofolio memiliki keunggulan (Sanjaya, 2006:200-201) diantaranya:
1) Penilaian portofolio dapat menilai kemampuan siswa secara menyeluruh.
Penilaian portofolio, melalui pengumpulan evidence dapat menilai kemampuan siswa secara utuh, yang tidak hanya menilai kemampuan unjuk kerja akan tetapi termasuk sikap dan motivasi belajar. Di samping itu penilaian portofolio menilai dua sisi yang sama pentingnya yaitu sisi proses dan hasil belajar.
2) Penilaian portofolio dapat menjamin akuntabilitas.
Akuntabilitas (pertanggung jawaban) sekolah terhadap siswa, orang tua dan masyarakat, melalui penilaian portofolio dapat lebih terjamin.
3) Penilaian portofolio merupakan penilaian yang bersifat individual.
Kekhasan penilaian portofolio adalah memungkinkan guru untuk melihat peserta didik sebagai individu yang masing-masing memiliki perbedaan, baik perbedaan dalam segi kemampuan, minat ataupun bakat termasuk perbedaan cara belajar. Dengan perbedaan itu, guru dapat menyesuaikan diri dalam mengelola proses pembelajaran sesuai dengan kebutuhan.
4) Penilaian portofolio merupakan penilaian yang terbuka.
Melalui dokumentasi evidence yang tersusun secara sistematis dan terorganisasi, setiap pihak yang berkepentingan seperti orang tua, kepala sekolah, komite sekolah dan lain sebagainya dapat menguji kemampuan siswa. Oleh sebab itu, penilaian portofolio merupakan penilaian yang terbuka. Hal ini merupakan kelebihan yang memiliki arti yang sangat penting, yang tidak dimiliki oleh jenis penilaian lainnya.
5) Penilaian portofolio bersifat self evaluation.
Melalui self evaluation setiap siswa dapat menilai dirinya sendiri dan dapat melakukan refleksi sehingga mereka dapat menentukan kompetensi mana yang belum tercapai atau perlu penyempurnaan dan kompetensi mana yang sudah tercapai. Melalui self evaluation dapat menumbuhkan tanggung jawab bagi dirinya sendiri.
Di samping kelebihan, penilaian portofolio juga memiliki kelemahan (Sanjaya, 2006:201-202) diantaranya:
1) Memerlukan waktu dan kerja keras.
Penilaian portofolio memerlukan waktu dan kerja keras bagi guru dibandingkan penilaian lain. Guru dituntut untuk dapat memperhatikan setiap siswa secara individual, memantau perkembangannya, mendorong agar mereka lebih banyak beraktivitas, mengumpulkan setiap pekerjaan siswa untuk diberi komentar, dan lain sebagainya. Semua itu memerlukan waktu dan tenaga ekstra.
2) Penilaian portofolio memerlukan perubahan cara pandang.
Penilaian portofolio dapat dikatakan sebagai suatu inovasi. Sebagaimana layaknya sebuah inovasi, maka penilaian portofolio memerlukan perubahan cara pandang baik dari guru itu sendiri, dari masyarakat termasuk cara pandang orang tua. Penilain portofolio melatih siswa untuk lebih banyak beraktivitas, mencari dan menemukan sendiri sehingga kompetensi tercapai sesuai dengan tujuan yang dirumuskan dalam kurikulum, setiap perkembangan dan perubahan siswa dimonitor dan diberi catatan secara terus-menerus.
3) Penilaian portofolio memerlukan perubahan gaya belajar.
Selama ini siswa menganggap bahwa belajar itu adalah menguasai sejumlah materi pelajaran seperti yang sudah disampaikan guru. Gaya belajar siswa akan ditentukan oleh keberadaan guru. Mereka akan belajar manakala ada guru sebagai sumber belajar. Mengubah pola belajar bagi siswa bukanlah pekerjaan yang mudah, namun memerlukan kesabaran dan kesungguhan.
4) Penilaian portofolio memerlukan perubahan sistem pembelajaran.
Selama ini sistem pembelajaran yang berlaku di Indonesia adalah sistem klasikal, dimana setiap kelas memiliki rombongan belajar yang sangat banyak yaitu antara 40-45 orang bahkan lebih. Sistem pembelajaran yang demikian, akan sulit untuk penilaian portofolio, belum lagi setiap guru harus mengajar banyak kelas.
2.4.7 Perbedaan Tes dan Penilaian Portofolio
Menurut Sanjaya (2006:197) ada beberapa perbedaan esensial antara portofolio dengan tes. Perbedaan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
Tabel 2.1 Perbedaan Tes dan Penilaian Portofolio
Tes Portofolio
1. Tes biasanya dilakukan untuk menilai kemampuan intelektual siswa melalui penguasaan materi pembelajaran. 1. Penilaian portofolio menilai seluruh aspek perkembangan siswa baik intelektual, minat, sikap, dan keterampilan.
2. Guru berperan sangat dominan dalam proses penilaian sedangkan siswa berperan sebagai orang yang dinilai. 2. Peserta didik terlibat dalam proses penilaian dengan menilai dirinya sendiri mengenai kemampuan serta dalam perkembangannya.
3. Kriteria penilaian ditentukan satu untuk semua. 3. Kriteria penilaian ditentukan sesuai dengan karakteristik siswa.
4. Keputusan berdasarkan penilaian ditentukan sendiri oleh guru. 4. Proses penilaian beserta pengambilan keputusan dilakukan dengan cara kolaboratif antara guru, siswa, dan orang tua.
5. Penilaian dilakukan dengan berorientasi pada pencapaian hasil belajar.
5. Penilaian berorientasi pada kemajuan, usaha yang dilakukan siswa termasuk pencapaian hasil belajar.
6. Penilaian merupakan kegiatan terpisah dari proses pembelajaran. 6. Penilaian merupakan bagian integral dari proses pembelajaran.
7. Penilaian melalui tes biasanya dilakukan pada akhir program pembelajaran. 7. Penilaian portofolio dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung.
2.4.8 Penilaian Portofolio dalam Pembelajaran Matematika
Dalam penelitian ini peneliti menerapkan penilaian portofolio dalam pembelajaran matematika kelas VII SMP pada materi bangun datar segitiga. Proses pelaksanaan teknik portofolio adalah dengan meminta siswa membuat dan mengumpulkan komponen-komponen dari portofolio, kemudian dikumpulkan, dan dinilai. Adapun bukti-bukti yang dikumpulkan adalah jurnal belajar, Lembar Kegiatan Siswa (LKS), dan tugas Pekerjaan Rumah (PR).
Proses pengumpulan komponen-komponen portofolio tersebut adalah sebagai berikut:
1) Jurnal Belajar
Jurnal belajar dibuat siswa di setiap akhir pembelajaran. Guru meminta setiap siswa menulis:
a) Ringkasan materi pelajaran yang mereka peroleh selama satu kali pertemuan.
b) Materi apa yang disenangi dan mudah dipahami.
c) Mengapa mereka merasa materi tersebut mereka senangi dan mudah untuk memahaminya.
d) Materi apa yang sulit untuk dipahami.
e) Mengapa materi tersebut sulit dipahami.
f) Bagaimana cara mengatasi materi yang sulit dipahami tersebut.
Kegiatan menulis jurnal ini, di samping melatih siswa untuk terbiasa menulis dan merfleksikan diri, juga menuntut siswa untuk mampu mengevaluasi diri. Di akhir pembelajaran matematika pada pokok bahasan tertentu, jurnal itu harus dikumpulkan sebagai bukti portofolio dan diperiksa guru untuk dinilai.
2) Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
Lembar Kegiatan Siswa (LKS) diberikan pada saat kegiatan berlangsung, dan dikerjakan secara berkelompok. Dan di akhir kegiatan pembelajaran lembar kegiatan siswa ini harus dikumpulkan agar dapat di nilai oleh guru.
3) Tugas Pekerjaan Rumah (PR)
Tugas pekerjaan rumah diberikan pada saat pembelajaran berakhir yang dikerjakan di rumah sebagai tugas individu. Tugas PR dikumpulkan pada saat pertemuan berikutnya dan dinilai oleh guru.
2.5 Kaitan antara Portofolio dan Pemahaman
Implementasi portofolio sebagai format baru dalam evaluasi, memungkinkan guru untuk mengembangkan profil komprehensif tentang kemajuan dan perkembangan ide-ide pada diri setiap siswa. Adapun salah satu tujuan penting yang disajikan dalam suatu penilaian portofolio adalah dapat dijadikan alat untuk memvalidasi informasi tentang pemahaman siswa mengenai suatu konsep (Rusoni, 2008:12)
Portofolio dapat memberikan masukan yang efektif pada guru tentang kualitas dan kuantitas pemahaman siswa mengenai materi pelajaran yang disajikan. Seperti yang dijelaskan Karim (dalam Kristina, 2006:19) yang menyatakan bahwa salah satu tujuan penting yang disajikan dalam suatu portofolio adalah portofolio dapat memungkinkan guru untuk mengakses perkembangan pemahaman siswa terhadap suatu pelajaran. Penilaian portofolio sangat bermanfaat dalam memberikan informasi mengenai kemampuan dan pemahaman siswa, memberikan gambaran otentik kepada guru tentang apa yang telah dipelajari siswa, kesulitan dan kendala siswa yang dialami dalam belajar, dan jenis bantuan yang diharapkan siswa.
2.6 Deskripsi Bahan Ajar tentang Materi Bangun Datar Segitiga
2.6.1 Pengertian Segitiga
Segitiga adalah suatu bangun yang terbentuk dari 3 garis yang saling berpotongan dalam satu bidang dan memiliki 3 sisi, 3 titik sudut, dan 3 sudut (Rahma, 2005:188).
2.6.2 Jenis-jenis segitiga
Adinawan dan Sugijono (2007:121-122) membagi jenis-jenis segitiga berdasarkan:
1) Jenis Segitiga Ditinjau dari Panjang Sisinya
a) Segitiga Sembarang
Segitiga sembarang adalah segitiga yang panjang ketiga sisinya berbeda. Pada gambar di samping, panjang AB, BC, dan AC tidak sama .
b) Segitiga Sama Kaki
Segitiga sama kaki adalah segitiga yang memiliki dua buah sisi yang sama panjang. Pada gambar di samping, panjnag AC = BC
c) Segitiga Sama Sisi
Segitiga sama sisi adalah segitiga yang ketiga sisinya sama panjang. Pada gambar di samping, panjang AB = BC = BC
2) Jenis Segitiga Ditinjau dari Besar Sudutnya.
a) Segitiga Lancip
Segitiga lancip adalah segitiga yang besar ketiga sudutnya kurang dari 900.
∆PQR pada gambar di samping adalah segitiga lancip. , , dan adalah sudut-sudut lancip.
b) Segitiga Siku-siku
Segitiga siku-siku adalah segitiga yang besar salah satu sudutnya adalah 900.
∆PQR pada gambar di samping adalah segitiga siku-siku. merupakan sudut siku-siku.
c) Segitiga Tumpul
Segitiga tumpul adalah segitiga yang besar salah satu sudutnya antara 900 sampai 1800.
∆PQR pada gambar di samping adalah segitiga tumpul. merupakan sudut tumpul.
2.6.3 Sifat-sifat Segitiga
Menurut Adinawan dan Sugijono (2007:123-126) segitiga istimewa merupakan segitiga yang memiliki sifat-sifat khusus (istimewa), baik mengenai hubungan panjang sisi-sisinya maupun hubungan besar sudut-sudutnya. Yang termasuk segitiga istimewa adalah segitiga siku-siku, segitiga sama kaki, dan segitiga sama sisi.
a) Segitiga Siku-siku
• Segitiga siku-siku mempunyai sebuah sudut siku-siku.
• Dari segitiga siku-siku yang sama dan sebangun dapat dibentuk segitiga sama kaki, jajargenjang, dan layang-layang.
b) Segitiga Sama Kaki
• Dua sisinya sama panjang.
• Mempunyai sepasang sisi yang sama panjang (disebut kaki) dan dua sudut yang sama besar.
• Mempunyai sebuah sumbu simetri lipat sehingga dapat menempati bingkainya dengan dua cara.
c) Segitiga Sama Sisi
• Ketiga sisinya sama panjang dan ketiga sudutnya sama besar yaitu 600.
• Mempunyai tiga sumbu simetri lipat dan simetri putar tingkat tiga, sehingga dapat menempati bingkainya dengan 6 cara.
2.6.4 Besar Sudut-sudut Segitiga
2.6.4.1 Jumlah Sudut-sudut Segitiga.
Menurut Adinawan dan Sugijono (2007:140-141) untuk mengetahui jumlah sudut-sudut dalam segitiga, dilakukan percobaan seperti berikut ini!
1) Buatlah segitiga siku-siku pada selembar kertas!
2) Potonglah sudut-sudut segitiga menurut garis p, garis q, dan garis r serta tandai setiap sudutnya dengan nomor seperti ditunjukkan pada gambar berikut ini!
3) Letakkan sudut-sudut segitiga sehingga titik-titik sudutnya berimpit dan kaki-kaki sudutnya saling bersisian.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa besar sudut segitiga berjumlah 1800.
2.6.4.2 Hubungan Panjang Sisi Sudut dengan Besar Sudut
a) Ketidaksamaan pada Sisi Segitiga
Menurut Adinawan dan Sugijono (2007:143-145) Untuk mengetahui ketidak samaan pada sisi segitiga adalah dengan mengamati tabel berikut ini.
Tabel 2.2 Bentuk Ilustrasi Ketidaksamaan Segitiga
Bangun AB BC AC AB + AC AB + BC BC + AC
8 10 6 14 18 16
8 7 9 17 15 16
7 10 6 13 17 16
Berdasarkan Tabel 2.2 tersebut, diperoleh hubungan sebagai berikut:
1. AB + AC selalu lebih besar atau panjang dari BC, atau AB + AC > BC.
2. AB + BC selalu lebih besar atau panjang dari AC, atau AB + BC > AC.
3. BC + AC selalu lebih besar atau panjang dari AB, atau BC + AC > AB.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk setiap segitiga selalu berlaku bahwa jumlah dua sisinya selalu lebih besar atau lebih panjang dari pada sisi ketiganya.
b) Hubungan Besar Sudut dan Panjang Sisi Suatu Segitiga
Perhatikan gambar segitiga berikut! Jika besar-besar sudut-sudut ∆ABC dengan busur derajat, dan panjang sisi-sisinya dengan penggaris ternyata hasil pengukurannya sebagai berikut:
A = 750 BC = 6 cm
B = 450 AC = 4 cm
C = 600 AB = 5,5 cm
Berdasarkan keterangan di atas, diperoleh kesimpulan tentang hubungan saling hadap dalam suatu segitiga antara besar sudut dengan panjang sisi di hadapannya, yaitu :
(i) Sudut terbesar menghadap sisi terpanjang.
(ii) Sudut terkecil menghadap sisi terpendek.
(iii) Sudut yang sedang menghadap sisi sedang.
2.6.4.3 Sudut Luar Segitiga
Sudut luar segitiga yang dikmaksud pada bahasan ini adalah sudut yang dibentuk oleh salah satu sisi segitiga dan perpanjangan sisi lainnya. Sudut luar segitiga akan digunakan diantaranya untuk memperoleh hubungan besar sudut pusat dan sudut keliling suatu lingkaran.
Perhatikan gambar di samping ini!
CBD disebut sudut luar.
A, B, dan ABC disebut sudut dalam.
ABC dan CBD saling berpelurus maka :
CBD = 1800 - ABC …………….(1)
Jumlah sudut-sudut segitiga = 1800, maka :
A + C + ABC = 1800
A + C = 1800 - ABC ……..…..(2)
Dari bentuk persamaan (1) dan (2) di atas didapatkan :
CBD = 1800 - ABC
A + C = 1800 - ABC
Karena bentuk ruas kanan kedua persamaan di atas sama, maka nilai ruas kirinya juga harus sama, sehingga :
CBD = A + C
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa besar sudut luar suatu segitiga sama dengan jumlah dua sudut dalam yang tidak berpelurus dengan sudut luar itu.
2.6.5 Keliling dan Luas Segitiga
2.6.5.1 Keliling Segitiga
Menurut Adinawan dan Sugijono (2007:146) keliling suatu segitiga adalah jumlah panjang sisi segitiga.
Perhatikan gambar di samping!
Keliling ∆ABC = AB + AC + BC
K = c + b + a
= a + b + c
Dengan demikian, rumus keliling (K) segitiga dengan panjang sisi a cm, b cm, dan c cm, adalah K = a + b + c.
2.6.5.2 Luas Segitiga
Adinawan dan Sugijono (2007:147-148) menyatakan bahwa untuk memperoleh luas segitiga dapat menggunakan rumus luas persegi panjang. Caranya adalah sebagai berikut:
Pada gambar (i) ∆ABC dibagi menjadi dua segitiga siku-siku yaitu ∆ADC dan ∆BDC. Kemudian dibuat persegi panjang yang memuat ∆ABC seperti gambar (ii).
Luas ∆ADC = x luas persegi panjang ADCE.
Luas ∆BDC = x luas persegi panjang DBFC
Luas ∆ABC = luas ∆ ADC + luas ∆ BDC
= ( luas persegi panjang ADCE) + ( luas persegi panjang DBFC)
= x luas persegi panjang ABFE
= x AB x BF
Luas ∆ABC = x AB x CD (karena BF = CD), AB = alas dan CD = tinggi.
Jadi, diperoleh rumus Luas Segitiga = x alas x tinggi
2.7 Rancangan Kegiatan Pembelajaran Metode Snowball Throwing dengan Penilaian Portofolio
Rancangan kegiatan pembelajaran menggunakan metode snowball throwing dengan penilaian portofolio akan dijelaskan melalui tabel berikut ini.
Tabel 2.3 Rancangan Pembelajaran Metode Snowball Throwing dengan Penilaian Portofolio
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
1. Tahap perencanaan
a) Membagi siswa menjadi beberapa kelompok.
b) Memanggil masing-masing ketua kelompok dan memberikan penjelasan tentang materi.
c) Memberikan satu lembar kertas kepada setiap siswa.
d) Memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya. 1. Tahap perencanaan
a) Menempati kelompok belajar yang ditentukan oleh guru.
b) Ketua kelompok maju dan mendengarkan penjelasan dari guru.
c) Menerima kertas dari pemberian guru.
d) Siswa bertanya kepada guru.
2. Tahap pelaksanaan
a) Meminta masing-masing ketua kelompok menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya.
b) Mememinta setiap siswa menuliskan pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok pada satu lembar kertas yang telah dibagikan.
c) Meminta setiap siswa untuk membuat kertas tersebut menjadi seperti bola dan dilemparkan dari satu siswa ke siswa lain.
d) Meminta setiap siswa yang mendapatkan bola kertas tersebut untuk menjawab pertanyaan yang ada pada bola kertas. 2. Tahap pelaksanaan
a) Masing-masing ketua kelompok menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya.
b) Menuliskan pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok pada satu lembar kertas yang telah dibagikan.
c) Membuat kertas tersebut menjadi seperti bola dan dilemparkan dari satu siswa ke siswa lain.
d) Menjawab pertanyaan yang ada pada bola kertas.
3. Tahap evaluasi
a) Meminta siswa membandingkan jawaban yang ditulis dengan jawaban dari pemilik soal tersebut.
b) Meminta siswa untuk mengumpulkan hasil pekerjaannya di dalam satu map.
c) Melakukan penjelasan ulang sebagai kesimpulan terhadap materi yang telah diajarkan.
d) Menugaskan untuk memasukkan ke dalam draf penilaian portofolio.
3. Tahap evaluasi
a) Membandingkan jawaban yang ditulis dengan jawaban dari pemilik soal tersebut.
b) Mengumpulkan hasil pekerjaan di dalam satu map.
c) Memperhatikan penjelasan guru.
d) Melaksanakan apa yang diminta guru untuk pengerjaan penilaian portofolio.
Infonya Bagus...
BalasHapusSaya Minta Tolong Referensi Buku Tentang Snowball Throwing untuk Skripsi Saya...
Terima Kasih Sebelumnya
MS.Rahdiyansyah@gmail.com
Asslm,,
BalasHapusboleh saya minta referensi buku tentang Snowball Throwing....
Syukron katsiron..
lazuardiocha@yahoo.com
boleh sya minta refrensi ttg snowbal throwing??
BalasHapusterimakasih
mild_milda@yahoo.com
boleh mnta referensi ttg snowball trhowing? tolong untuk bahan skripsi
BalasHapusnurulhid30@yahoo.com
boleh mintak referensi buat bahan skripsi
BalasHapusfaizinzein@gmail.com
boleh minta referensi tentang snowball trhowing buat bahan skripsi saya pak.. :)please, help me :(
BalasHapuswe_by4@yahoo.com
saya bisa minta referensinya pak :)
BalasHapusfor my skripsi
mayasari.pmm1.10iain@gmail.com
Hapussaya blh mnta refrensi bk snowball throwing? untuk skripsi saya. triama kasih. oliviasensey@gmail.com
BalasHapusassalamualaikum.
BalasHapusboleh minta referensi buku tentang snowball trhowing buat bahan skripsi saya pak.
terimakasih.
nikmatus.sholikhah07@gmail.com